Breaking News

Bahasa Rejang di Musi Rawas

 

Penulis: Aris Nupan

(Tulisan Telah dipulikasikan berbentuk Buku dengan Judul "Dari Rejang Hingga Nugal Padi : Tradisi Budaya Masyarakat Musi Rawas" Antologi Karya Luaran Bimtek Kepenulisan Berbasis Konten Lokal yang diselenggarakan Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Daerah Musi Rawas)  

A.   Pendahuluan

B

ahasa Rejang adalah bahasa daerah khas suku Rejang dari Provinsi Bengkulu (Handayani & Taqwa, 2021). Keberadaan bahasa Rejang tersebar di bagian utara dan tengah Provinsi Bengkulu, yakni Kabupaten Lebong, Kabupaten Rejang Lebong, Kabupaten Kepahiang dan Kabupaten Bengkulu Utara. Bahasa Rejang ini juga di sebut dengan “Hejang” atau “Jang(Zerly et al., 2024). Secara linguistik, bahasa Rejang yang berada di daerah Sumatera tidak termasuk ke dalam kelompok bahasa Melayu, melainkan bagian dari Barito Raya (Greater Barito).  Bahasa Rejang termasuk ke dalam bahasa Austronesia, sebab bahasa Rejang berbeda dengan bahasa bahasa Lembak/ Col, Melayu Bengkulu atau bahasa Palembang (Mantili et al., 2022).

Bahasa Rejang terbagi menjadi lima dialek utama (Yanti, 2023) yakni:

1.        Dialek Rejang Musi (Curup) yang berkembang di sekitaran Kabupaten Rejang Lebong. Dialek ini bisa juga di sebut sebagai dialek standar atau sentral karena Curup adalah pusatnya budaya dan pemerintahan suku Rejang bahkan dialek ini sering menjadi rujukan linguistik khususnya bahasa Rejang.

2.       Dialek Lebong berkembang di daerah pedalaman pegunungan dan lembah-lebah sekitaran sungai. Selain itu, ada beberapa kosa kata pada dialek ini yang berbeda dengan dialek di daerah lainnya. Hal ini membuat dialek Lebong mempunyai keunikannya tersendiri. Keunikan dialek ini di antaranya:

a.       Bunyi bahasa atau fonologi yang lebih kuno. Dialek ini dianggap masih mempertahankan bentuk bahasa Rejang yang lebih kuno dan konservatif di bandingkan dengan dialek lainnya yang telah bercampur dengan bahasa Melayu dan bahasa sekitarnya. Contohnya: kata “teghes” (jelas) dialek Lebong masih mempertahankan “gh” sedangkan dialek lain melafalkannya langsung “teges” atau “terang”

b.       Kosakata yang unik dan khas. Dialek Lebong memiliki kosa kata yang tidak ditemukan atau berbeda makna dibandingkan dengan dialek lainnya. Misalnya: kata “bongai” yang berarti marah (dalam dialek Lebong) namun kata ini terasa asing bagi penutur Bahasa Rejang dialek lainnya.

c.       Dialek Lebong sering mengubah atau menyingkat bunyi akhir kata, misalnya “ai tuan?” artinya “apa itu?”, kata ai sudah umum digunakan pada dialek Lebong.

d.       Struktur kalimat yang lebih tradisional dan minim pengaruh bahasa lainnya sehingga dialek Lebong lebih “murni”.

e.       Dialek Lebong kaya akan pribahasa, pantun, dan ungkapan adat dibandingkan dengan dialek lainnya dikarenakan masyarakat Rejang Lebong masih kuat dengan tradisi lisan (oral tradition).

3.       Dialek Kapahiang berada di daerah Kabupaten Kepahiang. Dialek ini agak sedikit bercampur dengan bahasa Lembak dan Serawai namun secara struktur masih struktur bahasa Rejang.

4.       Dialek Selupu Rejang yang berada di sekitaran Kabupaten Rejang Lebong bagian selatan. Dialek ini juga memiliki keunikan yang khas karena dialek ini sering dianggap dialek antara Kepahiang dan Musi.

5.       Dialek Rejang Utara yang berada di Bengkulu Utara hingga sampai ke Taba Penanjung. Dialek ini dipengaruhi oleh Bahasa Melayu di karenakan posisi daerah yang dekat pesisir dan lintas utama. Serapan bahasa Lembak dan Serawai mempengaruhi kekhasan penggunaan dialeknya. Namun sayang, minimnya masyarakat di daerah Bengkulu Utara hingga Taba Penanjung yang menggunakannya maka dialek ini dianggap sebagai dialek minor dalam bahasa Rejang.

Kelima dialek di atas bukanlah dari bahasa yang berbeda-beda melainkan satu rumpun dari bahasa Rejang. Perbedaan dialek tersebut terjadi karena perkembangan dan penyebaran geografis pemakai bahasa itu sendiri. Termasuklah penyebaran bahasa Rejang di salah satu daerah Kabupaten Musi Rawas Provinsi Sumatera Selatan.

B.    Geografis dan Sosial Kultur Musi Rawas

Musi Rawas adalah salah satu kabupaten yang berada di barat laut Provinsi Sumatera Selatan. Daerah ini berbatasan langsung dengan daerah-daerah di Provinsi Sumatera Selatan, Bengkulu dan Jambi. Sebelah Utara berbatasan langsung dengan Kabupaten Sarolangun Provinsi Jambi, sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupatan Empat Lawang Provinsi Sumatera Selatan, bagian Timur berbatasan dengan Kabupaten Musi Banyuasin dan Musi Rawas Utara Provinsi Sumatera Selatan dan sisi bagian Barat berbatasan langsung dengan Kabupaten Rejang Lebong Provinsi Bengkulu. Daerah ini berada di daerah dataran rendah dan tinggi serta daerah yang perbukitan dan berlereng khususnya wilayah barat yang berdekatan dengan Provinsi Bengkulu.

Musi Rawas terdiri dari 14 Kecamatan, 186 desa dan 13 kelurahan yang dihuni oleh masyarakat yang majemuk.  Ragam bahasanya pun beragam, ada bahasa Melayu atau bahasa Musi. Bahasa yang paling banyak digunakan oleh masyarakat yang berada di dataran rendah Musi Rawas terutama di bagian Timur dan Selatan Kabupaten Musi Rawas. Bahasa ini juga termasuk ke dalam bahasa serumpun dengan bahasa Melayu, satu keluarga dengan  bahasa Palembang dan Komering (Ika Septiana Sanel, 2015)

Bahasa Lembak, bahasa kedua terbanyak penggunanya. Bahasa ini termasuk ke dalam bahasa Melayu namun tetap memiliki kekhasannya tersendiri dengan dialek yang hampir mirip dengan dialek Serawai (Dewi & Muslihah, 2022). Selanjutnya, ada bahasa Jawa, Sunda dan Bali. Bahasa yang di bawa oleh masyarakat yang berasal dari Pulau Jawa dan Pulau Bali. Bahasa ini menyebar karena pemakainya bertransmigrasi ke daerah Musi Rawas pada zaman orde baru. Terakhir, bahasa yang dipakai oleh masyarakat Musi Rawas adalah bahasa Rejang. Bahasa ini merupakan bahasa yang unik karena hanya digunakan oleh masyarakat di desa Napal Melintang Kecamatan Selangit.

C.   Bahasa Rejang di Desa Napal Melintang

Desa Napal Melintang Kecamatan Selangit merupakan salah satu desa dari dua belas desa yang berada di Kecamatan Selangit. Desa ini berada di paling ujung barat laut Kecamatan Selangit yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Rejang Lebong Provinsi Bengkulu. Secara geografis, wilayahnya berada di daerah perbukitan/ pegunungan yang dekat dengan hutan Karst dan jaringan sungai. Desa Napal Melintang ini diperkirakan dihuni oleh 1.078 jiwa atau sekitar 369 kepala keluarga yang masyarakatnya asli Suku Rejang (Cahyani et al., 2022). Karena penduduknya mayoritas asli suku rejang maka bahasa Rejang menjadi bahasa keseharian mereka.



Sumber: Koleksi Penulis / Gambar: Gapura Desa Napal Melintang, Kecamatan Selangit

 Berdasarkan hasil observasi, desa ini memiliki keindahan alam yang sangat indah. Hutan-hutan yang masih rimbun, kontur jalan yang mengikuti permukaan tanah perbukitan, serta landscape bukit barisan yang menambah asrinya desa ini.  Keindahan ini pun bertambah mewah, sejauh mata memandang, desa Napal melintang dikelilingi bukit-bukit yang menjadi pagarnya.


Sumber: Koleksi Penulis / Gambar: Penulis mewawancarai Kepala Dusun 1 desa Napal Melintang

 

Didampingi oleh Bapak Heri sebagai Kepala Dusun I Desa Napal Melintang, ia menyambut kami dengan keramahan yang luar biasa. Laki-laki berusia 41 tahun itu, membuka obrolan dengan penuh kekeluargaan. Namun sayang, obrolan tersebut tidak menghasilkan informasi yang lengkap tentang bahasa Rejang di desa Napal Melintang Kabupaten Musi Rawas. Ia mengakui ketidakpahamannya tentang asal muasal penggunaan bahasa Rejang di desa Napal Melintang. Hal ini disebabkan bahasa Rejang sudah digunakan oleh penduduk secara turun temurun sebagai bahasa komunikasi sehari-hari.  (Heri, personal communication, 2025).

Mendengar hal itu, keingintahuan asal usul bahasa Rejang di Desa Napal Melintang semakin tinggi. Dengan mencari narasumber yang kompeten, akhirnya seorang narasumber yang juga tokoh adat.


Sumber : Koleksi Penulis / Gambar: Penulis mewawancarai Tokoh Adat desa Napal Melintang

 

Zainal Abidin adalah narasumber kedua,  seorang tokoh adat desa Napal Melintang sekaligus tokoh adat di Kecamatan Selangit (Zainal, personal communication, 2025). Saat ini, Pak Zainal berusia 75 tahun dan masyarakat di sini biasa memanggil beliau dengan Aki Zainal yang artinya Kakek Zainal. Dari hasil wawancara, di desa Napal melintang selain menggunakan bahasa rejang masyarakatnya juga bisa bahasa Lembak/ col dan juga bahasa Indonesia, namun yang paling dominan dalam keseharian masyarakat di desa Napal Melintang adalah Bahasa Rejang.

Bahasa Rejang memang berasal dari suku Rejang. Berdasarkan penuturan masyarakat, meskipun saat ini Desa Napal Melintang termasuk ke dalam wilayah Provinsi Sumatera Selatan, pada masa lampau masyarakat di desa ini menyetorkan hasil bumi atau hasil pertaniannya ke Provinsi Bengkulu, tepatnya di Kecamatan Padang Ulak Tanding (PUT). Hal ini dimungkinkan karena jarak wilayah tersebut secara geografis berbatasan langsung dengan Kabupaten Rejang Lebong.

Sebaran suku Rejang tidak hanya terdapat di Desa Napal Melintang, tetapi juga di daerah lain, seperti Desa Pasenan, Desa Lubuk Kumbung, Desa Pulau Kidak, hingga Desa Napalicin.

Keberagaman bahasa yang digunakan di Desa Napal Melintang tidak serta-merta menghilangkan eksistensi bahasa Rejang. Bahasa asli suku Rejang tetap menjadi bahasa utama yang digunakan masyarakat. Secara struktur, bahasa Rejang memang tergolong sulit dipahami, tetapi tetap dapat dipelajari. Siapa pun, baik muda maupun tua, memiliki kesempatan untuk mempelajarinya.

Suasana semakin hangat takkala kopi khas dari desa Napal Melintang disajikan oleh istri Pak Zainal. Sembari menikmati kopi khas tersebut, ia melanjutkan penjelasannya. Bahasa Rejang bukan hanya unik pada pelafalan saja, namun juga unik dari tulisannya. Namun sayang, Pak Zainal kurang mampu membaca dan menulis tulisan bahasa Rejang setelah ia menunjukkan hasil tulisannya.

 Tulisan bahasa Rejang adalah tulisan tradisional yang menggunakan Aksara Rejang yang disebut juga Aksara Kaganga yang merupakan tulisan asli masyarakat Rejang yang berakar dari Pallawa (India Selatan) dan serumpun dengan Aksara Rencong, Incung, dan Lampung (Diantika, 2023). Dari perjalanan mencari tahu, kini pulang membawa ilmu. Ya, mengetahui sejarah bahasa Rejang sejatinya menuliskan sejarah untuk masa depan. 

D.   Penutup

Dari diskusi, obrolan dan wawancara yang saya lakukan bersama narasumber Pak Zainal banyak hal yang saya dapatkan mengenai informasi tentang desa Napal Melintang. Mulai dari suku asli warga disini yang merupakan asli Suku Rejang, masyarakat menggunakan bahasa Rejang dalam kesehariannya dan keunikan ini masih di pertahankan warga desa Napal Melintang sehingga menjadi ciri khas desa tersebut. Selain itu, profesi petani menjadi pekerjaan utama masyarakat disana, hal ini dapat kita lihat dari aktivitas warga disini membawa keruntung yang di pasang di atas kepala mereka, di dalamnya terisi tanaman/ sayuran yang di petik hasil dari bertani mereka di kebun / di hutan sehingga menambah kentalnya suasana tradisional dusun di sini.

Dengan keunikan yang dimiliki oleh desa Napal melintang di kecamatan selangit ini perlu adanya perhatian lebih terhadap desa ini agar desa Napal Melintang semakin banyak di datangi pengunjung. Saya juga berharap kepada pemerintah setempat khususnya Kabupaten Musi Rawas Provinsi Sumatera Selatan untuk rutin memperbaiki dan merawat akses jalan menuju Desa Napal Melintang, karena saya merasakan langsung kondisi akses jalan yang tidak terlalui lebar bahkan sebagian ada yang rusak dan jembatan besi yang tersedia juga cukup memprihatinkan. Semak-semak pinggir jalan sudah meninggi padahal di salah satu sisi jalan tersebut ada jurang yang cukup curam sehingga akan cukup membahayakan jika akses jalan tersebut di lalui dengan tidak hati-hati dan juga belum adanya lampu jalan sehingga menambah kekhawatiran saat melintasi jalan tersebut dengan menggunakan kendaraan di malam hari. Dengan akses yang baik, maka desa Napal Melintang akan banyak di kunjungi oleh pengunjung karena selain memiliki keunikan yang menjadi kekhasan daerah, keindahan alam di desa napal melintang juga menyajikan pemandangan yang indah untuk di kunjungi oleh para wisatawan.

E.    Daftar Pustaka

Cahyani, S. P., Witradharma, T. W., & Okfrianti, Y. (2022). Hubungan Riwayat Pemberian Inisasi Menyusu Dini (IMD) dan Asi Eksklusif dengan Kejadian Stunting Anak Balita 12-59 Bulan di Desa Napal Melintang. JPP (Jurnal Kesehatan Poltekkes Palembang), 17(2), Article 2. https://doi.org/10.36086/jpp.v17i2.1301

Dewi, R., & Muslihah, N. N. (2022). Workshop Penulisan Aksara Ulu pada Guru dan Siswa Se-Kecamatan Sukakarya Kabupaten Musi Rawas. Jurnal PKM Linggau: Jurnal Pengabdian Dan Pemberdayaan Masyarakat, 2(1), 56–68. https://doi.org/10.55526/pkml.v2i1.248

Diantika, G. S. (2023). Analisis Pragmatik Tuturan Kesantunan Berbahasa dalam Bahasa Rejang desa Pal30 Kecamatan Lais Kabupaten Bengkulu Utara [Undergraduate, UIN Fatmawati Sukarno Bengkulu]. http://repository.uinfasbengkulu.ac.id/1926/

Handayani, S., & Taqwa, F. (2021). Sistem Informasi Adat Kebudayaan Adat Suku Rejang Di Provinsi Bengkulu Berbasis Web. 4.

Heri. (2025). Wawancara Penulis dengan Bapak Heri selaku Kepala Dusun 1 Desa Napal Melintang Pada hari Selasa tanggal17 Juni [Personal communication].

Ika Septiana Sanel. (2015). Pemetaan Dialek Bahasa Palembang Berbasis Kosakata Morris Swadesh di Kecamatan Kayuagung, OKI, Sumatera Selatan [Doctoral, Universitas Negeri Jakarta]. http://repository.unj.ac.id/28572/

Mantili, S. P., Suheri, S. A., MHPDHMN, D., & PH, M. (2022). Adat Istiadat Dayak Kalimantan. Bibliopedia. Id. https://bibliopedia.id/wp-content/uploads/2022/08/adat-istiadat-Daayak-Mantili-bibliopedia.pdf

Sejarah Daerah | Pemerintah Kabupaten Musi Rawas. (2025). https://mura.musirawaskab.go.id/site/sejarah.html

Yanti, S. D. (2023). Ragam Bahasa Masyarakat Rejang Kepahiang Dalam Tinjauan Sosiolinguistik [Undergraduate, Uin Fatmawati Sukarno Bengkulu]. http://repository.uinfasbengkulu.ac.id/286/

Zainal. (2025). Wawancara Penulis dengan Bapak Zainal selaku sesepuh dan Tokoh adat Desa Napal Melintang Pada hari Selasa tanggal 17 Juni [Personal communication].

Zerly,  zerly, Bin Ridwan, R., & Hamengkubuwono, H. (2024). Perkawinan Bleket dan Implikasinya Terhadap Pembagian Harta Warisan Menurut Perspektif Hukum Islam (Studi Kasus Masyarakat Adat Topos Kabupaten Lebong) [Masters, Institut Agama Islam Negeri Curup]. https://e-theses.iaincurup.ac.id/6981/

 

 

 


 

BIODATA PENULIS

Aris Nupan, adalah seorang laki-laki yang lahir di kota Lubuklinggau 34 tahun silam. Ia mengawali pendidikannya di SD Negeri 12 Lubuklinggau, lalu berlanjut ke SMP Negeri 1 Lubuklinggau, SMA Negeri 2 Lubuklinggau. Untuk Pendidikan strata satu (S1), ia tempuh di STKIP-PGRI Lubuklinggau dengan mengambil Program Studi Pendidikan Matematika, lalu di tahun 2019 ia melanjutkan pendidikan Pasca Sarjana jenjang strata dua (S2) dengan mengambil Program Studi Magister Administrasi Pendidikan, konsentrasi Manajemen Pendidikan di Universitas Bengkulu dengan predikat Cumlaude. Di tahun 2024, ia terpanggil dan menyelesaikan Pendidikan Profesi Guru (PPG) dalam jabatan di Universitas HKBP Nomensen Medan, Sumatera Utara.


Banyak waktu yang telah ia curahkan di Kabupaten Musi Rawas, karena profesi guru menjadi profesi utamanya sejak tahun 2011 hingga sampai sekarang di SDIT-SMPIT Al Qudwah Musi Rawas. Walau mengajar Matematika, namun ia mempunyai ketertarikan dengan dunia kreatif dan kepenulisan, sehingga membuat dirinya sering mengikuti berbagai kegiatan kreatif dan kepenulisan. Selain itu juga, saat menempuh pendidikan magister ia pernah mengikuti penelitian bersama dosen pembimbing dan rekan mahasiswa dengan judul: A Learning Quality in Master Program of Educational Administration yang terbit di Atlantis Press tahun 2021. Di tahun  yang sama, ia mengikuti lomba menulis tentang “Grand Desain Pendidikan Indonesia 2045” yang di adakan oleh Jaringan Sekolah Islam Terpadu (JSIT) Indonesia dan meraih peringkat kelima tingkat Nasional. Di tahun 2023, ia mencoba berkontribusi mengirim satu cerpen di dalam Buku Antologi Cerpen yang berjudul “Memetik Rasa di Balik Cerita” karya guru-guru SMP IT Al Qudwah Musi Rawas. Kini ia tinggal di Marga Rahayu Kota Lubuklinggau bersama satu anak gadis cantik dan istri yang juga suka menulis.