Antara Etika dan Hukum
Opini Oleh: Albar Sentosa Subari*)
JENDELAKITA.MY.ID - Dua
variabel di atas (etika dan hukum), sering berpasangan namun juga sering
terjadi bertolak belakang.
Harapan setiap makhluk hidup selalu ingin menjaga
keharmonisan pasangan antara etika dan hukum.
Di dalam kehidupan sehari-hari sebagai anggota masyarakat
tentu hal tersebut didambakan.
Bagaimana sehingga keduanya (etika dan hukum) saling seiring
sejalan tentang ada persyaratan nya.
Prof. M. Koesno, dalam artikel berjudul Musyawarah yang
diterbitkan oleh Seri Bunga Rampai nomor 1 Fakultas Ilmu Ilmu Sosial
Universitas Indonesia dengan editor Prof. Miriam Budiardjo bahwa di dalam hidup
masyarakat hukum adat untuk selalu rukun dan damai adalah harus punya nilai
KESERASIAN sesama, dengan mempertimbangkan perasaan perasaan yang berkembang
dan hidup dalam pergaulan bermasyarakat berbangsa dan bernegara.
Secara teori ilmu hukum idealnya hukum merupakan cerminan
dari nilai-nilai etika pergaulan dalam masyarakat.
Tentu semua itu kembali ke layar belakang prinsip di mana
hukum itu akan di aplikasikan.
Contoh untuk masyarakat yang bersifat komunal seperti
masyarakat hukum adat tentu ini mudah terealisasi, karena tujuan hukum mereka
adalah mengutamakan kepentingan bersama.
Sebaliknya pada masyarakat yang yang individualisme, hal
tersebut sukar. Karena standar nya adalah unung rugi yang menjadi perhitungan
individu.
Sehingga berdampak hukum kadang kadang bertolak belakang dengan
etika.
Memang ada saja argumentasi yang digunakan bahwa Hukum itu
bicara masalah Benar atau Salah. Ukuran nya norma tertulis, apakah akan
bertentangan dengan etika atau moral bukan hal yang prinsip, yang penting
aturan demikian adanya. Walaupun mungkin aturan nya memang sudah di setting.
Etika itu bicara soal Baik / Elok dan Tidak Baik/ tidak
Elok.
Di sinilah persoalan kedua nya memang standar ukuran nya
beda.
Namun di dalam kehidupan sehari-hari diharapkan antara etika
/ moral dan hukum itu seiring sejalan menuju masyarakat adil dan makmur serta
makmur dalam berkeadilan.
Harapan tersebut tercermin dalam Press release Majelis Hukum
dan HAM Pimpinan Pusat Muhammadiyah; mengenai pernyataan keterlibatan Presiden
dan Wakil Presiden Dalam Kempanye Pemilihan Umum.
Majelis Hukum dan HAM Pimpinan Pusat Muhammadiyah dalam hal
itu menyampaikan enam butir pernyataan:
1. Presiden agar mencabut semua pernyataan yang disampaikan
beberapa waktu yang lalu mengenai keterlibatan Presiden dan Wakil Presiden
dalam berkempanye;
2. Presiden diharapkan akan menjadi tauladan;
3. Minta Bawaslu meningkatkan sensitivitas nya sebagai
lembaga pengawas pemilu!
4. Penguatan fungsi Pengawasan dari DPR RI;
5. Meminta Mahkamah Konstitusi mencatat setiap perilaku
penyelenggara negara dan penyelenggaraan pemilu yang terindikasi ada
kecurangan, untuk bahan hukum penyelesaian konflik pemilu;
6. Meningkatkan pengawasan pelaksanaan pemilu oleh
masyarakat.
Dari butir butir tersebut adalah tidak lain merupakan nilai
nilai etika di dalam berbangsa dan bernegara berdasarkan Pancasila dan UUD
NKRI tahun 1945. ***