Breaking News

Makna Jajuluk/ Adok/ Gelar


 Penulis: H. Albar Sentosa Subari, S.H., S.U. (Dewan Pakar Bakti Persada Masyarakat Sumatera Selatan)  

Jendelakita.my.id. - Beribu suku bangsa besar yang hidup di Nusantara memiliki beragam adat istiadat yang pada dasarnya bertujuan sama, yakni memiliki ciri khas tertentu, misalnya bercirikan religius dan komunal. Salah satu suku besar di Sumatera Selatan adalah suku Komering yang mendiami daerah di sepanjang aliran Sungai Komering, mengalir dari Danau Ranau (Ogan Komering Ulu Selatan) menuju hilir hingga ke wilayah Gunung Batu yang merupakan perbatasan antara Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur dan Kabupaten Ogan Komering Ilir. Salah satu dusun atau tiuh di wilayah tersebut adalah Dusun Minanga, yang secara geografis terdiri atas dua dusun yang dihubungkan oleh sebuah jembatan sebagai jalur lalu lintas kendaraan menuju Martapura dan daerah sekitarnya.

Keunikan suku Komering dibandingkan suku lain di Sumatera Selatan terlihat dalam tradisi perkawinan adat yang mengenal pemberian jajuluk/adok/golar. Tradisi ini tidak terlepas dari makna perkawinan adat itu sendiri. Seperti dikatakan oleh Prof. Dr. H. Hazairin, SH dalam bukunya Perkawinan di Indonesia, “perkawinan itu bukan saja aktivitas yang bersangkutan mau nikah, tapi juga menyangkut urusan keluarga, kerabat dan masyarakat, bahkan juga urusan leluhur.” Dalam tradisi Jawa, ikatan perkawinan didasarkan pada bibit, bebet, dan bobot, yang maknanya sejalan dengan pemahaman suku Komering tentang pentingnya keterlibatan keluarga atau kerabat dalam proses perkawinan. Hal ini tergambar dalam acara pemberian gelar/jajuluk/adok.

Jajuluk/golar/adok melambangkan silsilah keturunan dari generasi ke generasi berikutnya, mencerminkan keterlibatan leluhur di dalamnya. Sesuai dengan pendapat Prof. Iman Sudiyat, SH, Guru Besar Ilmu Hukum Adat Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, yang mengatakan bahwa suatu peristiwa hukum bernama pernikahan melibatkan sedikitnya tiga sistem hukum, yaitu hukum agama, hukum negara, dan hukum adat. Pemberian jajuluk/adok/golar diawali dengan pukulan “tala” (bahasa Komering Minanga) dan “gong” sebagai tanda peresmian. Gelar kemudian disampaikan dengan kata pengantar puitis yang menjelaskan silsilah gelar, yang disebut Tambai-Tambai.

Dalam adat Komering terdapat pantangan atau dianggap kualat apabila seseorang memanggil kedua mempelai dengan nama kecilnya, kecuali orang tua kandung mereka. Hal ini dimaknai sebagai perlambang kedewasaan secara adat, bahwa kedua mempelai telah menjadi anggota penuh komunitas masyarakat hukum adat. Di Dusun Minanga, seorang laki-laki diberi gelar khusus sebagai suami; misalnya apabila pengantin laki-laki diberi gelar Adi Pati Anom (gelar penulis), maka istrinya akan diberi gelar Nai Adi Pati Anom. Namun, di daerah Komering lainnya terdapat beberapa perbedaan, tergantung pada marga-marga yang tergabung dalam wilayah Semendawai (Semendawai Suku 1, 2, dan 3).

Pemberian gelar ini merupakan tradisi Melayu kuno sebagaimana dikutip dari penjelasan dalam buku karya Kiyai H. M. Arlan Ismail, SH dan H. M. Hatta Ismail, SH. Kedua kakanda tersebut pada masanya sangat aktif menjaga dan mentradisikan adat-istiadat perkawinan Minanga. Insyaallah, pada persepsi cucu Kiyai Drs. H. Solihin Daud, akan diadakan acara pencanangan jajuluk/golar/adok dengan petugas ananda Ratna (penyusun naskah Komering), ananda Rasyid Melawi, BSc (penerjemah bahasa Indonesia), dan ananda Wiyusman Tamim, SE (petugas gong). Untuk melestarikan adat jajuluk/adok/golar, Lembaga Adat Ogan Komering Ulu Timur tidak hanya menerapkannya pada acara pernikahan, tetapi juga mengembangkannya melalui pemberian jajuluk/adok/golar kepada para pejabat sebagai bentuk penghormatan adat. Gelar kehormatan ini menandakan bahwa seseorang dianggap sebagai bagian dari komunitas masyarakat hukum adat setempat.