Kedudukan Ideologi dalam Hukum
Penulis: H. Albar Sentosa Subari, S.H., S.U. (Ketua Jejaring Panca Mandala Sriwijaya Sumatera Selatan)
Jendelakita.my.id. - Jika bagi banyak bangsa persoalan mengenai kedudukan ideologi dalam hukum merupakan hal yang sulit, maka bagi bangsa Indonesia, kesulitan ini sesungguhnya telah teratasi dengan hadirnya Pancasila. Persoalan tersebut menjadi kompleks karena, di satu sisi, undang-undang sebagai pernyataan dari hukum (meskipun bukan satu-satunya) diyakini harus bersumber dari kenyataan hidup sehari-hari. Namun, di sisi lain, ada pula undang-undang yang disusun berdasarkan ideologi tertentu. Bila pada umumnya orang berpendapat bahwa undang-undang perlu diberi ruang gerak dalam pelaksanaan hukum, maka muncul pertanyaan penting: bagaimana kedudukan ideologi yang menjadi dasar dari undang-undang?
Pertanyaan ini telah dijawab oleh bangsa Indonesia melalui pengakuan terhadap Pancasila dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Dengan demikian, Pancasila merupakan ideologi yang berlaku secara umum dan menyeluruh bagi bangsa Indonesia. Pancasila adalah ideologi negara dan bangsa. Dalam konteks ideologi secara luas, maka ideologi yang dianut oleh penguasa maupun golongan tertentu di Indonesia tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.
Pancasila telah memberikan arah dan warna bagi berbagai ideologi yang berkembang di tengah masyarakat, sehingga ideologi yang menjadi latar belakang penyusunan undang-undang tidak lain dan tidak bukan harus bersumber dari ideologi Pancasila itu sendiri. Hal ini sangat penting karena secara umum ilmu pengetahuan mengakui eratnya hubungan antara undang-undang dan ideologi. Pertanyaan lanjutannya adalah: sejauh mana suatu bagian dari hukum mengandung pandangan ideologis yang membedakannya dari bagian hukum lain dalam satu sistem hukum?
Bagi bangsa Indonesia, hal ini secara prinsip tidak menimbulkan pertentangan karena ideologi bagian yang dimaksud adalah cita-cita dari satu atau beberapa sila dalam Pancasila. Oleh karena itu, bagian tertentu dari hukum nasional tetap berpijak pada cita-cita Pancasila sebagai fondasi utamanya. Sayangnya, menurut pengamatan penulis, dalam praktiknya hal ini belum sepenuhnya menjadi perhatian serius para pembentuk undang-undang maupun kalangan ahli hukum.
Tegasnya, di samping ideologi umum yang menjadi dasar tertib hukum nasional—yakni Pancasila—masih terdapat apa yang disebut sebagai ideologi bagian, yaitu ideologi yang menjadi landasan bagi bagian tertentu dari keseluruhan sistem hukum. Ideologi bagian ini tentunya tetap harus selaras dan tidak bertentangan dengan Pancasila. Di sinilah pentingnya kewaspadaan para pembentuk undang-undang untuk tidak hanya menjabarkan Pancasila secara umum, tetapi juga menyusun aturan hukum yang menjabarkan satu atau lebih sila Pancasila secara utuh dan konsisten. Harus dicermati secara seksama bahwa penjabaran tersebut tidak boleh mengandung substansi yang bertentangan dengan nilai-nilai dari sila-sila lain dalam Pancasila.
Selain itu, perencanaan undang-undang yang didasarkan pada pemikiran universal atau nilai-nilai global tetap harus berpijak pada ideologi bagian, yakni salah satu atau beberapa sila Pancasila. Namun demikian, dalam implementasinya, ideologi bagian ini harus diuji agar tidak menimbulkan pertentangan dengan keseluruhan ideologi bangsa dan negara, yaitu Pancasila. Dengan kata lain, jangan sampai terjadi pertentangan antara satu sila dengan sila lainnya dalam penerapannya secara nasional.
Penulis teringat saat menjabat sebagai Manggala BP7 dahulu, ketika dikenal istilah Pancasila sebagai ideologi terbuka. Jika dikaitkan dengan teori Tri Kon dari Ki Hadjar Dewantara, maka penyusunan hukum nasional harus berasaskan pada tiga prinsip: pertama, Konsentrisitas, yaitu hukum harus terkonsentrasi dan berporos pada Pancasila; kedua, Kontinuitas, yakni hukum harus disusun secara berkesinambungan antarperaturan; dan ketiga, Konvergensi, yakni hukum nasional dapat berkolaborasi dengan sistem atau ideologi lain sejauh bersifat membangun dan tidak bertentangan dengan ideologi negara, yaitu Pancasila.