Mustahil Kemajuan Tanpa Disiplin
Oleh: Albar Sentosa Subari*)
JENDELAKITA.MY.ID - Setiap orang yang normal dan sehat tentu
ingin memperoleh kemajuan dalam hidupnya.
Demikian pula kumpulan orang yang bersifat organisasi,
termasuk negara dan bangsa. Bahwa dalam kenyataannya tidak selalu kemajuan yang
diperoleh, itu adalah hal lain, sebab keinginan yang tidak disertai usaha yang
memadai sukar untuk mencapai tujuannya.
Selain itu, manusia boleh mempunyai keinginan dan membuat
rencana untuk mencapainya, tetapi di tangan Penciptalah apakah usaha nya
mencapai tujuannya.
Dalam kehidupan individu maupun bangsa tidak dapat disangkal
bahwa faktor keberuntungan mempunyai peran yang tidak dapat dianggap kecil.
Sejak terpuruk dalam krisis ekonomi tahun 1997, yang
kemudian meluas sampai menjadi krisis kepemimpinan dan moral, bangsa ini hidup
dalam kondisi serba tak menentu.
Pada tahun 1998 diadakan reformasi dengan tujuan memperbaiki
kehidupan bangsa secara mendasar dan menyeluruh.
Namun, apa yang terjadi bukan perbaikan dan kemajuan, tetapi
bertambahnya ketidakpastian, memburunya kondisi keamanan, dan meningkatnya
penyalahgunaan kekuasaan dengan dampak kolusi, korupsi dan nepotisme yang makin
melebar dalam masyarakat.
Tidak dapat disangkal bahwa ada sementara orang yang
hidupnya bertambah kaya dan enak dalam masa ini, tetapi mereka amat terbatas
jumlahnya dibandingkan dengan jumlah penduduk yang lebih dari dari 200 juta
orang.
Oleh karena itu, hampir semua orang menginginkan adanya
Perubahan yang dapat mendatangkan kemajuan bagi seluruh bangsa.
Keinginan itu disalurkan sebagai harapan agar dalam
pemilihan umum tahun 2024, muncul pemimpin pemimpin bangsa yang dapat
mewujudkan PERUBAHAN itu, serta menuangkan harapan itu melalui pemilihan umum
anggota legislatif dan eksekutif.
Satu hal yang harus diperhatikan adalah mustahil menciptakan
kemajuan tanpa disiplin, padahal justru disiplin itulah yang menjadi titik
lemah bangsa Indonesia yang telah terjadi cukup lama.
Adalah aneh tetapi nyata bahwa lingkungan tertentu kalangan
cendikiawan Indonesia tidak menyukai kata dari pengertian disiplin (Sayidiman
Suryohadiprojo, 2016: 223).
Buat mereka yang penting adalah kebebasan individu untuk
berpendapat dan berbuat sesuai kehendak hati nya.
Semua akan beres dengan sendirinya kalau kebebasan itu ada
dan dimiliki kecakapan dan kepakaran berkarya.
Oleh kerena itu, kalangan tersebut selalu menentang keras
terus kalau ada usaha untuk meningkatkan disiplin dalam masyarakat, karena itu
dianggap sebagai mematikan kebebasan individu yang justru menjadi penghalang
kemajuan-kemajuan (ibid,.).
Padahal DISIPLIN merupakan buah dari kualitas ETIKA yang
dalam bahasa Arabnya ADAB.
Rasulullah Saw bersabda bahwa Adab lebih utama dari ilmu (-
baca cendekiawan), karena orang beradab pasti berilmu (cendekiawan). Seorang
berilmu belum tentu beradab.
Andaikata pendapat orang itu benar bahwa kebebasanlah yang
merupakan unsur utama mendatang kemajuan dan disiplin tidak diperlukan,
Indonesia tidak akan terlalu sukar dan lama menunggu datangnya kemajuan. Akan
tetapi, celakanya, kenyataan hidup adalah lain sekali dan itu sudah kita alami
serta rasanya selama reformasi.
Kurang apa kebebasan yang sekarang ada dalam masyarakat
Indonesia.
Malahan ada yang mengatakan bahwa kebebasan sudah KEBABLASAN
atau melampaui batas kewajaran (ibid).
Juga kurang apa jumlah orang yang cakap dan pakar dalam
berbagai bidang.
Tentu akan lebih baik lagi kalau makin banyak orang pakar
dan mahir dalam bidangnya.
Akan tetapi, dibandingkan dengan permulaan kemerdekaan pada
tahun 1945, jumlah pakar dan orang cakap dalam bidang nya jauh lebih banyak.
Contoh saja jumlah sarjana hukum pada awal kemerdekaan bisa
dihitung dengan jari., sekarang jumlah sarjana hukum sudah ribuan lebih yang
berjenjang Sarjana, Magister bahkan Doktor setiap hari diwisuda baik perguruan
tinggi negeri maupun swasta., hampir mustahil ada izajah palsu.!.
Indonesia tidak kunjung keluar dari krisis ekonomi, (contoh
semua bahan pokok meningkatkan harganya, belum lagi pajak tarif pasilitas umum
yang seharusnya ditanggung negara (lihat pasal 33 konstitusi) semuanya
meningkat jumlahnya), padahal seluruh bangsa Asia Tenggara lainnya yang juga
mengalami krisis sudah dalam kondisi normal (ibid).
Harapan yang mungkin masih menjadi impian masyarakat untuk
kemajuan bangsa ini dapat disalurkan dengan pemilihan umum yang sudah mendekati
tanggal pencoblosan baik di lembaga legislatif dan eksekutif.
Tentu pemilihan umum yang berkualitas dan profesional serta
proposal yang diharapkan oleh warga negara tanpa adanya kecurangan, dilakukan
dengan bebas, jujur dan rahasia.
Serta tidak lupa kedisiplinan dan kepatuhan semua pihak
untuk menegakkan keadilan dan kepastian hukum.
Tanpa itu, semua harapan adalah OMONG KOSONG belaka,
sebagaimana sekarang terbukti dengan reformasi.
Kalau ada konstatasi bahwa banyak orang, membandingkan dan
rindu di masa Orde sebelum yang lebih teratur dan lebih menjamin keamanan, maka
hakekatnya itu tidak lain dari kehendak masyarakat agar Indonesia lebih mampu
berdisiplin dan mengendalikan diri pribadinya dari kepentingan mereka secara
individu, kelompok.
Sesuai dengan wasiat pendiri negara bahwa Indonesia itu
adalah negara demokrasi bidang politik, sosial dan ekonomi. Selama ini yang
menjadi prioritas adalah demokrasi politik.
Terbukti berapa jumlah partai politik yang sudah berdiri
tanpa mungkin tidak kita ketahui.***
*) Penulis adalah Ketua Koordinator Jejaring Panca Mandala Sriwijaya Sumatera Selatan