Breaking News

Rabana: Resonansi Jiwa, Refleksi Budaya


Penulis: Refni Pratama

(Tulisan Telah dipulikasikan berbentuk Buku dengan Judul "Dari Rejang Hingga Nugal Padi : Tradisi Budaya Masyarakat Musi Rawas" Antologi Karya Luaran Bimtek Kepenulisan Berbasis Konten Lokal yang diselenggarakan Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Daerah Musi Rawas)  


A.   Pendahuluan

M

enurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Resonansi memiliki beberapa definisi yaitu bergetarnya suatu benda karena benda lain yang bergetar. Definisi ini menekankan pada fenomena ikut bergetarnya suatu benda ketika benda lain yang berdekatan bergetar pada frekuensi yang sama .dalam konteks rebana resonasi dapat diartikan sebagai  getaran yang menggerakan jiwa para pemuda pemudi pada saat mereka memainkannya.karena adanya perasaan bangga dan penuh cinta akan budaya.

Menurut Sirajuddin (2009) Refleksi adalah tanggapan mendalam dan kritis seseorang atas pengalamannya sendiri.akan tetapi refleksi secara umum dapat didefinisikan sebagai proses yang melibatka kejadian yang sedang atau pun sudah terjadi.refleksi juga menjaidkan individu itu memahami diri sendiri,orang lain dan lingukungan sekitarnya. Refleksi membantu individu untuk mengevaluasi tindakan, keputusan, dan dampaknya. Refleksi dalam konteks rebana dapat diartikan sebagai pemikiran kritis akan yang menggerakan para pemudi dan pemudi untuk merenungkan kembali mengenai mengenai budaya-nya diera moderenisasi.

   Alat musik tradisional merupakan salah satu warisan budaya yang memiliki peran penting dalam kehidupan sosial dan spiritual masyarakat Indonesia. Di antara berbagai alat musik tradisional, rabana atau rebana menempati posisi yang istimewa, terutama dalam konteks seni musik Islami. Rabana bukan sekadar alat musik, tetapi juga menjadi media dakwah, pendidikan, dan pelestarian nilai-nilai religius dalam masyarakat.

B.    Asal-Usul Rebana

Asal-usul alat musik rebana di Indonesia memiliki hubungan erat dengan perkembangan budaya Islam di Nusantara, terutama melalui proses akulturasi antara budaya lokal dan ajaran Islam yang dibawa oleh para pedagang, ulama, dan pendakwah dari Timur Tengah, India, dan Persia Rebana berasal dari kawasan Timur Tengah dan Asia Selatan. Di daerah asalnya, alat musik ini dikenal dengan nama "duff" (Arab) atau "daf" (Persia). Instrumen ini telah digunakan sejak zaman pra-Islam, namun penggunaannya menjadi lebih luas ketika Islam berkembang karena rebana dianggap sesuai dengan nilai-nilai Islam, khususnya dalam kegiatan dakwah dan perayaan keagamaan.

 Rabana telah dikenal luas di berbagai daerah di Indonesia, seperti Jawa, Sumatra, Kalimantan, hingga Sulawesi. Kehadirannya sering ditemui dalam acara-acara keagamaan seperti pengajian, peringatan Maulid Nabi, pernikahan adat, hingga pertunjukan seni Islami seperti hadrah dan marawis. Permainannya yang khas dan irama yang dinamis mampu membangkitkan semangat spiritual dan kebersamaan antaranggota masyarakat.

Refleksi Rabana merujuk kepada cermin atau gambaran nilai, makna, dan budaya melalui keberadaan dan penggunaannya. Rabana bukan sekadar alat musik, melainkan simbol dari semangat gotong royong dan identitas budaya masyarakat.Melalui permainan dan ritual yang melibatkan Rabana, masyarakat dapat merefleksikan nilai-nilai kebersamaan, kekeluargaan, dan sejarah leluhur.

Namun, di tengah pesatnya perkembangan musik modern dan digital, eksistensi alat musik tradisional seperti rabana mulai mengalami tantangan. Banyak generasi muda yang kurang mengenal atau memahami nilai-nilai budaya yang terkandung dalam seni tradisional ini. Oleh karena itu, penting untuk mengkaji lebih dalam tentang rabana, baik dari segi sejarah, fungsi, maupun peranannya dalam kehidupan masyarakat, agar warisan budaya ini tetap lestari dan relevan di era modern.

Rebana yang dimainkan dalam lingkungan yang kental dengan nilai-nilai religius dan tradisional. Peran rebana tidak hanya sebatas alat musik, tetapi juga memiliki makna penting. Rebana bias juga dijadikan sebagai media dakwah ajaran islam misalnya, Digunakan untuk mengiringi lantunan sholawat, marhaban, dan qasidah yang berisi pujian kepada allah dan rasulullah. Ini menjadi sarana dakwah yang menarik dan mudah diterima oleh masyarakat dari berbagai usia di tengah moderenisasi ini.

Meskipun dunia terus berkembang dengan kemajuan teknologi dan globalisasi, rebana tetap memiliki fungsi penting di tengah masyarakat modern. Seperti  pelestarian budaya dan identitas lokal ,sarana pendidikan karakter dan seni islami, media dakwah,alternatif hiburan bernilai positif., wahana kreativitas generasi muda,dan sarana ekonomi kreatif.

Di desa Banpres, Kecamatan Tuah Negeri, Kabupaten Musi Rawas, terdapat sebuah kekayaan budaya yang telah diwariskan secara turun-temurun, yaitu permainan musik tradisional "Rabana." Tradisi ini bukan hanya sebagai hiburan, tetapi juga sebagai simbol identitas dan kekuatan budaya masyarakat desa.

Dari hasil observasi yang dilakukan oleh penulis minat para pemuda-pemudi untuk bermain Rabana mulai berkurang, Banyak dari mereka lebih tertarik dengan dunia modern dan teknologi, sehingga tradisi ini tampak terlupakan dan terpinggirkan. Kekhawatiran pun muncul di kalangan warga dan sesepuh desa bahwa budaya ini akan hilang jika tidak ada yang melestarikan dan menghidupkannya kembali.

Di tengah situasi tersebut, muncul sekelompok pemuda-pemudi desa yang merasa tertarik dan berminat untuk belajar dan bermain Rabana. Mereka melihat bahwa alat musik tradisional ini adalah resonansi (getaran) jiwa yang membuat mereka tergerak untuk melestarikannya Dan sebuah refleksi (cahaya) dari kekayaan budaya yang harus mereka jaga dan teruskan. Mereka percaya bahwa melalui permainan Rabana, mereka bisa menguatkan solidaritas dan memperkuat identitas budaya desa mereka


Sumber; dokumen penulis / Gambar 1. Rebana di desa banpres 
 

Pemuda-pemudi ini kemudian berkumpul dan mulai belajar secara serius, didukung oleh para sesepuh dan tokoh masyarakat yang menyadari pentingnya pelestarian budaya ini. Mereka mengadakan latihan rutin, saling berbagi ilmu, dan berlatih tampil di berbagai acara desa maupun kegiatan budaya di tingkat kabupaten. Semangat mereka bukan hanya tentang bermain musik, tetapi juga tentang menjaga warisan leluhur dan memperkenalkan kekayaan budaya kepada generasi muda lainnya.

Dengan ketekunan dan rasa bangga terhadap budaya mereka, para pemuda-pudi ini berhasil menunjukkan bahwa "Rabana" tetap relevan dan mampu menginspirasi generasi baru. Mereka membuktikan bahwa resonansi  (getaran) jiwa mereka terhadap budaya ini mampu menyatukan hati dan memperkuat identitas desa  mereka.

Mereka mulai menyebarluaskannya melalui kegiata lain. Seperti pertemuan pemuda-pemudi dan mmengajak rekan sejawat umtuk ikut serta dalam menjalankan kegiatan positif ini.guna menyebarluaskan dan melestarikan warisan budaya yang sudah hampir punah ini.

 

C.   Penutup

Cerita ini menjadi contoh bahwa dengan minat dan semangat para pemuda-pudi, budaya "Rabana" di Desa Banpres tidak hanya tetap hidup, tetapi juga berkembang dan menjadi warisan yang membanggakan. Mereka adalah generasi penerus yang menjaga kekayaan budaya daerah mereka

Dari Desa Banpres menunjukkan bahwa pelestarian budaya tradisional seperti "Rabana" sangat bergantung pada semangat, minat, dan komitmen generasi muda. Meskipun mengalami tantangan akibat arus modernisasi dan berkurangnya minat pemuda, adanya kesadaran dan upaya dari pemuda-pemudi beserta dukungan dari sesepuh dan tokoh masyarakat mampu menghidupkan kembali tradisi ini.

Melalui latihan, kegiatan budaya, dan pengenalan kepada masyarakat luas, mereka berhasil membuktikan bahwa "Rabana" tetap relevan dan mampu menyatukan hati serta memperkuat identitas desa. Cerita ini menjadi inspirasi bahwa pelestarian warisan budaya membutuhkan semangat generasi penerus yang bangga dan peduli terhadap kekayaan budaya daerahnya, sehingga budaya tersebut tidak hanya tetap hidup, tetapi juga berkembang dan diwariskan kepada generasi berikutny

D.   Daftar Pustaka

Definisi resonasi menurut kbbi. https://www.google.com. rebana Liputan6.com.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. (1983). Ensiklopedi Musik Indonesia: Alat Musik Tradisional. Jakarta: Balai Pustaka.

Direktorat Jenderal Kebudayaan. (2018). Rebana dalam Tradisi Islam di Nusantara. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.

Hasan, M. (2020). “Pelestarian Alat Musik Tradisional dalam Pembentukan Karakter Siswa Sekolah Dasar.” Jurnal Seni dan Pendidikan, 15(2), 112–120.

Hidayat, R. (2021). “Nilai Budaya dalam Pertunjukan Rebana di Komunitas Seni Religi.” Jurnal Wacana Budaya, 9(1), 54–66.

Maulida, N., & Supriyanto, B. (2020). Kebudayaan Islam dan Musik Tradisional. Surabaya: Literasi Nusantara.

Nuraini, S. (2017). “Eksistensi Rebana Sebagai Warisan Budaya Lokal di Tengah Globalisasi.” Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora, 6(3), 203–215.

Pusat Data dan Analisa Kebudayaan. (2015). Rebana: Warisan Musik Tradisional Indonesia. Bandung: Pustaka Rakyat.

Sudarsono, H. (2018). Seni Tradisi sebagai Media Pendidikan Karakter. Yogyakarta: Deepublish.

Yusuf, M. (2016). “Rebana Sebagai Media Dakwah dan Ekspresi Budaya Islami.” Jurnal Komunikasi Islam, 4(1), 45–58.

 


 

BIODATA PENULIS

Refni Pratama adalah seorang gadis yang berasal dari pelosok desa di wilayah kecil Sumatra Selatan, tepatnya di Desa Banpres, Kecamatan Tuah Negeri, Kabupaten Musi Rawas, Sumatra Selatan. Ia lahir di Pulau Panggung pada tanggal 14 Agustus 2003. Refni merupakan anak pertama dari empat bersaudara. Sejak kecil, ia telah menunjukkan sikap tanggung jawab dan kepedulian yang besar terhadap keluarganya. Saat ini, Refni tengah menempuh pendidikan tinggi di salah satu perguruan tinggi di Kota Lubuklinggau. Dengan semangat belajar yang tinggi dan tekad yang kuat, ia terus berusaha meraih cita-cita demi membanggakan keluarga serta membawa nama baik daerah asalnya. Refni sangat gemar mencoba hal-hal baru dan senang menjelajahi pengalaman yang dapat memperkaya pengetahuannya. Meskipun demikian, ia memiliki kepribadian yang cenderung introvert dan tidak terlalu menyukai keramaian. Bukan karena sombong, melainkan karena sejak kecil ia merasa lebih nyaman berada dalam suasana tenang dan memiliki ruang pribadi. Walau demikian, Refni tetap menjalin hubungan yang baik dengan orang-orang di sekitarnya dan terus belajar menyesuaikan diri dalam berbagai situasi sosial.