Kasih Cindrahati kepada Dato' Haji Muhammed bin Haji Abdullah
| H Albar Sentosa Subari SH SU (kiri) bersama Dato' Haji Muhammed bin Haji Abdullah (kanan) |
Jendelakita.my.id. - Kasih Cindrahati kepada Dato' Haji Muhammed bin Haji Abdullah merupakan bentuk penghormatan yang mencerminkan persaudaraan budaya antara dua bangsa serumpun. Momen ini terjadi di sela-sela acara silaturahmi ketika Ketua Peduli Marga Batang Hari Sembilan, Albar Sentosa Subari SH SU, mendampingi rombongan delegasi undang Luak Johol Negeri Sembilan Malaysia di tepian Sungai Musi.
Dalam suasana hangat dan penuh keakraban itu, Albar Sentosa Subari memberikan sebuah buku berjudul Menjaga Warisan Leluhur sebagai Cindrahati. Buku tersebut berisi lebih kurang seratus artikel yang dihimpun menjadi satu karya komprehensif.
Artikel-artikel tersebut sebelumnya pernah diterbitkan secara berkala di berbagai media sosial online, sehingga kehadirannya dalam bentuk buku memberikan nilai dokumentatif dan historis yang lebih kuat.
Di antara kumpulan tulisan itu, beberapa artikel membahas tentang adat istiadat Melayu yang sejak dulu dikenal sebagai kekayaan budaya yang saling berkaitan dan memiliki nilai-nilai yang hampir serupa.
Kesamaan tersebut menunjukkan bahwa Indonesia dan Malaysia merupakan satu rumpun Melayu yang telah lama terikat oleh hubungan persaudaraan sejak terbentuknya komunitas masyarakat Melayu di kawasan Nusantara. Tradisi, bahasa, serta sistem nilai yang berkembang dalam masyarakat Melayu di kedua negara mencerminkan akar budaya yang sama, yang terus hidup hingga kini dalam berbagai praktik adat dan kebiasaan turun-temurun.
Salah satu bukti kesamaan itu tampak pada ungkapan yang sangat dikenal dalam tradisi adat Melayu, yaitu “Adat Bersandi Syara', Syara' Bersandi Kitabullah (Al-Qur'an).” Ungkapan ini menggambarkan bahwa adat Melayu tidak berdiri sendiri, melainkan berlandaskan nilai-nilai syariat dan ajaran Kitabullah.
Ungkapan ini tidak hanya dikenal di lingkungan masyarakat Melayu Indonesia, tetapi juga menjadi pegangan dalam kehidupan adat masyarakat Melayu di Malaysia.
Dengan demikian, pemberian buku Menjaga Warisan Leluhur dalam acara tersebut menjadi simbol yang sangat relevan, karena isi buku tersebut selaras dengan nilai kebudayaan serumpun yang terus dijaga dan diwariskan. Selain itu, istilah “Cindrahati” yang digunakan dalam bahasa Melayu Malaysia juga memiliki makna yang sama dengan “Cindramata” dalam bahasa Indonesia.
Kesamaan istilah ini kembali memperlihatkan kedekatan budaya yang tidak lekang oleh waktu. Dalam konteks pertukaran budaya antarsaudara serumpun, pemberian Cindrahati tersebut bukan sekadar bentuk penghormatan personal, tetapi juga simbol persahabatan dan penguatan hubungan budaya antara masyarakat Batang Hari Sembilan dan masyarakat Luak Johol Negeri Sembilan.
Pertemuan dan interaksi seperti ini menjadi momentum penting untuk memperkuat pemahaman bersama tentang akar budaya Melayu yang terus dijaga oleh generasi saat ini.
Buku Menjaga Warisan Leluhur pun menjadi representasi upaya kolektif untuk merekam, merawat, dan menyebarluaskan pengetahuan mengenai tradisi adat Melayu agar tidak hilang ditelan zaman.
Dengan demikian, momen sederhana di tepian Sungai Musi itu memiliki makna yang jauh lebih besar karena mempertemukan dua komunitas serumpun dalam semangat menjaga warisan budaya leluhur.
