Dari Ranah Bencana Alam Masuk Ke Ranah Politik
Penulis: H. Albar Sentosa Subari, S.H., S.U. (Pengamat hukum dan sosial)
Jendelakita.My.Id – Jendelakita.My.Id – Sadar atau tidak, pascabencana banjir bandang dan tanah longsor di Sumatra (Aceh, Sumut, dan Sumbar), menurut pengamatan penulis sebagai seorang kolumnis, terjadi pergeseran isu mengenai penyebab bencana serta pentingnya rekonstruksi kembali hutan yang telah rusak agar dapat direhabilitasi dan tidak terulang di masa mendatang.
Lembaga-lembaga negara, baik eksekutif maupun legislatif, telah menunjukkan kepeduliannya atas bencana tersebut. Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia telah memanggil para menteri terkait, antara lain Menteri Dalam Negeri, Menteri Lingkungan Hidup, Menteri Kehutanan, dan BNPB.
Namun, di sisi lain, tidak kalah penting untuk dicermati bahwa para korban masih menghadapi kesulitan dalam memperoleh akses logistik untuk bertahan hidup akibat kondisi alam yang belum bersahabat. Selain itu, beredar pula berbagai berita di media sosial mengenai adanya rasa kekecewaan. Kekecewaan tersebut bukan hanya berkaitan dengan kebutuhan logistik, tetapi juga menyentuh ranah politik, terutama terkait upaya mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pada hari milad GAM, 4 Desember 25, terlihat di berbagai unggahan media sosial pengibaran bendera GAM di jalan-jalan maupun dalam suasana seperti upacara dan kegiatan lainnya. Tidak sedikit pula pihak yang sengaja membuat postingan seolah-olah Pulau Sumatra diperlakukan berbeda dalam penanganan bencana. Misalnya, hingga saat ini pemerintah belum menyatakan peristiwa banjir bandang dan tanah longsor di Aceh, Sumut, dan Sumbar sebagai bencana nasional.
Beragam pernyataan para pejabat juga muncul dan dinilai menambah beban psikologis masyarakat. Ada yang mengatakan bahwa negara belum siap menghadapi bencana alam yang datang tiba-tiba, ada pula yang menyebut bahwa kehebohan hanya terjadi di media sosial, meskipun akhirnya mereka menyampaikan permintaan maaf. Harapannya, setelah kunjungan Presiden dan Wakil Presiden ke lokasi bencana, sedikit banyak dapat mengobati penderitaan masyarakat yang terdampak musibah. Terakhir, kunjungan Gubernur Jawa Barat yang disambut antusias oleh masyarakat menunjukkan adanya empati spontan dari kedua belah pihak.
Penanganan bencana di Sumatra tidak hanya menuntut respons pemerintah yang cepat dan tepat, tetapi juga memerlukan kepekaan terhadap persepsi publik agar tidak menimbulkan kegaduhan sosial dan politik di tengah penderitaan masyarakat.
.jpeg)
