Gugatan Persyaratan Presiden / Wakil Presiden Minimal Srata Satu Ditolak
Penulis: H. Albar Sentosa Subari, S.H., S.U. (Ketua Jejaring Panca Mandala Sriwijaya Sumatera Selatan)
Jendelakita.my.id. - Baru baru ini Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, menolak gugatan yang mengajukan persyaratan Presiden dan wakil Presiden minimal Srata satu ditolak oleh Mahkamah Konstitusi.
Bahwa persyaratan untuk mencalonkan seorang sebagai calon Presiden dan wakil Presiden oleh partai politik sudah jelas diatur dalam konstitusi.
Untuk lebih jelasnya diatur lebih lanjut dalam undang undang Pemilu yaitu minimal berpendidikan sekolah menengah atas ( SMA sederajat).
Di dalam dasar pertimbangan hukumnya yang dibacakan oleh hakim konstitusi Riduan Mansyur, bahwa majelis hakim Mahkamah Konstitusi menolak permohonan penggugat untuk menaikkan pendidikan calon Presiden dan wakil Presiden menjadi ber ijazah Srata satu: akan mempersempit dan mempersulit partai politik/ gabungan partai politik untuk mencari calon calon presiden dan wakil presiden.
Kalau kita coba menganalisis dari sisi sebagai pengamat hukum memang rasanya perlu diadakan perubahan persyaratan pendidikan sebagaimana dimaksud kan oleh penggugat.
Sebab secara logika sehat orang yang berpendidikan S1 akan beda kualitas, serta pengalaman di dalam semua hal.
Dari sisi kedewasaan berfikir, tentang beda, belum lagi faktor emosional nya.
Karena dipengaruhi faktor usia.
Kalau kita boleh membandingkan dengan teori seorang philosop Yaitu Plato, mengatakan bahwa seorang pemimpin yang bijaksana akan lahir dari manusia mereka mereka yang telah mencapai usia kedewasaan berfikir. Sebab nanti akan mengharmoniskan dalam teori nya Plato antara alam IDE dan alam RIEEL ( Dunia cita dan Dunia nyata)
Dalam istilah pembukaan UUD 45 disebut dengan Rechtsidee serta implimentasinya.
Allah SWT sendiri memberikan contoh pada kita Rasulullah Saw Nabi Muhammad diangkat menjadi Rasul di saat usia 40 tahun.
Kesimpulan dari dasar pertimbangan hukum majelis hakim Mahkamah Konstitusi yang menolak gugatan tersebut hanya didasarkan pada alasan praktis dan tempor saja. Dalam bahasa lainnya yang dikejar adalah Kuantitas, bukan nya Kualitas. Padahal untuk memasuki Indonesia Emas 2045, perlu peningkatan kualitas bukan kuantitas,
Sehingga ke depan kalau merevisi UU Pemilu sebaiknya yang dicari ada kualitas buak kuantitas dari segala segi. Agar apa yang termuat dalam Pembukaan UUD 45 sebagai Rechtsidee ( dunia idee) terimplementasi dalam dunia nyata ( Plato). Dan ini sudah diterapkan pada negara negara maju dan modern.