Breaking News

Meneguhkan Eksistensi Masyarakat Hukum Adat: Agenda Strategis Musyawarah V LARM 2025


Penulis: H. Albar Sentosa Subari, S.H., S.U.  

Jendelakita.my.id. - Musyawarah V Lembaga Adat Rumpun Melayu se-Sumatera merupakan forum penting yang menjadi wadah silaturahmi dan konsolidasi lembaga adat Melayu dari berbagai provinsi di Pulau Sumatera. Dalam forum tersebut, disepakati bahwa Lembaga Adat Melayu Riau akan menjadi tuan rumah penyelenggaraan Musyawarah V Sekretariat Lembaga Adat Rumpun Melayu (LARM) pada tahun 2025. Penunjukan ini berdasarkan hasil kesepakatan dalam pertemuan Silaturahmi Kerja Lembaga Adat Rumpun Melayu se-Sumatera yang berlangsung pada tanggal 5 Agustus 2024 di Tanjungpinang, Kepulauan Riau. Kesepakatan tersebut menunjukkan semangat kebersamaan dalam menjaga kelestarian nilai-nilai budaya dan adat Melayu sebagai identitas bersama masyarakat Sumatera.

Insya Allah, Musyawarah Besar (Mabes) V LARM akan dilaksanakan pada tanggal 09 hingga 12 Agustus 2025 dan bertempat di Jalan Diponegoro Nomor 39, Pekanbaru. Penyelenggaraan kegiatan ini bertepatan dengan dua momentum penting, yaitu Hari Ulang Tahun Provinsi Riau yang ke-68 dan Hari Adat Sedunia, yang jatuh pada tanggal 9-11 Agustus 2025. Kegiatan ini menjadi ajang strategis dalam memperkuat posisi dan peran lembaga adat dalam pembangunan kebudayaan daerah dan nasional. Selain itu, momen ini diharapkan mampu mempererat hubungan antarlembaga adat Melayu yang tersebar dari ujung utara hingga selatan Pulau Sumatera.

Musyawarah V LARM akan diikuti oleh lembaga adat dari sepuluh provinsi se-Sumatera, mulai dari Provinsi Aceh hingga Provinsi Lampung. Salah satu delegasi dari Provinsi Sumatera Selatan yang akan menghadiri kegiatan ini adalah Saudara Albar Sentosa Subari, SH., SU., selaku Ketua Peduli Marga Batang Hari Sembilan. Kehadiran beliau mewakili aspirasi masyarakat adat dari Sumatera Selatan, khususnya yang berkaitan dengan eksistensi hukum adat dalam sistem hukum nasional. Agenda musyawarah mencakup pembahasan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga lembaga, penyusunan program kerja, serta penetapan rekomendasi strategis bagi penguatan kelembagaan adat Melayu di Sumatera.

Salah satu rekomendasi penting yang akan disampaikan oleh delegasi Sumatera Selatan berkaitan dengan usulan penghapusan sejumlah persyaratan dalam peraturan perundang-undangan yang menjadi syarat pengakuan negara terhadap eksistensi masyarakat hukum adat. Rekomendasi ini muncul sebagai bentuk kritik terhadap ketentuan hukum yang dianggap membatasi gerak masyarakat adat dalam memperoleh legal standing secara utuh. Dalam pandangan ini dikutip pernyataan dari Dr. Saafroeddin Bahar dari Komnas HAM Sub Komisi Masyarakat Hukum Adat, bahwa “masyarakat hukum adat mendapat pengakuan negara sebagai legal standing untuk dihapuskan saja karena terkesan negara hanya memandang setengah hati.” Bahkan, kondisi tersebut dianalogikan “seperti orang disuruh berjalan tapi kakinya terikat.”

Adapun persyaratan yang menjadi sorotan adalah ketentuan-ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang berbunyi: (1) sepanjang masih hidup; (2) sesuai dengan perkembangan zaman; (3) berasaskan Negara Kesatuan Republik Indonesia; dan (4) diatur dalam peraturan perundang-undangan. Rekomendasi ini mencerminkan keinginan agar negara tidak hanya mengakui secara simbolik keberadaan masyarakat hukum adat, tetapi juga memberikan ruang yang nyata dan adil bagi eksistensinya dalam tatanan hukum dan kebijakan nasional.