MPR Berada Posisi Yang Grey
Opini Oleh: Albar Sentosa Subari*)
JENDELAKITA.MY.ID - Meminjam
analisis Prof. Dr.Kaelan, MS, bahwa setelah amendemen UUD NKRI tahun 1945,
dalam posisi nya sebagai lembaga perwujudan dari kedaulatan rakyat, MPR berada
Posisi Yang Grey (abu - abu), tidak jelas fungsi dan kekuasaan nya.
Kenapa sampai begitu parahnya, kedudukan MPR, sebelum
amendemen ia adalah lembaga tertinggi, sekarang sederajat dengan lembaga
lainnya.
Coba kita bedah Pasal 2 ayat (1) yang mengatur Majelis
Permusyawaratan Rakyat terdiri dari anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan
Perwakilan Daerah yang dipilih melalui pemilihan umum.
Sedangkan di negara negara yang menganut sistem parlemen
terdiri dari DPR dan Senat, jadi lembaga nya yang bergabung, bukan anggota nya.
Seharusnya MPR itu terdiri atas DPR dan DPD.
Hal ini bisa menjadi MPR yang mempunyai wewenang Original
sendiri., di luar kewenangan DPR dan DPD. Dampak tersebut bisa kita lihat
ketidakjelasan posisi MPR untuk menyebut kewenangan MPR membuat ketetapan yang
mengatur.
Dua UU yang lahir setelah amendemen, yakni UU No 10/2004 dan
UU No 12/2011 mengatur secara berbeda mengenai posisi Ketetapan MPR.
UU No 10/ 2004 menghilangkan Ketetapan MPR dalam khirarkhi
atau tata urutan peraturan perundang-undangan secara berjenjang seperti dalam
teori Stufenbau Hans Kelsen.
Di sisi lain UU No 12/2011 memunculkan kembali Ketetapan
dalam tata urutan khirarkhi Peraturan Perundangan undangan, walaupun dengan
terbatas pada ketetapan yang sudah ada.
Padahal UUD NKRI tahun 1945 sebelum diamendemen pun tidak
pernah menyebutkan kewenangan MPR membuat ketetapan.
Sebelum melakukan amendemen, MPR yang sama yakni MPR periode 1999-2004, sempat membuat ketetapan, yakni ketetapan MPR III/2000.
Dalam pasal
2 disebut kan Tara urutan perundangan undangan merupakan pedoman dalam
pembuatan aturan hukum di bawahnya. Tata urutan peraturan perundang-undangan
Republik Indonesia adalah;
1. Undang undang Dasar tahun 1945;
2. Ketetapan MPR;
3. Undang Undang;
4. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang ( Perlu);
5.Peraturan Pemerintah;
6. Keputusan Presiden;
7. Peraturan Daerah.
Setelah selesai perubahan ke empat Undang Undang Dasar
Negara Kesatuan Republik Indonesia tahun 1945, kemudian dibuat Ketetapan Nomor
1/MPR/2003, tentang peninjauan terhadap materi dan status hukum ketetapan MPRS
dan ketetapan MPR RI tahun 1960 sampai tahun 2002.
Ketetapan III/MPR/2000, masuk kategori ketetapan yang akan
tidak berlaku lagi setelah dibuat undang undang yang menggantikan nya.
Maka dianggap dengan lahirnya UU no 10 tahun 2004 tentang
Tata Cara Pembentukan Peraturan Perundangan undangan, Ketetapan MPR RI no
III/MPR/2000 secara otomatis tidak berlaku lagi.
Dari dua contoh persoalan di atas jelas MPR yang seharusnya
memiliki atau pemegang Kedaulatan Yaitu Kedaulatan Rakyat sebagai ciri ciri
demokrasi modern telah menunjukkan posisi tak berdaya sama dengan lembaga
tinggi lainnya.
Dengan demikian sulit
dibayangkan bagaimana mungkin MPR RI dapat memiliki Original Power, seperti
sebelum amendemen. ***
*) Penulis adalah Ketua
Koordinator Jejaring Panca Mandala Sriwijaya Sumatera Selatan