"Tarian Pacu Jalur" dari Riau, "Tarian Lomba Bidar" dari Sum-Sel
Jendelakita.my.id. - Entah suatu kebetulan atau memang ada historisnya, terdapat kesamaan momen dan pola tari antara Tari Pacu Jalur dari Riau dengan Tari Lomba Bidar dari Sumatera Selatan. Hal ini mungkin menjadi tugas seorang akademisi untuk melakukan penelitian lebih mendalam terhadap kedua jenis tari tersebut. Secara faktual, kedua tarian ini telah lama mentradisi di kalangan masyarakat hukum adat (suatu komunitas). Biasanya, acara-acara seperti itu dilaksanakan pada momen istimewa, misalnya perayaan ulang tahun kemerdekaan Indonesia.
Namun, tahun ini terdapat keistimewaan dari Tari Pacu Jalur, di mana tarian tersebut ditampilkan di Istana Negara Jakarta pada momen hari ulang tahun kemerdekaan ke-80, usai upacara kenegaraan. Tarian Pacu Jalur itu dikomandoi oleh seorang remaja bernama Rayyan Akhan Dikha (Rayyan Aura Farming). Tarian ini bahkan sempat viral di media sosial sebelum peringatan HUT RI ke-80 dan akhirnya mendunia.
Kembali pada fokus pertanyaan di atas, apakah Tari Pacu Jalur dari Riau memiliki sejarah dengan Tari Lomba Bidar dari Sumatera Selatan? Jika diperhatikan, kedua tarian itu memang memiliki beberapa kesamaan. Pertama, posisi penari selalu ada yang berada di depan, bahkan tidak menutup kemungkinan ada pula yang berdiri di tengah. Kedua, pola tarian secara tradisional menekankan gerakan tangan yang intinya memberi semangat untuk maju cepat (meluncur cepat dari perahu panjang) kepada para pendayung yang jumlahnya banyak. Hal ini menunjukkan bahwa momen tarian selalu terkait dengan semangat kelompok untuk mencapai garis akhir. Ketiga, secara faktual dapat dilihat adanya kesamaan visual dan simbolik di antara keduanya.
Tampilan Tari Pacu Jalur dari Riau di Istana Negara Jakarta pada 17 Agustus 2025, bagi saya sebagai seorang kolumnis dan pengamat sosial budaya, merupakan sesuatu yang menarik untuk dikaji secara filosofis. Peristiwa itu tidak mungkin terjadi tanpa makna. Secara teoritis, dapat dipahami bahwa kehidupan suatu bangsa besar, baik dari sisi jumlah penduduk maupun luas wilayah, adalah sebuah tugas yang besar pula. Hal itu sejalan dengan filosofi Tari Pacu Jalur, bahwa roda pemerintahan harus dipimpin oleh seorang presiden sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan yang memberi semangat juang untuk membangun bangsa Indonesia, agar menjadi bangsa terdepan dan termaju dalam kehidupan dunia saat ini.
Untuk mencapai tujuan tersebut, seluruh elemen bangsa harus bersama-sama bergerak sesuai profesinya masing-masing tanpa saling mengganggu. Jika dalam perlombaan Pacu Jalur dan Lomba Bidar titik akhir atau finish menjadi penentu kemenangan, maka bagi Indonesia titik akhirnya adalah terwujudnya cita-cita hukum sebagaimana termuat dalam Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia 1945.
Mungkin inilah yang menjadi ide dari penampilan Tari Pacu Jalur dari Riau di Istana Negara Jakarta pada momentum peringatan hari kemerdekaan Republik Indonesia ke-80. Dengan demikian, kehadirannya bukanlah tanpa makna.

