Breaking News

DPD Tidak Memiliki Original Power

Opini Oleh: Albar Sentosa Subari*)

JENDELAKITA.MY.ID - Berdasarkan ketentuan dalam perundang-undangan bahwa kekuasaan atau peran Dewan Perwakilan Daerah (DPD) tidak seimbang dengan peran dan kekuasaan Dewan Perwakilan Rakyat.

DPD dalam ketentuan UUD NKRI tahun 1945 dalam sistem kekuasaan dan perwakilan hanya merupakan suatu badan komplementer dari DPR, meskipun sama sama dibentuk melalui pemilihan umum, tetapi kekuasaan, Fungsi, hak dan kewajiban diantara kedua lembaga itu berbeda.

Ketidak setaraan kekuasaan DPD dengan DPR dan Presiden nampak dalam ketentuan yang terdapat dalam pasal pasal yang mengatur kekuasaan Dewan Perwakilan Daerah, DPR dan Presiden.

DPD dan DPR sama sama dipilih melalui pemilihan umum untuk tahun ini serempak pada tanggal 14 Februari 2024, bersama dengan pemilihan umum Presiden.

DPD tidak memiliki kekuasaan membuat Undang Undang, melainkan hanya mengajukan, sedangkan DPR memiliki kekuasaan membuat Undang Undang bersama presiden.

Kaedah ini menunjukkan kepada kita kedudukan DPD berdasarkan fungsinya berada DI BAWAH DPR dan Presiden (Yohana, 2013 dalam Kaelan, 2016).

Hal ini dapat dipahami berdasarkan kaidah Pasal 22 D ayat (1).

Menurut Kaelan ini menunjukkan inkonsisten dan inkoheren keterwakilan rakyat dengan pasal 1 ayat (2).

DPD maupun DPR sama sama dipilih melalui pemilu, namun kenyataannya fungsi dan kekuasaan nya berbeda. DPD tidak memiliki ORIGINAL POWER, sehingga inkoheren dan inkonsisten dengan Pembukaan UUD NKRI tahun 1945 Aline IV, dan Pasal 1 ayat (2) UUD NKRI tahun 1945 bahwa " Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD".

Juga ini tidak koherensi dan prinsip checks and balances itu sendiri.

Karena jikalau realitas nya demikian bagaimana mungkin tercipta mekanisme checks and balances dalam pembuatan undang-undang.

DPD sebagai badan legislatif yang sama sama dipilih secara langsung oleh rakyat seperti DPR akan tetapi tidak memiliki hak legislasi, hak ini inkonsisten dan inkoheren dengan asas KEDAULATAN RAKYAT.

Juga DPD hanya sebagai badan legislatif KOMPLEMENTER karena dalam hubungan dengan kekuasaan hanya merancang undang undang yang berkaitan dengan daerah.

Pasal 22 D ayat (1), juga tidak memiliki hak inisiatif yang mandiri dalam membentuk Undang-undang. Selain itu juga tidak memiliki kekuasaan pengawasan yang mandiri berdasarkan Pasal 22 D ayat (3), karena hanya dapat melakukan pengawasan dan disampaikan kepada DPR .

Kemudian DPR lah yang berwenang pengawasan yang ada pada DPD tidak punya Legitimasi yuridis, maupun politis sehingga konsekuensi nya juga tidak memiliki daya imperatif yuridis.

Berdasar kajian tersebut maka eksistensi DPD tidak memiliki peran yang signifikan dalam sistem demokrasi dalam mewujudkan prinsip mekanisme checks and balances.

Hal ini inkonsisten dan inkoheren dengan asas dalam Pembukaan UUD NKRI tahun 1945 sebagai Staatsfundamentalnorm, karena tidak meletakkan nilai nilai musyawarah - mufakat dalam mekanisme demokrasi (baca demokrasi Pancasila).

Dari persoalan persoalan di atas hubungan antara dua lembaga legislatif (Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah).

Dimana kedudukan DPD sebagai badan legislatif kontemporer (istilah Kaelan), dan tidak mempunyai original power dalam melakukan fungsi legislasi, serta tidak sesuai dengan Pembukaan UUD NKRI tahun 1945 dimana sebagai Staatsfundamentalnorm negara Indonesia, mungkin ke depan seandainya ada amendemen ke lima.

Menurut penulis keberadaan Dewan Perwakilan Daerah atau disingkat DPD tersebut untuk di evaluasi lagi kemanfaatan untuk mewujudkan negara yang adil dan makmur.

Kalau hanya perwakilan daerah yang berada di pusat mungkin cukup diserahkan oleh anggota DPD RI sesuai dengan dapil provinsi masing masing.

Hal ini dengan pertimbangan untuk efektif dan efisien kerja dan lembaga lembaga negara khususnya lembaga legislatif.

Di samping untuk mengurangi beban belanja negara, di mana lebih baik untuk membayar atau membiayai keperluan warga negara Indonesia yang memang masih perlukan guna mencapai kemakmuran dan kesejahteraan serta keadilan pembangunan.***

*) Penulis adalah Ketua Koordinator Jejaring Panca Mandala Sriwijaya Sumatera Selatan