Breaking News

Bersatu dan Berpisah dengan Allah

Penulis: H. Albar Sentosa Subari, S.H., S.U.

Jendelakita.my.id. - Manusia berasal dari Allah, berada dalam kekuasaan Allah, dan akan kembali kepada Allah. Pernyataan ini menunjukkan bahwa manusia tidak pernah sekalipun mampu berdiri sendiri di luar kekuasaan, kekuatan, dan pengetahuan Allah. Keberadaan manusia merupakan wujud yang dipinjam dari Allah. Wujud manusia sepenuhnya bergantung pada keberadaan Allah, sebagaimana bayangan yang bergantung pada pemiliknya, atau ciptaan yang bergantung pada penciptanya. Tanpa pencipta, tentu ciptaan tidak mungkin ada.

Manusia tidak pernah sesaat pun mampu terlepas atau terpisah dari Allah dan berdiri secara independen berhadapan dengan-Nya, sebab yang benar-benar dapat berdiri sendiri hanyalah Allah. Ini berarti bahwa segala sesuatu selain Allah adalah wujud yang nisbi, relatif, dan tidak sejati. Wujud yang sejati (Al-Haqq) hanyalah milik Allah. Namun demikian, Allah telah menganugerahkan kepada manusia potensi yang nilainya tiada tara. Potensi itu berupa akal pikiran, perasaan, kesadaran, dan kehendak. Dengan potensi tersebut, manusia dapat menguasai alam semesta sekaligus menguasai dirinya sendiri.

Agar potensi itu dapat digunakan secara maksimal dan benar, manusia harus mengikuti petunjuk Allah, baik melalui wahyu-Nya yang tertulis dalam Al-Qur’an maupun melalui ilham yang diberikan secara langsung. Potensi manusia sejatinya dapat dikembangkan tanpa batas, tetapi hal itu hanya mungkin jika manusia bersandar kepada petunjuk dari Dzat Yang Maha Tidak Terbatas, yaitu Allah. Tanpa petunjuk-Nya, manusia hanya akan berputar-putar dalam keterbatasan dan tidak akan mampu melampauinya. Oleh karena itu, satu-satunya jalan untuk melampaui batas dirinya adalah dengan menghubungkan diri kepada Allah.

Pada akhirnya, manusia dapat menggunakan potensi yang dimilikinya untuk menemukan kodrat hakikatnya yang paling mendasar dan memahami dasar terakhir dari wujudnya. Pada titik tersebut, manusia akan menyadari bahwa ia sebenarnya tidak pernah benar-benar terpisah dari Allah. Rasa keterpisahan itu hanyalah akibat dari ketidaksadaran dan kelupaan terhadap asal-usulnya. Ketika manusia menyadari kembali status keberadaannya yang sejati, maka ia pun akan berada dalam bentangan pengetahuan, kekuatan, dan kehendak yang tidak terbatas.

Apa yang diketahui, dirasakan, dan dialami pun akan berubah menjadi sesuatu yang belum pernah terbayangkan sebelumnya. Dalam suasana rohaniah seperti itu, manusia tetap harus menjaga dan mengendalikan dirinya agar tidak larut dan hangus oleh keagungan ilahi. Ia harus senantiasa tangguh dan tidak goyah dalam kekuasaan Allah. Semoga Allah senantiasa memberi kita kekuatan dan kesanggupan, serta memudahkan kita untuk meraih karunia yang diridai-Nya.

Aamiin ya Rabbal 'Alamin.