Persoalan Kemiskinan Perkotaan
Oleh : Domingson
Mahasiswa Semester VII STAI Bumi Silampari Lubuklinggau Sumatera Selatan
Pendahuluan
Dibandingkan
dengan data pada bulan September 2019 dan Maret 2020, terdapat peningkatan
signifikan dalam jumlah penduduk miskin di Indonesia. Data menunjukkan bahwa
jumlah penduduk miskin meningkat sebesar 1,3 juta orang di wilayah perkotaan
dan sekitar 333,9 ribu orang di pedesaan. Peningkatan ini mencerminkan
perubahan yang signifikan dalam tingkat kemiskinan di berbagai wilayah.
Apabila
kita melihat data ini dari sudut pandang daerah asal penduduk miskin, terlihat
bahwa jumlah penduduk miskin di perkotaan mengalami peningkatan dari 6,56%
menjadi 7,38%, sedangkan di pedesaan, tingkat kemiskinan meningkat dari 12,60%
menjadi 12,82%. Peningkatan ini mengindikasikan bahwa masalah kemiskinan
menjadi semakin mendesak, terutama di perkotaan.
Orang
miskin yang tinggal di perkotaan sering menghadapi tantangan yang berbeda
dengan mereka yang tinggal di pedesaan. Misalnya, banyak anak muda yang
merantau ke kota untuk bekerja atau menempuh pendidikan mengalami kesulitan
finansial. Ini disebabkan oleh perbedaan harga barang dan biaya hidup yang
signifikan antara kota dan desa. Di perkotaan, harga-harga barang dan layanan
cenderung lebih tinggi, sehingga mereka yang datang dari latar belakang ekonomi
yang kurang mampu seringkali kesulitan memenuhi kebutuhan dasar mereka.
Di
sisi lain, orang miskin di pedesaan memiliki sumber daya alam seperti tanah dan
hasil pertanian yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka.
Walaupun hasil pertanian tersebut mungkin terbatas, mereka masih memiliki akses
terhadap sumber daya alam ini. Di perkotaan, uang menjadi aspek kunci dalam
memenuhi kebutuhan sehari-hari. Tanpa uang, orang miskin di kota seringkali
menghadapi kesulitan besar dalam memenuhi kebutuhan dasar mereka. Mereka
mungkin perlu mencari bantuan dari orang lain atau bahkan berhutang untuk
memenuhi kebutuhan mereka.
Selain
perbedaan ekonomi, terdapat juga perbedaan dalam tingkat kepedulian dan
interaksi sosial antara masyarakat kota dan pedesaan. Tingkat kesibukan dan
tuntutan kehidupan di kota seringkali lebih tinggi, yang cenderung memengaruhi
sifat individualitas. Masyarakat kota seringkali lebih sibuk dengan pekerjaan
dan aktivitas sehari-hari, yang bisa membuat mereka kurang memiliki waktu untuk
saling membantu atau berinteraksi dengan sesama warga. Di pedesaan, ikatan
sosial seringkali lebih erat, dan masyarakat cenderung lebih peduli satu sama
lain.
Selain
itu, masyarakat pedesaan seringkali memiliki akses yang lebih baik terhadap
sumber daya alam, seperti lahan pertanian yang cukup luas. Mereka dapat
mengandalkan sumber daya alam ini untuk memenuhi kebutuhan mereka, meskipun
hasilnya mungkin terbatas. Hal ini berbeda dengan di perkotaan, di mana
ketergantungan pada uang dan pasar ekonomi lebih besar.
Dalam
rangka mengatasi masalah kemiskinan yang semakin meningkat di kedua wilayah
ini, diperlukan upaya dan kebijakan yang berfokus pada perbedaan karakteristik
masyarakat perkotaan dan pedesaan. Selain itu, peningkatan akses terhadap
pekerjaan yang layak, pendidikan, dan akses terhadap sumber daya perlu menjadi
prioritas agar kedua kelompok ini dapat meningkatkan kualitas hidup mereka.
Peningkatan
angka kemiskinan dalam periode September 2019 hingga Maret 2020 menjadi
perhatian utama. Data menunjukkan peningkatan signifikan dalam jumlah penduduk
miskin di Indonesia dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Jumlah penduduk
miskin diperkirakan meningkat sebesar 1,3 juta orang di wilayah perkotaan,
sementara di pedesaan, peningkatannya mencapai sekitar 333,9 ribu orang. Ini
mencerminkan situasi yang semakin mendesak dalam hal kesenjangan sosial di
berbagai wilayah.
Berdasarkan
data tersebut, jika dipisahkan berdasarkan tempat asal penduduk miskin,
terlihat bahwa tingkat kemiskinan meningkat. Di perkotaan, tingkat kemiskinan
meningkat dari 6,56% menjadi 7,38%, sementara di pedesaan meningkat dari 12,60%
menjadi 12,82%. Peningkatan ini mengindikasikan bahwa masalah kemiskinan
menjadi semakin kompleks, terutama di perkotaan yang memiliki tantangan
tersendiri.[1]
Orang
miskin yang tinggal di perkotaan sering menghadapi tantangan unik. Sebagai
contoh, anak kos yang merantau ke kota untuk bekerja atau mengejar pendidikan
seringkali menghadapi kesulitan finansial. Ini disebabkan oleh perbedaan harga
barang dan biaya hidup yang signifikan antara kota dan desa. Di perkotaan,
biaya hidup cenderung lebih tinggi, dan harga barang serta layanan umum lebih
mahal. Kondisi ini menjadikan mereka yang datang dari latar belakang ekonomi
yang kurang mampu harus bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka.[2]
Di
sisi lain, orang miskin di pedesaan memiliki akses yang lebih baik terhadap
sumber daya alam, seperti lahan pertanian yang cukup luas. Walaupun hasil
pertanian tersebut mungkin terbatas, mereka masih memiliki akses terhadap
sumber daya alam ini, yang dapat membantu memenuhi kebutuhan hidup mereka. Di
perkotaan, uang menjadi aspek kunci dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari, dan
tanpa uang, orang miskin seringkali kesulitan memenuhi kebutuhan dasar mereka.
Mereka mungkin perlu mencari bantuan dari orang lain atau bahkan berhutang
untuk memenuhi kebutuhan mereka.
Selain
perbedaan ekonomi, terdapat juga perbedaan dalam tingkat kepedulian dan
interaksi sosial antara masyarakat kota dan pedesaan. Tingkat kesibukan dan
tuntutan kehidupan di kota seringkali lebih tinggi, yang cenderung memengaruhi
sifat individualitas. Masyarakat kota seringkali lebih sibuk dengan pekerjaan
dan aktivitas sehari-hari, yang bisa membuat mereka kurang memiliki waktu untuk
saling membantu atau berinteraksi dengan sesama warga. Di pedesaan, ikatan
sosial seringkali lebih erat, dan masyarakat cenderung lebih peduli satu sama
lain.
Di
samping itu, masyarakat pedesaan seringkali memiliki sumber daya alam yang
dapat mendukung kehidupan mereka. Lahan pertanian yang cukup luas dan sumber
daya alam yang melimpah dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka,
bahkan jika hasilnya terbatas. Ini berbeda dengan di perkotaan, di mana
ketergantungan pada uang dan pasar ekonomi lebih besar.
Untuk
mengatasi masalah kemiskinan yang semakin meningkat di kedua wilayah ini, perlu
ada perhatian khusus dan kebijakan yang mempertimbangkan perbedaan
karakteristik masyarakat perkotaan dan pedesaan. Peningkatan akses terhadap
pekerjaan yang layak, pendidikan, dan akses terhadap sumber daya perlu menjadi
fokus utama agar kedua kelompok ini dapat meningkatkan kualitas hidup mereka.
Metode Penelitian
Metode yang diterapkan dalam penelitian ini adalah
pendekatan kualitatif deskriptif. Pendekatan ini digunakan untuk memahami dan
menjelaskan fenomena dengan cara mendalam dan komprehensif. Dalam rangka
mencapai tujuan penelitian, peneliti melakukan serangkaian wawancara dengan
subjek penelitian dan mengumpulkan data dari berbagai sumber ilmiah seperti
jurnal dan referensi ilmiah terkait. Data yang diperoleh dari wawancara dan
sumber-sumber ilmiah tersebut kemudian dianalisis untuk memahami karakteristik,
perubahan, dan dinamika perilaku manusia. Pendekatan kualitatif deskriptif
memungkinkan peneliti untuk mempertahankan kompleksitas perilaku manusia dan
menganalisis kualitas-kualitas yang terkandung di dalamnya, tanpa mengubahnya
menjadi entitas kuantitatif yang lebih sederhana. Pendekatan ini memberikan
kerangka kerja yang tepat untuk menjelajahi serta memberikan pemahaman yang
mendalam terhadap fenomena yang menjadi fokus penelitian.[3]
PEMBAHASAN
Definisi Kemiskinan
Kemiskinan sering kali
memaksa penduduk pedesaan untuk menghadapi situasi sulit, bahkan hingga pada
titik di mana keselamatan hidup mereka terancam. Masyarakat desa seringkali
terpaksa bekerja keras untuk mencari nafkah, meskipun imbalan yang mereka
terima tidak sebanding dengan upaya yang mereka keluarkan. Contohnya, para
buruh tani di pedesaan yang harus bekerja sepanjang hari untuk menyokong
keluarga mereka sering kali menerima upah yang sangat rendah, bahkan tidak
sebanding dengan jerih payah yang mereka lakukan. Hal ini menunjukkan betapa
beratnya beban yang harus mereka tanggung demi bertahan hidup dalam kondisi
kemiskinan yang mengancam.
Kemiskinan merupakan
permasalahan yang sangat kompleks dan menetap dalam masyarakat. Mengatasi
kemiskinan memerlukan analisis yang komprehensif, melibatkan berbagai aspek
permasalahan, dan memerlukan strategi penanganan yang berkelanjutan dan jangka
panjang, bukan hanya solusi sementara. Sejumlah variabel dapat digunakan untuk
memahami akar permasalahan kemiskinan dan merumuskan strategi
penanggulangannya. Kebijakan penanggulangan kemiskinan yang efektif harus
mencakup berbagai dimensi.
Dalam dimensi pendidikan,
pendidikan yang rendah sering kali diidentifikasi sebagai salah satu penyebab
utama kemiskinan. Hal ini disebabkan oleh pentingnya pendidikan dalam membuka
peluang bagi individu dalam meningkatkan kualitas hidup mereka. Dalam dimensi
kesehatan, kualitas kesehatan yang rendah di masyarakat juga dapat menjadi
penyebab kemiskinan. Masalah kesehatan yang tidak teratasi dapat menghambat
produktivitas dan menciptakan beban finansial yang berat bagi keluarga yang
terkena dampak.
Dari segi ekonomi,
kepemilikan peralatan produktif yang terbatas, kurangnya akses terhadap
teknologi, dan kurangnya keterampilan yang diperlukan untuk pekerjaan yang
menguntungkan dapat dianggap sebagai faktor-faktor yang mendasari kemiskinan.
Oleh karena itu, solusi untuk kemiskinan harus mencakup pendidikan, perbaikan
akses kesehatan, dan pembangunan ekonomi.
Pengentasan kemiskinan
memerlukan pendekatan komprehensif yang mempertimbangkan berbagai aspek ini dan
menciptakan kebijakan yang tepat sasaran dan berkelanjutan. Dengan demikian,
upaya penanggulangan kemiskinan harus memahami permasalahan dari berbagai
dimensi agar dapat merumuskan solusi yang efektif..[4]
Kemiskinan merupakan tantangan besar di hampir seluruh
negara, termasuk Indonesia. Penyebab kemiskinan bervariasi dan dapat
memperburuk angka kemiskinan. Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS),
jumlah penduduk Indonesia mengalami penurunan pada tahun 2021 dibandingkan
dengan tahun 2020. Persentase penduduk miskin di Indonesia pada bulan September
2021 adalah sekitar 9,71%, mengalami penurunan sekitar 0,43% dibandingkan
dengan bulan Maret 2021 yang mencapai 0,48%, dibandingkan dengan bulan September
2020.
Kemiskinan adalah masalah yang sangat kompleks dan
multi-dimensi. Itu memengaruhi kehidupan jutaan orang dan memiliki dampak yang
mendalam pada masyarakat. Kemiskinan bukan hanya masalah ekonomi, tetapi juga
masalah sosial dan kesejahteraan. Hal ini berkaitan erat dengan kurangnya akses
terhadap pendidikan berkualitas, perawatan kesehatan yang memadai, peluang
kerja yang layak, serta infrastruktur dan layanan dasar. Selain itu,
ketidaksetaraan dalam distribusi kekayaan dan sumber daya juga berkontribusi
pada masalah kemiskinan.
Untuk mengatasi kemiskinan, diperlukan upaya yang
berkelanjutan dan berbasis data. Kebijakan yang efektif harus mencakup
pemberian akses pendidikan yang lebih baik, peluang kerja yang layak, perawatan
kesehatan yang terjangkau, serta dukungan sosial bagi mereka yang
membutuhkannya. Selain itu, distribusi sumber daya dan kekayaan perlu
diperbaiki untuk mengurangi kesenjangan sosial dan ekonomi. Dengan pendekatan
yang komprehensif dan kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan
masyarakat, permasalahan kemiskinan dapat diatasi dengan lebih efektif..[5]
Secara etimologis, kata "kemiskinan" memiliki
akar dari kata "miskin," yang menggambarkan seseorang yang tidak
memiliki harta benda dan hidup dalam kekurangan. Namun, Badan Pusat Statistik
(BPS) mendefinisikan kemiskinan sebagai sebuah kondisi di mana individu atau
keluarga tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar minimum yang diperlukan untuk
menjalani kehidupan yang layak. Definisi ini mencakup berbagai aspek kehidupan,
termasuk akses terhadap makanan, perumahan, pendidikan, perawatan kesehatan,
serta pekerjaan yang layak. Dengan demikian, kemiskinan bukan hanya tentang
kurangnya harta benda, tetapi juga tentang ketidakmampuan individu atau
keluarga untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka, yang mencakup kehidupan yang
sehat, pendidikan, dan standar hidup yang layak.[6]
Kemiskinan merupakan keadaan di mana seseorang atau
kelompok tidak memiliki cukup sumber daya untuk memenuhi kebutuhan dasar
seperti makanan, pakaian, tempat tinggal, pendidikan, dan pelayanan kesehatan.
Kemiskinan terjadi ketika ada kekurangan alat pemenuhan kebutuhan dasar atau
kesulitan dalam mengakses pendidikan dan pekerjaan. Ini merupakan masalah
global yang dihadapi oleh seluruh negara di dunia. Beberapa orang memahami
kemiskinan dengan sudut pandang komparatif dan subyektif, sementara yang lain
melihatnya dari perspektif evaluatif, moral, dan sudut pandang ilmiah.
Kemiskinan dapat didefinisikan dalam berbagai perspektif.
Dalam pemahaman utama mengenai kemiskinan, terdapat beberapa aspek yang
mencakup: a). Kekurangan Materi: Salah
satu pemahaman mengenai kemiskinan adalah bahwa individu atau keluarga
mengalami kekurangan materi, seperti kebutuhan pangan sehari-hari, pakaian,
perumahan, dan layanan kesehatan. Kemiskinan dalam konteks ini merujuk pada
situasi di mana seseorang atau keluarga menghadapi kelangkaan dalam akses
terhadap layanan dasar dan barang-barang yang diperlukan untuk memenuhi
kebutuhan dasar mereka. b).Kekurangan Sosial: Aspek lain dari pemahaman kemiskinan
adalah ketidakmampuan seseorang untuk berpartisipasi penuh dalam masyarakat,
sering kali disebabkan oleh ketergantungan, kekucilan sosial, dan kurangnya
akses terhadap informasi dan pendidikan. Dalam hal ini, kemiskinan mencakup
aspek sosial yang mencakup ketergantungan, keterkucilan, dan ketidakmampuan
untuk berkontribusi secara aktif dalam kehidupan sosial. c). Kekurangan Pendapatan: Kemiskinan juga bisa dimaknai
sebagai kurangnya pendapatan dan kekayaan yang memadai. Namun, pengertian kata
"memadai" dalam konteks ini memiliki interpretasi yang bervariasi
tergantung pada aspek ekonomi dan politik di berbagai negara. Beberapa orang
mungkin mengatasi kekurangan pendapatan ini dengan mencari penghasilan di luar
pekerjaan utama mereka secara sah, meskipun beberapa institusi tempat mereka
bekerja mungkin melarang tindakan tersebut.
Dengan demikian, pemahaman mengenai kemiskinan dapat
mencakup aspek-aspek seperti kekurangan materi, kekurangan sosial, dan
kekurangan pendapatan. Pendekatan ini memungkinkan kita untuk melihat
kemiskinan dari berbagai sudut pandang dan untuk merancang strategi
penanggulangan yang lebih komprehensif.
Faktor penyebab kemiskinan di perkotaan
Penyebab Kemiskinan
Penyebab kemiskinan dapat dibagi menjadi dua faktor, yaitu
faktor internal dan eksternal. Pertama, faktor internal meliputi: a). Sikap: Sikap mencakup
keadaan pikiran dan jiwa seseorang yang mempengaruhi tanggapan terhadap objek
tertentu melalui pengalaman. Sikap seseorang dapat dipengaruhi oleh kebiasaan,
budaya, lingkungan sosial, dan tradisi. b). Pengalaman dan Pengamatan: Pengalaman seseorang, yang
dapat diperoleh dari tindakan di masa lalu atau pembelajaran, memengaruhi
pengamatan sosial mereka terhadap perilaku. Pengalaman dan pengamatan membentuk
cara seseorang memahami dunia. c). Kepribadian: Kepribadian
mencakup karakteristik individu yang memengaruhi perilaku mereka. Setiap
individu memiliki pola perilaku yang berbeda, yang dipengaruhi oleh kepribadian
mereka. d). Konsep Diri: Konsep diri
mencerminkan pandangan individu terhadap diri mereka sendiri dan dapat
memengaruhi cara mereka menghadapi masalah dalam hidup. Ini merupakan dasar
bagi perilaku individu. e). Motif: Motif melibatkan
kebutuhan individu, seperti kebutuhan akan rasa aman dan prestise. Motif yang
dominan dapat membentuk gaya hidup individu. f). Persepsi: Persepsi adalah
proses di mana individu mengatur, memilih, dan menginterpretasikan informasi
untuk membentuk pemahaman tentang dunia sekitarnya.
Semua faktor internal ini dapat berperan dalam
pembentukan perilaku individu dan memengaruhi kehidupan mereka. Dalam konteks
kemiskinan, faktor-faktor ini dapat mempengaruhi kemampuan seseorang untuk
mengatasi tantangan ekonomi dan sosial. Namun, faktor internal ini juga dapat
berinteraksi dengan faktor eksternal untuk menghasilkan dampak yang lebih
kompleks terhadap kondisi kemiskinan. Faktor eksternal yang
berperan dalam memengaruhi kemiskinan meliputi: a). Kelompok Referensi
Kelompok referensi adalah kelompok yang memiliki pengaruh langsung maupun tidak
langsung terhadap perilaku dan sikap seseorang. Kelompok referensi yang
memberikan pengaruh langsung adalah kelompok di mana individu menjadi anggota
dan berinteraksi secara aktif. Kelompok referensi yang memberikan pengaruh
tidak langsung adalah kelompok di mana individu tidak menjadi anggota, tetapi
pengaruhnya tetap dirasakan. b). Keluarga Keluarga memiliki peran penting dalam pembentukan pola
perilaku dan sikap individu. Pola asuh dari orang tua dapat membentuk kebiasaan
anak, yang pada gilirannya memengaruhi pola hidup mereka. Keluarga memainkan
peran terbesar dalam pengaruh sosial individu dan dapat mempengaruhi kondisi
ekonomi seseorang. c). Kelas Sosial Kelas sosial
adalah kelompok yang relatif stabil dan homogen. Anggotanya memiliki tingkat
minat, nilai, dan tingkah laku yang serupa. Kelas sosial sering kali berurutan
dalam hierarki dan memengaruhi akses individu ke sumber daya ekonomi,
pendidikan, dan pekerjaan. d). Kebudayaan Kebudayaan mencakup norma, nilai, dan praktik yang dianut
oleh masyarakat. Hal ini termasuk sistem kepercayaan, moral, adat istiadat,
pengetahuan, seni, hukum, dan kebiasaan yang membentuk cara individu
berinteraksi dalam masyarakat. Kebudayaan dapat memengaruhi pilihan pekerjaan,
pendidikan, dan gaya hidup individu.
Faktor-faktor eksternal ini dapat berkontribusi pada
penyebab kemiskinan dengan memengaruhi akses individu ke peluang ekonomi,
pendidikan, dan layanan kesehatan. Mereka juga dapat membentuk sikap dan
perilaku individu terhadap uang, tabungan, dan investasi dalam konteks sosial
dan budaya yang lebih luas. Faktor-faktor eksternal ini seringkali berinteraksi
dengan faktor internal individu untuk membentuk kondisi kemiskinan yang
kompleks.[7]
Faktor Penyebab
Kemiskinan Perkotaan
Laju Pertumbuhan Penduduk yang Tinggi
Angka kelahiran yang tinggi di suatu kota dapat memiliki
konsekuensi pada pertumbuhan penduduk yang cepat di perkotaan tersebut.
Pertumbuhan penduduk yang cepat dapat menyebabkan masalah kurangnya lapangan
pekerjaan, terutama karena jumlah lapangan pekerjaan terbatas, sementara banyak
masyarakat memerlukan pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan
kebutuhan pokok.
Selain itu, ketika pertumbuhan penduduk berlangsung
cepat, namun pertumbuhan ekonomi tidak mampu mengimbanginya, maka angka kemiskinan
di perkotaan cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Ini disebabkan oleh
tekanan pada sumber daya ekonomi dan layanan sosial yang tidak dapat mengikuti
pertumbuhan penduduk yang cepat. Permasalahan ini semakin diperparah dengan
kurangnya lapangan pekerjaan yang tidak dapat menyerap pertumbuhan penduduk
secara memadai.
Karena itu, kendali atas angka kelahiran, pertumbuhan
penduduk, dan pertumbuhan ekonomi menjadi penting dalam upaya mengatasi masalah
kemiskinan di perkotaan. Diperlukan kebijakan dan strategi yang holistik untuk
menghadapi tantangan ini, termasuk pendidikan, pelatihan kerja, serta
pembangunan ekonomi yang berkelanjutan untuk menciptakan lapangan pekerjaan
yang memadai bagi penduduk perkotaan.
Masyarakat Pengangguran Meningkat
Laju pertumbuhan penduduk yang sangat tinggi dapat
menyebabkan lapangan pekerjaan menjadi terbatas, yang pada gilirannya
meningkatkan jumlah pengangguran. Semakin banyak pengangguran, maka kemungkinan
angka kemiskinan pun akan meningkat.
Laju pertumbuhan penduduk yang tinggi memang merupakan
salah satu faktor yang dapat berdampak pada keterbatasan lapangan kerja. Ketika
jumlah penduduk tumbuh secara signifikan, permintaan akan pekerjaan juga
meningkat. Namun, jika pertumbuhan lapangan kerja tidak sejalan dengan pertumbuhan
penduduk, maka dapat terjadi ketidakcocokan antara jumlah pekerja yang mencari
pekerjaan dan lapangan kerja yang tersedia.
Dampak yang muncul dari situasi ini adalah peningkatan
angka pengangguran. Semakin banyak individu yang tidak dapat menemukan
pekerjaan yang sesuai dengan kualifikasi atau keahlian mereka, maka angka
pengangguran pun meningkat. Hal ini dapat mengakibatkan tekanan ekonomi pada
masyarakat karena mereka menghadapi kesulitan dalam mencari penghasilan yang
stabil.
Lebih jauh, meningkatnya jumlah pengangguran juga dapat
menjadi pemicu peningkatan angka kemiskinan. Ketika seseorang kehilangan
pekerjaan atau tidak dapat menemukan pekerjaan yang layak, pendapatannya
berkurang atau bahkan hilang sama sekali. Ini berdampak pada kemampuan mereka
untuk memenuhi kebutuhan dasar, seperti makanan, tempat tinggal, dan akses ke
layanan kesehatan. Oleh karena itu, angka kemiskinan di masyarakat dapat
meningkat karena adanya pengangguran yang lebih tinggi.
Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah dan berbagai
pemangku kepentingan harus bekerja sama dalam menciptakan lapangan kerja yang
cukup dan beragam untuk mengakomodasi pertumbuhan penduduk yang tinggi. Selain
itu, program pelatihan keterampilan dan pendidikan yang relevan dengan pasar
kerja dapat membantu meningkatkan kualifikasi individu dan memberikan akses
yang lebih baik ke pekerjaan. Dengan demikian, langkah-langkah ini dapat
membantu mengurangi angka pengangguran dan dampak negatifnya pada angka
kemiskinan di masyarakat.
Pendidikan yang Rendah
Angka putus sekolah di perkotaan telah meningkat
signifikan, terutama di kalangan remaja. Hal ini menyebabkan rendahnya tingkat
pendidikan mereka dan keterbatasan pengetahuan serta keterampilan. Akibatnya,
mereka kesulitan mencari pekerjaan, terutama di lingkungan yang kompetitif di
perkotaan.
Kendala pendidikan ini membuat mereka kalah bersaing
dengan individu yang memiliki pendidikan lebih tinggi. Untuk mengatasi masalah
ini dan mengurangi kemiskinan di perkotaan, penting untuk memberikan akses
pendidikan yang lebih baik kepada anak-anak di perkotaan. Dengan begitu, mereka
memiliki peluang yang lebih baik di pasar kerja.
Hasil survei yang menunjukkan peningkatan angka putus
sekolah di kota merupakan isu serius dalam dunia pendidikan. Fenomena ini menciptakan
berbagai masalah yang mendalam yang memengaruhi masa depan anak-anak remaja.
Peningkatan angka putus sekolah berdampak pada pendidikan yang terbatas dan
rendah bagi generasi muda. Keterbatasan dalam pendidikan ini pada gilirannya
dapat membatasi bakat dan keterampilan anak-anak, serta mereduksi wawasan dan
pengetahuan mereka.
Dampak paling langsung dari kurangnya pendidikan adalah
kesulitan dalam mencari pekerjaan. Ketika generasi muda tidak memiliki akses ke
pendidikan yang baik, mereka akan menghadapi hambatan untuk memasuki pasar
kerja. Mereka mungkin tidak memiliki kualifikasi yang diperlukan untuk
pekerjaan yang baik, yang membatasi peluang mereka untuk berkembang dalam karir
mereka.
Selain itu, terbatasnya pendidikan juga berdampak pada wawasan
dan pengetahuan yang terbatas. Anak-anak yang tidak memiliki akses ke
pendidikan yang berkualitas mungkin tidak memiliki pemahaman yang luas tentang
dunia di sekitar mereka. Mereka mungkin tidak memiliki pengetahuan tentang
isu-isu penting seperti ilmu pengetahuan, teknologi, budaya, dan masalah
sosial. Hal ini dapat menghambat kemampuan mereka untuk berpartisipasi dalam
perkembangan masyarakat secara positif.
Penting untuk diingat bahwa masyarakat yang berpendidikan
rendah akan menghadapi tantangan yang lebih besar dalam bersaing dalam
lingkungan kerja dan dalam usaha. Di era yang semakin kompetitif ini,
pendidikan menjadi kunci untuk menciptakan peluang dan mobilitas sosial.
Orang-orang yang memiliki pendidikan yang baik cenderung memiliki akses yang
lebih baik ke pekerjaan yang stabil dan upah yang lebih tinggi.
Selain itu, peningkatan angka pengangguran akibat
kurangnya pendidikan dapat berdampak pada tingkat kemiskinan. Ketika
individu-individu muda menghadapi kesulitan dalam mendapatkan pekerjaan yang
layak, ini dapat mengakibatkan penurunan pendapatan dan keterbatasan akses
terhadap sumber daya ekonomi. Akibatnya, tingkat kemiskinan di masyarakat akan
cenderung meningkat, menciptakan ketidaksetaraan sosial dan ekonomi yang lebih
besar.
Dalam rangka mengatasi tantangan ini, perlu ada upaya
bersama dari pemerintah, sekolah, dan masyarakat. Investasi dalam pendidikan
yang berkualitas dan akses yang lebih luas dapat membantu mengurangi angka
putus sekolah. Program-program pendukung, seperti beasiswa dan bantuan
pendidikan, juga dapat membantu anak-anak dari latar belakang yang kurang mampu
untuk tetap berada di jalur pendidikan. Selain itu, pendekatan yang inklusif
untuk pendidikan yang memperhatikan kebutuhan khusus anak-anak dan memberikan
pembelajaran yang relevan dengan dunia kerja masa depan adalah langkah-langkah
penting untuk mengatasi masalah ini. Dengan demikian, masyarakat dapat
mengurangi dampak negatif putus sekolah pada kemiskinan dan memastikan bahwa
anak-anak memiliki peluang yang lebih baik dalam masa depan.
Distribusi Pendapatan yang Tidak Merata
Ketidakmerataan dalam distribusi pendapatan dapat
mengakibatkan ketimpangan dalam kepemilikan sumber daya. Masyarakat dengan
pendapatan rendah dan sumber daya yang terbatas seringkali berada di bawah
garis kemiskinan.
Distribusi pendapatan yang tidak merata adalah masalah
serius yang mempengaruhi berbagai aspek masyarakat. Ketidakmerataan dalam
distribusi pendapatan berarti bahwa sebagian kecil dari populasi memiliki akses
dan kepemilikan sumber daya yang jauh lebih besar daripada mayoritas
masyarakat. Dampaknya menciptakan ketimpangan yang signifikan dalam kepemilikan
sumber daya dan peluang di masyarakat.
Ketika sebagian kecil masyarakat memiliki kontrol atas
sumber daya yang besar, hal ini cenderung mengisolasi masyarakat yang memiliki
sumber daya yang terbatas. Mereka sering kali terjebak dalam kemiskinan dan
ketidaksetaraan ekonomi. Dalam konteks ini, masyarakat yang memiliki sumber
daya yang terbatas, serta pendapatan yang rendah, cenderung berada di bawah
garis kemiskinan. Mereka mungkin tidak memiliki akses yang memadai ke makanan,
perumahan, layanan kesehatan, atau pendidikan yang berkualitas.
Akibatnya, masyarakat ini mungkin menghadapi tantangan
ekonomi yang berat. Mereka mungkin tidak memiliki akses yang memadai ke
pekerjaan yang stabil dan upah yang layak. Selain itu, kurangnya sumber daya
dan peluang dapat menciptakan siklus kemiskinan yang sulit dipatahkan.
Anak-anak yang tumbuh dalam lingkungan ini cenderung mewarisi ketidaksetaraan dan
menghadapi kendala dalam mencapai potensi mereka.
Selain itu, ketimpangan dalam kepemilikan sumber daya
juga dapat menciptakan ketidaksetaraan dalam akses ke layanan dasar seperti
pendidikan dan layanan kesehatan. Masyarakat yang memiliki pendapatan rendah
cenderung memiliki akses yang terbatas ke pendidikan berkualitas, yang dapat
mengurangi peluang mereka untuk berkembang dalam karir mereka. Kurangnya akses
ke layanan kesehatan berkualitas juga dapat mengakibatkan ketidaksetaraan dalam
kesejahteraan dan harapan hidup.
Untuk mengatasi masalah ini, penting bagi pemerintah dan
berbagai pemangku kepentingan untuk mengambil langkah-langkah yang mendukung
distribusi pendapatan yang lebih adil. Ini termasuk kebijakan yang mendukung
pajak yang adil, pemberdayaan ekonomi masyarakat yang rentan, dan peningkatan
akses ke pendidikan dan layanan kesehatan. Upaya untuk mengurangi ketimpangan
ekonomi juga perlu mencakup perlindungan hak-hak pekerja, pendukungan bagi
usaha kecil dan menengah, serta program-program yang membantu masyarakat yang
berada di bawah garis kemiskinan.
Dengan langkah-langkah ini, masyarakat dapat mengurangi
ketimpangan ekonomi, menciptakan peluang yang lebih adil, dan memastikan bahwa
sumber daya ekonomi dan peluang yang lebih besar didistribusikan secara merata
di masyarakat. Ini bukan hanya langkah penting untuk mengurangi kemiskinan,
tetapi juga untuk menciptakan masyarakat yang lebih stabil dan berkelanjutan
secara ekonomi.
Dampak Kemiskinan
Kemiskinan, sebagai salah satu masalah sosial, berdampak
pada individu dan masyarakat secara luas. Selain itu, kemiskinan juga dapat
menimbulkan sejumlah dampak lainnya, yang akan dijelaskan selanjutnya. [8]
Kemiskinan adalah permasalahan sosial yang memiliki
dampak yang luas, baik pada individu maupun masyarakat secara keseluruhan.
Dampak-dampak ini menciptakan tantangan dan konsekuensi yang kompleks yang
memengaruhi berbagai aspek kehidupan.
Dampak pertama dari kemiskinan adalah dampak pada
kesejahteraan individu. Individu yang hidup dalam kemiskinan sering mengalami
kesulitan dalam memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, dan tempat
tinggal. Mereka mungkin memiliki akses yang terbatas ke layanan kesehatan dan
pendidikan. Dampak ini dapat berdampak negatif pada kesehatan fisik dan mental
individu serta memberikan tekanan finansial yang berat.
Selain itu, kemiskinan juga dapat memengaruhi pendidikan.
Anak-anak dari keluarga miskin cenderung menghadapi kesulitan dalam mengakses
pendidikan yang berkualitas. Mereka mungkin tidak memiliki akses yang memadai
ke buku-buku, peralatan sekolah, atau guru yang berkualitas. Dampak ini dapat
menghambat perkembangan pendidikan anak-anak dan memberikan dampak jangka
panjang pada mobilitas sosial.
Kemiskinan juga menciptakan tantangan dalam hal akses ke
layanan kesehatan. Individu yang hidup dalam kemiskinan mungkin tidak mampu
membayar perawatan medis yang diperlukan, dan ini dapat mengakibatkan penundaan
perawatan atau bahkan ketidakmampuan untuk menerima perawatan yang sesuai.
Dampak ini dapat berdampak pada kesehatan yang buruk dan harapan hidup yang
lebih rendah.
Dampak sosial dari kemiskinan juga signifikan. Kemiskinan
dapat menciptakan ketidaksetaraan dalam masyarakat, memperdalam divisi sosial,
dan menciptakan ketegangan sosial. Individu dan komunitas yang hidup dalam
kemiskinan mungkin menghadapi stigma dan diskriminasi, yang dapat menghambat
partisipasi mereka dalam masyarakat.
Selain itu, kemiskinan juga dapat menciptakan lingkungan
yang kurang aman. Individu yang hidup dalam kemiskinan mungkin menghadapi
risiko yang lebih tinggi terkait kejahatan dan ketidakamanan. Ini dapat
menciptakan siklus ketidakamanan dan mereduksi kualitas hidup.
Untuk mengatasi dampak-dampak kemiskinan, diperlukan
upaya yang komprehensif dari pemerintah, masyarakat sipil, dan berbagai
lembaga. Ini termasuk kebijakan yang mendukung jaring pengaman sosial, upaya
untuk meningkatkan akses ke pendidikan dan layanan kesehatan, serta
program-program yang membantu individu dan komunitas untuk mengatasi
kemiskinan. Dengan upaya bersama, kita dapat bekerja menuju masyarakat yang
lebih adil dan inklusif, di mana dampak-dampak kemiskinan dapat diatasi dan
kesejahteraan individu serta masyarakat dapat ditingkatkan.
Meningkatnya Kriminalitas di Perkotaan
Kemiskinan seringkali menjadi salah satu pemicu
kriminalitas. Hal ini disebabkan oleh kebutuhan masyarakat miskin untuk
memenuhi kebutuhan dasar mereka, yang kadang-kadang mendorong mereka ke
tindakan kriminal seperti penipuan, pencurian, perampokan, dan bahkan
pembunuhan.
Kemiskinan memang seringkali menjadi faktor yang
berkontribusi terhadap peningkatan tingkat kriminalitas dalam masyarakat. Ini
disebabkan oleh beberapa faktor yang berkaitan dengan ketidakmampuan individu
atau keluarga miskin dalam memenuhi kebutuhan dasar mereka.
Pertama-tama, individu yang hidup dalam kemiskinan sering
kali mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan pokok seperti makanan, tempat
tinggal, dan pakaian. Tekanan ekonomi yang berat ini dapat memicu keinginan
individu untuk mencari cara cepat dan ilegal untuk memenuhi kebutuhan mereka.
Mereka mungkin merasa terjebak dalam situasi di mana kriminalitas adalah
satu-satunya opsi yang mereka miliki untuk bertahan hidup.
Selain itu, akses terbatas ke pendidikan dan pelatihan
pekerjaan yang berkualitas juga dapat mengarah pada peningkatan tingkat
kriminalitas. Individu yang kurang pendidikan dan keterampilan yang diperlukan
untuk mendapatkan pekerjaan yang stabil dan upah yang layak mungkin lebih
rentan terhadap pengangguran. Dalam situasi ini, beberapa individu mungkin
melihat kriminalitas sebagai alternatif yang lebih menarik daripada menganggur.
Bentuk kriminalitas yang dilakukan oleh individu miskin
dapat bervariasi, termasuk penipuan, pencurian, perampokan, dan bahkan
pembunuhan. Upaya kriminal ini seringkali dipicu oleh dorongan untuk memperoleh
barang berharga atau uang dengan cepat. Karena individu miskin seringkali
memiliki keterbatasan dalam akses ke pekerjaan yang stabil dan pendapatan yang
mencukupi, mereka mungkin merasa terdorong untuk terlibat dalam tindakan
kriminal sebagai cara untuk memenuhi kebutuhan mereka.
Penting untuk diingat bahwa kriminalitas yang terkait
dengan kemiskinan bukanlah solusi jangka panjang yang berkelanjutan. Meskipun
tindakan kriminal mungkin memberikan keuntungan sebentar, konsekuensi hukum dan
sosial jangka panjang biasanya jauh lebih merugikan. Dalam jangka panjang,
kriminalitas hanya akan memperdalam ketidaksetaraan dan ketidakstabilan ekonomi
masyarakat.
Untuk mengatasi kriminalitas yang terkait dengan
kemiskinan, diperlukan pendekatan yang holistik. Ini mencakup upaya untuk
mengurangi kemiskinan melalui kebijakan sosial dan ekonomi yang mendukung
jaring pengaman sosial, peningkatan akses ke pendidikan dan pelatihan
pekerjaan, serta program-program rehabilitasi dan reintegrasi sosial untuk
mantan narapidana. Dengan langkah-langkah ini, kita dapat bekerja menuju
masyarakat yang lebih adil dan aman, di mana individu miskin memiliki peluang
yang lebih baik untuk mengatasi tantangan ekonomi mereka tanpa harus terlibat
dalam kriminalitas.
Angka Kematian Meningkat
Masyarakat yang hidup dalam kemiskinan seringkali
kesulitan mendapatkan akses pelayanan kesehatan yang memadai untuk diri mereka
dan keluarganya. Keterbatasan akses ini dapat berdampak negatif pada angka
kematian di kalangan masyarakat miskin.
Ketidakmampuan masyarakat miskin untuk memenuhi kebutuhan
pokok mereka memiliki dampak serius pada akses mereka ke layanan kesehatan yang
memadai. Kesehatan adalah aspek penting dalam kehidupan individu dan keluarga,
dan ketidakmampuan untuk mendapatkan akses yang memadai ke perawatan kesehatan
dapat memiliki konsekuensi yang berat.
Ketika individu atau keluarga miskin tidak mampu memenuhi
kebutuhan pokok seperti makanan, tempat tinggal, dan pakaian, perawatan
kesehatan sering kali menjadi prioritas kedua. Mereka mungkin merasa terdorong
untuk mengorbankan kesehatan mereka demi memenuhi kebutuhan dasar mereka. Ini
berarti bahwa mereka mungkin menunda atau mengabaikan perawatan medis yang
diperlukan, bahkan dalam situasi darurat. Dampaknya adalah bahwa penyakit atau
kondisi kesehatan yang dapat dicegah atau diobati dengan cepat dapat menjadi
lebih serius atau bahkan fatal.
Angka kematian dalam populasi miskin seringkali lebih
tinggi daripada populasi yang lebih makmur. Ketidakmampuan untuk mendapatkan
akses yang memadai ke perawatan kesehatan dapat meningkatkan angka kematian,
terutama dalam hal kondisi medis yang dapat dicegah atau diobati. Kondisi
seperti penyakit menular, gangguan pernapasan, malnutrisi, dan penyakit menular
lainnya dapat menjadi lebih merajalela di antara masyarakat miskin.
Dampaknya tidak hanya berdampak pada individu, tetapi
juga pada masyarakat secara keseluruhan. Meningkatnya angka kematian di antara
masyarakat miskin dapat mengurangi harapan hidup rata-rata di suatu daerah, dan
ini memiliki dampak sosial dan ekonomi yang luas. Lebih banyak anak yatim piatu
dan keluarga yang terpukul oleh kematian yang tidak perlu. Selain itu, beban
sistem kesehatan juga bisa meningkat karena masyarakat miskin cenderung
mengakses perawatan medis pada tahap penyakit yang lebih lanjut dan lebih
mahal.
Untuk mengatasi dampak kesehatan kemiskinan, penting
untuk mengambil langkah-langkah yang mendukung akses kesehatan yang merata. Ini
mencakup penyediaan layanan kesehatan yang terjangkau dan mudah diakses, serta
edukasi kesehatan yang mendorong masyarakat untuk mencari perawatan saat
diperlukan. Selain itu, kebijakan yang mendukung jaring pengaman sosial dan
pemenuhan kebutuhan dasar juga dapat membantu mengurangi tekanan ekonomi pada
individu dan keluarga, sehingga mereka dapat lebih fokus pada kesehatan mereka.
Dengan upaya bersama, kita dapat bekerja menuju masyarakat yang lebih sehat dan
lebih adil, di mana akses kesehatan tidak lagi menjadi hak yang terbatas.
Akses Mendapatkan Pendidikan Tertutup
Di negara-negara berkembang seperti Indonesia, biaya
pendidikan seringkali tinggi, sehingga menyulitkan masyarakat miskin untuk
mengakses pendidikan. Ini merupakan ironi karena tingkat pendidikan yang rendah
juga menjadi salah satu penyebab kemiskinan. Keterbatasan akses pendidikan ini
bisa memperburuk masalah kemiskinan di berbagai daerah atau negara.
Biaya pendidikan yang tinggi di negara-negara berkembang,
seperti Indonesia, memang menjadi salah satu faktor yang menghambat akses
masyarakat miskin untuk mendapatkan pendidikan yang berkualitas. Hal ini
membawa dampak serius karena pendidikan memiliki peran kunci dalam mengatasi
kemiskinan dan merangsang pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Pertama-tama, biaya pendidikan yang tinggi dapat menjadi
hambatan nyata bagi masyarakat miskin untuk mengakses pendidikan. Mereka
mungkin tidak mampu membayar biaya sekolah, buku pelajaran, seragam, atau
bahkan transportasi ke sekolah. Dampaknya adalah bahwa anak-anak dari keluarga
miskin mungkin terpaksa putus sekolah atau bahkan tidak pernah menginjakkan
kaki ke sekolah. Ini menciptakan siklus kemiskinan yang sulit untuk dipecahkan,
karena rendahnya tingkat pendidikan dapat membatasi peluang pekerjaan di masa
depan.
Selain itu, akses terbatas ke pendidikan dapat berdampak
pada kualitas tenaga kerja di suatu negara. Ketika sebagian besar penduduk
tidak memiliki akses ke pendidikan yang berkualitas, potensi ekonomi suatu
negara tidak dapat dimaksimalkan. Ini dapat mengurangi produktivitas tenaga
kerja dan pertumbuhan ekonomi. Dampak ini dapat memperparah ketidaksetaraan
ekonomi dan ketidaksetaraan peluang di dalam masyarakat.
Tidak hanya itu, akses terbatas ke pendidikan juga dapat
mengurangi mobilitas sosial. Individu yang tidak memiliki akses ke pendidikan yang
baik cenderung tetap berada dalam lingkaran kemiskinan, tanpa peluang untuk
meningkatkan taraf hidup mereka. Hal ini juga berdampak pada ketidaksetaraan
sosial yang lebih luas dalam masyarakat.
Untuk mengatasi dampak biaya pendidikan yang tinggi pada kemiskinan,
diperlukan langkah-langkah kebijakan yang mendukung akses pendidikan yang lebih
merata. Ini mencakup program beasiswa, bantuan pendidikan, dan upaya untuk
meningkatkan kualitas pendidikan di daerah pedesaan. Selain itu, pendekatan
pendidikan jarak jauh dan teknologi pendidikan dapat membantu mengatasi
tantangan akses pendidikan di daerah terpencil. Dengan langkah-langkah ini,
kita dapat bekerja menuju masyarakat yang lebih adil, di mana pendidikan adalah
hak yang dapat diakses oleh semua individu, tanpa memandang latar belakang
ekonomi mereka.
Meningkatnya Angka Pengangguran
Masyarakat yang kurang mampu seringkali kesulitan
mengakses pendidikan yang memadai. Karena itu, mereka menghadapi persaingan
sulit dengan individu yang lebih berkecukupan secara ekonomi dalam mencari
pekerjaan. Kendala ini dapat memicu peningkatan angka pengangguran.
Ketidakmampuan masyarakat miskin untuk mendapatkan akses
pendidikan yang layak merupakan salah satu tantangan serius yang dihadapi oleh
banyak negara, terutama di negara-negara berkembang. Akses terbatas ke
pendidikan memiliki konsekuensi yang mendalam pada individu dan masyarakat
luas.
Pertama-tama, ketika individu miskin kesulitan untuk
mendapatkan pendidikan yang layak, mereka cenderung memiliki keterbatasan dalam
pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk bersaing di pasar kerja.
Mereka mungkin tidak memiliki kualifikasi atau sertifikasi yang diakui oleh
pengusaha, yang dapat menghambat kemampuan mereka untuk mendapatkan pekerjaan
yang layak. Akibatnya, mereka mungkin terjebak dalam pekerjaan yang berbayar
rendah atau pekerjaan sementara yang tidak menawarkan jaminan keamanan ekonomi.
Selain itu, rendahnya tingkat pendidikan dalam populasi
miskin juga dapat berdampak negatif pada pertumbuhan ekonomi suatu negara.
Penduduk yang kurang pendidikan cenderung memiliki produktivitas kerja yang
lebih rendah, yang pada gilirannya dapat membatasi pertumbuhan ekonomi. Mereka
mungkin juga tidak memiliki akses yang memadai ke peluang pekerjaan yang lebih
menjanjikan, seperti pekerjaan di sektor-sektor yang memerlukan keterampilan
khusus.
Ketidakmampuan untuk bersaing di pasar kerja juga dapat
menyebabkan peningkatan angka pengangguran di kalangan masyarakat miskin.
Mereka mungkin berjuang untuk mendapatkan pekerjaan yang stabil dan upah yang
layak, yang pada gilirannya dapat memicu peningkatan angka pengangguran di
daerah tersebut. Pengangguran adalah masalah serius karena dapat mengarah pada
kemiskinan yang lebih dalam dan masalah sosial yang lebih luas.
Untuk mengatasi tantangan ini, diperlukan tindakan yang
mendukung akses pendidikan yang lebih merata. Ini mencakup penyediaan beasiswa,
bantuan pendidikan, dan program-program yang meningkatkan kualitas pendidikan
di daerah-daerah yang kurang berkembang. Selain itu, program pelatihan
keterampilan yang sesuai dengan kebutuhan pasar tenaga kerja lokal dapat
membantu meningkatkan peluang pekerjaan bagi individu miskin. Dengan
langkah-langkah ini, kita dapat bekerja menuju masyarakat yang lebih inklusif,
di mana setiap individu memiliki kesempatan yang sama untuk mendapatkan
pendidikan dan mencapai potensi penuh mereka.
Konflik yang Terjadi di
Masyarakat akan Bermunculan
Individu yang berada dalam kondisi ekonomi yang kurang
menguntungkan seringkali mengalami perlakuan yang berbeda dibandingkan dengan
individu yang lebih berkecukupan. Hal ini termasuk kendala dalam mengakses
fasilitas tertentu. Perbedaan perlakuan ini menciptakan kesenjangan dalam
masyarakat yang dapat memicu konflik dan timbulnya rasa cemburu.
Kesenjangan sosial yang terjadi di masyarakat, terutama
antara masyarakat miskin dan kaya, seringkali menciptakan ketidaksetaraan dalam
hal akses ke fasilitas dan pelayanan. Kondisi ini menciptakan perasaan
ketidakpuasan dan ketidakadilan di antara individu yang berada di kedudukan
sosial yang berbeda. Hal ini, pada gilirannya, dapat memicu konflik di
kehidupan masyarakat.
Salah satu contoh yang paling nyata adalah akses ke
fasilitas kesehatan. Masyarakat kaya atau berkecukupan seringkali dapat
mengakses layanan kesehatan yang lebih baik, termasuk akses ke rumah sakit
swasta yang lebih canggih dan perawatan medis yang lebih mahal. Sementara itu,
masyarakat miskin mungkin hanya memiliki akses terbatas ke fasilitas kesehatan
publik yang seringkali kurang berkualitas. Kesenjangan ini dapat menciptakan
perasaan ketidakpuasan dan ketidakadilan di kalangan masyarakat miskin yang
merasa bahwa mereka tidak mendapatkan perawatan kesehatan yang setara dengan
masyarakat kaya.
Perasaan ketidakpuasan dan ketidakadilan ini, bersamaan
dengan perasaan cemburu terhadap kehidupan yang lebih baik yang dinikmati oleh
masyarakat kaya, dapat memicu konflik di masyarakat. Masyarakat miskin mungkin
merasa marah dan frustrasi karena merasa bahwa mereka diperlakukan dengan tidak
adil dan bahwa peluang mereka untuk meningkatkan kualitas hidup mereka
terbatas.
Konflik yang muncul dapat mengambil berbagai bentuk,
mulai dari protes dan demonstrasi hingga konflik sosial yang lebih serius.
Konflik ini dapat memiliki dampak yang merugikan pada stabilitas masyarakat dan
mempersulit upaya untuk mengatasi kemiskinan dan ketidaksetaraan. Oleh karena
itu, penting untuk mengatasi ketidaksetaraan dan kesenjangan sosial sebagai
langkah penting dalam menjaga kedamaian dan stabilitas masyarakat.
Upaya untuk mengurangi ketidaksetaraan dan kesenjangan
sosial melibatkan kebijakan yang adil, termasuk dalam hal akses ke layanan
dasar seperti pendidikan, kesehatan, dan pekerjaan. Memastikan bahwa semua
individu memiliki akses yang setara ke fasilitas dan layanan yang diperlukan
adalah langkah penting dalam meminimalkan konflik yang muncul akibat
ketidaksetaraan. Ini juga berkontribusi pada pembentukan masyarakat yang lebih
adil dan damai di mana semua individu dapat hidup dengan martabat dan
kesempatan yang setara.
Cara Mengatasi
Kemiskinan di Kota
Kemiskinan bukan lagi masalah yang tidak dikenal;
sebaliknya, itu adalah permasalahan sosial yang memerlukan penanganan dini.
Kemiskinan bisa menyebar dengan cepat ke wilayah yang sebelumnya memiliki
tingkat kemiskinan yang rendah. Jika tidak ditangani segera oleh pemerintah,
kemiskinan ini bisa sulit diatasi dalam beberapa tahun ke depan, terutama jika
faktor-faktor lain seperti penyebaran wabah dan bencana alam juga berperan.
Sebagai contoh, di berbagai kota di Indonesia, kemiskinan
sering kali terkait dengan tingkat pendidikan yang rendah yang dialami oleh
anak-anak. Jika masalah ini tidak segera ditangani, kemiskinan yang disebabkan
oleh faktor-faktor lain, seperti tingkat pendidikan yang rendah, bisa semakin
memburuk. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah untuk mengatasi masalah
kemiskinan ini secara efektif. Beberapa langkah yang dapat diambil oleh
pemerintah untuk mengatasi kemiskinan termasuk:
Melakukan Pembaharuan Pada
Data Penduduk
Pemerintah dapat memperbarui data penduduk, terutama yang
terkait dengan masyarakat miskin dan rentan miskin, untuk mengidentifikasi
mereka yang memenuhi syarat untuk menerima bantuan sosial. Dengan pendekatan
ini, alokasi dana bantuan sosial dapat lebih efektif dan tepat sasaran. Selain
itu, pemerintah perlu meningkatkan anggaran untuk bantuan sosial dan memperluas
cakupan penerima bantuan, terutama di wilayah perkotaan yang terdampak oleh
faktor-faktor seperti pandemi Covid-19 dan meningkatnya pengangguran.
Tindakan pembaharuan data penduduk adalah langkah yang
sangat penting dalam upaya mengatasi kemiskinan dan meningkatkan efisiensi
dalam penyaluran bantuan sosial. Melengkapi data penduduk dengan informasi yang
akurat dan terkini tentang masyarakat miskin dan rentan miskin adalah kunci
untuk memastikan bahwa bantuan sosial benar-benar mencapai sasaran yang
membutuhkannya.
Dengan melakukan pembaruan data, pemerintah dapat
mengidentifikasi kelompok-kelompok masyarakat yang paling rentan terhadap
kemiskinan. Ini mencakup mereka yang berada di bawah garis kemiskinan, mereka
yang terkena dampak langsung dari peristiwa-peristiwa seperti pandemi COVID-19
yang menyebabkan kehilangan pekerjaan, dan mereka yang menghadapi kondisi
ekonomi yang sulit. Kategori-kategori ini dapat membantu pemerintah dalam
mengalokasikan dana bantuan sosial dengan lebih cerdas dan efisien.
Selain itu, pembaharuan data juga memungkinkan pemerintah
untuk memperluas cakupan bantuan sosial. Sebagai contoh, dalam konteks pandemi
COVID-19, banyak orang yang sebelumnya tidak berada di bawah garis kemiskinan
tiba-tiba mendapati diri mereka dalam situasi ekonomi yang sulit akibat
kehilangan pekerjaan. Dengan data yang diperbarui, pemerintah dapat
mengidentifikasi kelompok-kelompok ini dan memberikan bantuan yang sesuai untuk
membantu mereka melewati masa sulit ini
Pentingnya pembaharuan data dalam konteks penanggulangan
kemiskinan tidak dapat dilebih-lebihkan. Data yang akurat dan terkini adalah
dasar dari setiap program bantuan sosial yang berhasil. Dengan data yang tepat,
pemerintah dapat memastikan bahwa bantuan sosial mencapai mereka yang
membutuhkannya, serta merencanakan program-program yang efektif untuk membantu
masyarakat keluar dari kemiskinan. Dengan cara ini, pembaharuan data penduduk
adalah salah satu langkah kunci dalam upaya mengurangi kemiskinan dan
meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Melakukan Integrasi
Penyaluran Bansos
Di berbagai wilayah, terdapat variasi dalam jenis dan
jumlah bantuan sosial yang diberikan oleh pemerintah. Namun,
perbedaan-perbedaan ini telah menciptakan ketegangan sosial di beberapa daerah,
terutama karena basis data bantuan sosial, seperti Data Terpadu Kesejahteraan
Sosial (DTKS), yang digunakan oleh pemerintah daerah, belum mencakup masyarakat
yang sebelumnya tidak terdaftar. Situasi ini semakin diperparah oleh kondisi
ekonomi yang memburuk di kalangan masyarakat yang belum terdata tersebut.
Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah dapat melakukan
pembaruan data, seperti yang dijelaskan sebelumnya, dan mengintegrasikan
penyaluran bantuan sosial melalui kerjasama antar bank-bank pemerintah. Dengan
pendekatan ini, dana bantuan sosial dapat disalurkan dengan lebih efisien dan
mencegah tumpang tindih di antara penerima manfaat.
Integrasi penyaluran bantuan sosial adalah langkah yang
cerdas dan efisien dalam mengatasi permasalahan yang timbul akibat adanya
berbagai program bantuan sosial yang berbeda-beda di berbagai daerah. Masalah
ketegangan sosial yang muncul sebagai dampak dari perbedaan jenis dan jumlah
bantuan sosial dapat memperburuk kondisi ekonomi masyarakat yang sebelumnya
belum terdata dalam basis data bantuan sosial.
Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah dapat
mempertimbangkan integrasi penyaluran bantuan sosial sebagai bagian dari
solusi. Dengan mengintegrasikan berbagai program bantuan sosial, pemerintah
dapat memastikan bahwa bantuan sosial yang diberikan lebih efisien dan tepat
sasaran. Langkah pertama adalah melakukan pembaruan data, seperti yang dibahas
dalam solusi sebelumnya, untuk memastikan bahwa semua warga yang membutuhkan
terdaftar.
Selanjutnya, melalui kerjasama dengan bank-bank
pemerintah, pemerintah dapat mengatur penyaluran dana bantuan sosial dengan
lebih efisien. Dana bantuan sosial dapat langsung disalurkan ke rekening
penerima bantuan, sehingga tidak ada lagi tumpang tindih dalam penerimaan
bantuan. Ini tidak hanya mengurangi potensi ketegangan sosial, tetapi juga
mempermudah proses pembagian bantuan dan memastikan bahwa penerima bantuan
menerima dana tepat waktu.
Integrasi penyaluran bantuan sosial juga dapat membantu
pemerintah mengidentifikasi dan menghindari potensi penyalahgunaan dana bantuan
sosial. Dengan data yang terintegrasi, pemerintah dapat memantau dengan lebih
baik penggunaan dana bantuan sosial dan memastikan bahwa dana tersebut
benar-benar digunakan untuk tujuan yang tepat
Dalam konteks penanggulangan kemiskinan, integrasi
penyaluran bantuan sosial adalah langkah penting untuk memastikan bahwa bantuan
sosial mencapai mereka yang membutuhkannya, mengurangi ketegangan sosial, dan
mempercepat upaya untuk mengatasi masalah kemiskinan. Selain itu, integrasi ini
juga dapat menciptakan efisiensi dalam administrasi dan pelaksanaan
program-program bantuan sosial, sehingga hasilnya lebih maksimal dan
berkelanjutan.
Mengurangi Beban Pengeluaran Masyarakat Miskin dan Hampir
Miskin
Salah satu langkah dalam penanganan kemiskinan adalah
dengan mengurangi beban pengeluaran masyarakat, terutama masyarakat miskin dan
hampir miskin, dengan mengendalikan biaya-biaya yang ditetapkan oleh pemerintah
atau dikenal sebagai harga teradminisitrasi. Ada empat komponen biaya yang
diatur pemerintah dan dapat dikurangi untuk meringankan beban masyarakat miskin
dan hampir miskin, yaitu tarif air bersih untuk rumah tangga, tarif listrik,
harga LPG, serta harga bahan bakar minyak (BBM).
Mengurangi beban pengeluaran masyarakat miskin dan hampir
miskin adalah strategi yang efektif dalam upaya penanggulangan kemiskinan.
Salah satu aspek yang dapat diintervensi adalah biaya-biaya yang dikendalikan
atau diatur oleh pemerintah, yang dikenal sebagai administered prices. Ada
beberapa komponen biaya yang dapat diurangi untuk meringankan beban masyarakat
miskin dan hampir miskin, dan di antaranya adalah tarif air untuk rumah tangga,
tarif listrik, harga LPG (Liquified Petroleum Gas), dan harga bahan bakar
minyak (BBM).
Pertama, tarif air untuk rumah
tangga adalah salah satu komponen penting dalam anggaran rumah tangga.
Meringankan beban masyarakat miskin dan hampir miskin dalam hal ini dapat
dilakukan dengan mengurangi tarif air, terutama untuk rumah tangga dengan pendapatan
rendah. Pemerintah dapat mengadopsi kebijakan tarif progresif di mana rumah
tangga dengan pendapatan yang lebih tinggi membayar lebih banyak sementara
rumah tangga miskin membayar tarif yang lebih rendah.
Kedua, tarif listrik juga memiliki dampak signifikan pada
pengeluaran rumah tangga. Untuk meringankan beban masyarakat miskin, pemerintah
dapat mempertimbangkan program subsidi listrik atau penurunan tarif listrik
untuk rumah tangga dengan pendapatan rendah. Ini dapat membantu mengurangi
beban pengeluaran bulanan dan meningkatkan akses rumah tangga miskin terhadap
listrik yang lebih terjangkau.
Ketiga, harga LPG adalah komponen penting dalam rumah
tangga, terutama untuk memasak dan pemanas air. Masyarakat miskin seringkali
membeli tabung gas LPG dalam jumlah yang lebih kecil dan pada harga yang lebih
tinggi. Pemerintah dapat mempertimbangkan subsidi atau program yang memastikan
harga LPG yang terjangkau untuk rumah tangga miskin.
Keempat, harga BBM juga memiliki dampak signifikan pada
anggaran rumah tangga, terutama dalam hal transportasi. Pemerintah dapat
mempertimbangkan program subsidi BBM atau penurunan harga BBM untuk kendaraan
umum yang digunakan oleh masyarakat miskin. Hal ini dapat membantu mengurangi
biaya transportasi dan beban pengeluaran harian.
Dengan mengurangi beban pengeluaran dalam
komponen-komponen ini, pemerintah dapat secara signifikan meringankan beban
masyarakat miskin dan hampir miskin. Hal ini akan membantu meningkatkan
kesejahteraan mereka, memungkinkan mereka untuk mengalokasikan lebih banyak
sumber daya untuk kebutuhan dasar seperti makanan, pendidikan, dan perawatan
kesehatan, serta mengurangi tingkat kemiskinan secara keseluruhan.
Mengelola APBN dengan
Cermat
Pemerintah perlu melakukan pengelolaan APBN negara dengan
teliti agar dapat meningkatkan alokasi anggaran untuk program bantuan sosial
yang ditujukan kepada masyarakat miskin dan hampir miskin. Dengan pengelolaan
APBN yang bijaksana, pemerintah dapat mengarahkan dana khusus untuk memenuhi
kebutuhan dasar mereka.
Pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
dengan cermat sangat penting dalam upaya mengatasi kemiskinan. Pemerintah harus
memastikan bahwa setiap rupiah yang dialokasikan dalam APBN digunakan secara
efisien dan efektif untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, terutama
mereka yang berada dalam kategori miskin dan hampir miskin. Dalam kerangka ini,
ada beberapa langkah yang bisa diambil untuk mengelola APBN dengan teliti:
1.
Evaluasi dan Prioritasi
Anggaran : Pemerintah perlu secara
berkala mengevaluasi seluruh anggaran yang dialokasikan dalam APBN. Hal ini
termasuk mengidentifikasi program-program yang tidak efisien atau tidak lagi
relevan, serta mengalokasikan dana ke program-program yang memiliki dampak
sosial yang signifikan, seperti bantuan sosial.
2.
Transparansi dan
Akuntabilitas : Transparansi dalam
pengelolaan APBN sangat penting. Pemerintah harus memberikan informasi yang
jelas tentang bagaimana dana APBN digunakan, termasuk anggaran untuk bantuan
sosial. Selain itu, pemerintah harus memastikan bahwa ada mekanisme pengawasan
dan akuntabilitas yang kuat untuk memastikan dana tersebut digunakan sesuai
dengan tujuan yang ditentukan.
3.
Pengalokasian Dana Khusus
untuk Masyarakat Miskin : Pemerintah dapat
mengalokasikan dana khusus dalam APBN untuk program-program yang secara
langsung mendukung masyarakat miskin dan hampir miskin. Ini termasuk program
bantuan sosial, subsidi harga-harga kebutuhan pokok, dan program-program
pelatihan keterampilan bagi masyarakat miskin.
4.
Evaluasi Dampak Program : Pemerintah perlu secara berkala mengevaluasi dampak
program-program yang dibiayai dari APBN. Ini termasuk menilai apakah
program-program tersebut benar-benar membantu masyarakat miskin dan hampir
miskin untuk keluar dari kemiskinan. Jika program-program tersebut tidak
efektif, perlu dilakukan perbaikan atau restrukturisasi.
5.
Kerja Sama dengan Pihak
Swasta dan Organisasi Non-Pemerintah : Pemerintah dapat bekerja sama dengan sektor swasta dan
organisasi non-pemerintah untuk mengelola dan mendukung program-program
penanggulangan kemiskinan. Kolaborasi ini dapat meningkatkan efisiensi dan
efektivitas program-program tersebut.
Dengan mengelola APBN secara cermat, pemerintah dapat
meningkatkan akses masyarakat miskin dan hampir miskin terhadap bantuan sosial
serta memastikan bahwa dana tersebut digunakan untuk memenuhi kebutuhan pokok
mereka. Ini merupakan langkah yang sangat penting dalam upaya mengurangi
tingkat kemiskinan di negara tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Mulyana, D. 2008. Metode penelitian kualitatif:
Paradigma baru ilmu komunikasi dan ilmu sosial lainnya. Bandung:
Remaja Rosdakarya.
Diyah,
S., & Adawiyah, E. (2020). Kemiskinan Dan Fakor-Faktor Penyebabnya.
Journal of Social Work and Social Service, 1(1), 2721–6918.
https://jurnal.umj.ac.id/index.php/ khidmatsosial/article/view/633
Isda, M N., Ahmadsyah, I., Hasnita, N. (2021).
Nalisis Konsep Kemiskinan (Studi Komparatif Konsep Badan Pusat Statistik dan
Konsep Ekonomi Islam). 2(1). 1- 21. https://journal.ar
Pink, B.
(2018). Data Baru BPS: Jumlah Penduduk Miskin di Indonesia Berkurang. https://www.bps.go.id/pressreleas
e/2018/07/16/1483/persentasependuduk-miskin-maret-2018-
turun-menjadi-9-82-persen.html
Prawoto,
N., Ekonomi, F., Muhammadiyah, U., Jalan, Y., & Selatan, L. (2009). Memahami
Kemiskinan Dan Strategi Penanggulangannya. Jurnal Ekonomi Dan Studi
Pembangunan, 9(1), 56–68. https://journal.umy.ac.id/index.ph
p/esp/article/view/1530
Safitri,
K. (2020, Mei) (5 Langkah untuk Kurangi Lonjakan Angka Kemiskinan Akibat
Pandemi Covid-19.
Sobarna,
A. (2003). konsep pemberdayaan ekonomi bagi masyarakat miskin perkotaan.
EJournal UNISBA, XIX(3), 316– 329. https://doi.org/10.29313/mimbar.v
19i3.111
Tazkiya,
T. (2015). Faktor-Faktor Penyebab Kemiskinan. Jurnal Keislaman,
Kemasyarakatan Dan Kebudayaan, 16(1), 1–30. https://jurnal.uinbanten.ac.id/inde
x.php/tazkiya/article/view/206
[1] Isda, M N., Ahmadsyah, I., Hasnita, N. (2021).
Nalisis Konsep Kemiskinan (Studi Komparatif Konsep Badan Pusat Statistik dan
Konsep Ekonomi Islam). 2(1)
[2] Diyah, S., & Adawiyah, E. (2020). Kemiskinan Dan
Fakor-Faktor Penyebabnya. Journal of Social Work and Social Service, 1(1),
2721–6918.
[3] Mulyana, D.
2008. Metode penelitian kualitatif: Paradigma baru ilmu komunikasi dan ilmu
sosial lainnya. Bandung: Remaja Rosdakarya.
[4] Prawoto, N., Ekonomi, F., Muhammadiyah, U.,
Jalan, Y., & Selatan, L. (2009). Memahami Kemiskinan Dan Strategi
Penanggulangannya. Jurnal Ekonomi Dan Studi Pembangunan, 9(1), hlm, 56–68.
[5] Pink, B.
(2018). Data Baru BPS: Jumlah Penduduk Miskin di Indonesia Berkurang.
[6] Ibid, hlm 48
[7] Tazkiya, T.
(2015). Faktor-Faktor Penyebab Kemiskinan. Jurnal Keislaman, Kemasyarakatan
Dan Kebudayaan, 16(1), 1–30.
[8] Riswanto, A. (2016). Kemiskinan: Faktor
Penyebab dan Analisis Pemecah Masalah Poverty: Causes and Troubleshooting
Analysis. Jurnal Sosial Humaniora, 7(1), 59– 72