Breaking News

Negara Mengakomodasi Kepentingan Individu dan Kepentingan Masyarakat

Opini Oleh: Albar Sentosa Subari*)

JENDELAKITA.MY.ID - Berawal dari sidang BPUPK (ada juga yang menulis BPUPKI) tanggal 31 Mei 1945. Prof. Dr. Soepomo SH mengemukakan pandangan nya dengan membahas tiga tiga bentuk negara, yaitu;

Aliran negara yang berdasarkan teori Perseorangan (individualisme), sebagaimana teori Thomas Hobbes, Jhon Locke, J.J. Rousseau, Herbert Spencer dan Harold J. Laski.

Contoh di negara Eropa Barat dan Amerika.

Aliran lain adalah teori Golongan dari negara (class theory) yang diajarkan Marx, Engels dan Lenin. Negara alat golongan yang mempunyai kedudukan ekonomi yang paling kuat untuk menindas golongan golongan yang lain yang memiliki lemah.

Aliran ketiga adalah aliran negara integralistik, yang disponsori oleh Spinoza, Adam Muller dan Hegel.

Menurut teori ini negara tidak menjamin kepentingan masyarakat seluruh nya sebagai persatuan.

Dalam negara ini yang terpenting adalah penghidupan bangsa secara keseluruhan.

Negara tidak memihak kepada golongan yang paling kuat, tidak menganggap kepentingan perseorangan sebagai pusat, akan tetapi negara menjamin keselamatan hidup bangsa secara keseluruhan dan tidak dapat dipisahkan pisahkan.

Prof. Soepomo, nampaknya merekomendasikan untuk dikembangkan paham integralistik di Indonesia. Dalam bentuk negara Soepomo menolak paham individualisme maupun bentuk negara kelas

Pendapat Soepomo di atas digaris bawahi oleh Prof. Mr. M. Yamin

Negara bukan berdiri hanya di atas kepentingan individu saja, atau di atas kepentingan golongan tertentu, meskipun golongan itu yang paling besar. Melainkan negara mengatasi kedua kepentingan itu (kepentingan individu dan kepentingan kolektif)

Akhirnya dalam sidang PPKI setelah mendengarkan pandangan Soekarno dan Hatta disepakati bahwa negara Indonesia adalah NEGARA KESATUAN.

Dengan esensi kesatuan adalah bahwa hakekat manusia sebagai subjek pendukung negara. Bukan berdasarkan teori yang diajarkan oleh orang orang barat.

Notonegoro yang dikutip Kaelan mengatakan bahwa Negara Kesatuan terbentuk atas dasar kodrat manusia, sebagai individu dan mahluk masyarakat (Kaelan, 2016: 92).

Negara memandang bahwa masyarakat sebagai satu unsur yang tumbuh bersama sama dari golongan yang ada dalam masyarakat untuk terselenggaranya kesatuan dalam suatu interaksi saling memberi dan saling menerima antara warga.

Konsep seperti ini merupakan philosofi masyarakat hukum adat yang berlaku sejak bertahun-tahun sebelum Indonesia merdeka.

Bentuk negara kesatuan Republik Indonesia ini merupakan bentuk keseimbangan kepentingan pribadi dan kelompok, kebutuhan lahir dan batin.

Seperti slogan masyarakat hukum adat yang disitir oleh Prof. M.M. Djojodiguno SH guru besar hukum adat di universitas Gadjah Mada Yogyakarta yang pernah disampaikan oleh Prof Iman Sudiyat SH, sebagai dosen pembimbing thesis S2 penulis di UGM Yogyakarta bahwa masyarakat itu dihargai / bernilai karena dia adalah anggota suatu komunitas masyarakat hukum adat.

Dan sebaliknya nilai ataupun penghargaan suatu masyarakat ditentukan juga oleh individu sebagai anggota komunitas.

Kalau kita ilustrasikan, seseorang individu misalnya selaku Presiden dihargai oleh dunia internasional karena dia adalah individu yang mewakili komunitas atau negara tertentu.

Suatu negara misalnya Indonesia akan dihargai dunia internasional individu itu baca presiden adalah individu yang disegani atau mereka hormati.

Kalau boleh membuat slogan "individu ada karena kelompok baca masyarakat, masyarakat ada karena adanya individu atau perseorangan."

Simpulan bahwa Indonesia berbentuk Kesatuan, bukan mengambil over teori teori yang sudah berkembang di barat.

Tapi Indonesia merupakan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berciri khas yang berasal dari nilai nilai philosofi masyarakat hukum adat Nusantara yang berlaku sebelum Indonesia merdeka.

Hal itu bisa kita ikutin dari isi pidato promosi honoris causa dalam ilmu hukum terhadap oleh Promotor Mr. Drs. Notonegoro terhadap promovendus Bung Karno pada tanggal 19 September 1951 di Yogyakarta.

Pada saat itu Bung Karno menyampaikan pidato berjudul Ilmu dan Amal (Geest-Wil-Daad).

"Beliau berkata; Pembawaanku tidak puas puas dengan ilmu-an-sich.

Bagi saya ilmu pengetahuan hanya berharga penuh jika ia digunakan untuk mengabdi kepada praktek hidupnya manusia, atau praktek hidupnya bangsa, atau hidupnya dunia kemanusiaan.

Kalimat di atas disunting dari buku berjudul Filsafat Pancasila Menurut Bung Karno, 2015 Media Presindo Yogyakarta.

Dengan demikian terbukti para pendiri bangsa (founding father) memilih bentuk Negara Kesatuan yang berdasarkan Pancasila sebagai sumber kelahiran (welbron) dan hukum adat adalah sumber pengenal (kenbron). Istilah Prof. Dr. Soeripto, SH dalam pengukuhan nya sebagai guru besar di Fakultas Hukum Universitas Negeri Djember, 2 November 1969. . ***

*) Penulis adalah Ketua Koordinator Jejaring Panca Mandala Sriwijaya Sumatera Selatan