Realitas Kebenaran yang Harus Diketahui Manusia Mengenai Allah
Jendelakita.my.id. - Di hadapan Allah Swt. Yang Mahabesar, Mahakuasa, dan Mahamutlak, manusia itu kecil, tidak berdaya, tidak ada apa-apanya. Manusia tidak bisa sombong, takabur, ujub, atau riya’. Ia tidak dapat merasa sok bisa dan merasa sok hebat. Hanya ketika melupakan Allah sajalah manusia mampu melakukan hal-hal seperti itu, atau ketika ia tidak menyadari ketidakberdayaannya dan ketergantungannya pada kekuatan Allah. Begitu manusia menyadari bahwa ia tidak bisa bergerak kecuali dengan kekuatan Allah, tidak bisa bernapas, berjalan, beraktivitas, dan berpikir kecuali dengan kekuatan Allah, maka manusia pasti segera terbebas dari mimpi-mimpi berupa kesombongan, merasa bisa berdiri sendiri, dan melakukan segalanya sendiri.
Dengan petunjuk, pertolongan, dan perlindungan Allah, manusia bisa mengetahui, mengenal, dekat, bertemu Allah, mencintai Allah, dicintai Allah, dan menjadi kekasih Allah dalam hidupnya di dunia ini. Allah telah memberikan kepada manusia karunia yang tak ternilai harganya berupa potensi untuk berpikir, menyadari, merasakan, menginginkan, berimajinasi, dan daya mencipta. Lebih dari itu, Allah juga melengkapinya dengan hati yang bisa melihat, berkata, mendengar, dan memahami, yakni kecerdasan tak terbatas (QS Al-A’raaf: 179).
Potensi yang diberikan Allah kepada manusia itu dapat dimanfaatkan dan digunakan untuk mengatasi serta memecahkan segala permasalahan yang dihadapinya. Lebih jauh, Allah juga memerintahkan manusia agar selalu bertawakal, yaitu bersandar pada kekuatan Allah, pengetahuan Allah, kehendak Allah, petunjuk Allah, bimbingan, tuntunan, pertolongan, dan perlindungan-Nya. Konsekuensi logisnya, Allah memberi tahu dan mengingatkan agar manusia tidak berjalan sendiri, tidak hanya mengandalkan kekuatan sendiri, tidak mengandalkan kekuatan dari selain Allah, serta tidak berharap kepada selain Allah.
Ilustrasi di atas mengingatkan kita bahwa Allah itu selalu dekat dengan kita (QS Al-Baqarah: 186), selalu bersama kita di mana pun kita berada (QS Al-Hadid: 4), memerintahkan kita untuk berdoa, mendengarkan doa kita, dan mengabulkannya (QS Al-Mu’min/Ghafir: 60; QS Al-Baqarah: 186). Allah berbicara dan mengajak kita berbicara. Allah juga mengasihi kita dengan memberikan nikmat-Nya yang tiada terhitung jumlahnya (QS Ibrahim: 34).
Sungguh pun demikian, ada banyak orang yang tidak memahami adanya yang mutlak. Ada banyak orang yang tidak menyadari keberadaan kekuasaan Allah yang tidak terbatas. Ada pula yang tidak merasakan kekuatan Allah yang tak terhingga, dan tidak mengalami kasih sayang-Nya. Banyak yang tidak mau menyapa Allah, walaupun Allah selalu dekat dengannya. Banyak pula yang tidak merasa akrab dengan Allah, walaupun Allah selalu bersamanya. Bahkan, ada banyak orang yang tidak merasakan dan mengalami kehadiran Allah, padahal Allah selalu hadir di mana pun ia berada.
Akibat dari semua itu, manusia hanya mengandalkan kekuatannya sendiri dan kekuatan dari selain Allah. Manusia hanya bersandar pada pengetahuan dirinya sendiri dan pengetahuan dari yang selain Allah. Ia pun hanya berharap kepada dirinya sendiri dan kepada selain Allah. Jika manusia hanya mengandalkan kekuatan dan pengetahuan dari dirinya sendiri atau dari yang lain selain Allah, maka sudah dapat dipastikan bahwa ia akan menemui jalan buntu. Sebab, apa pun dan siapa pun selain Allah pasti memiliki kekurangan, kelemahan, keterbatasan, dan kesalahan.
Dengan demikian, jelaslah bahwa mengetahui, mengenal, dekat, bersama, bertemu Allah, mencintai Allah, dicintai Allah, dan menjadi kekasih Allah merupakan syarat mutlak untuk mencapai keberhasilan dan kesuksesan yang tak terbatas. Hanya dengan kekuatan, pengetahuan, dan kekuasaan yang tidak terbatas dari Allah-lah manusia mampu melampaui keterbatasannya sendiri.
Akhirnya, semoga Allah memberikan kepada kita kekuatan, kesanggupan, dan memudahkan jalan kita untuk memperoleh karunia, rahmat, serta anugerah yang diridai-Nya. Aamiin, ya Rabbal ‘alamin.