Filosofi Pancasila Mewujudkan Suatu Keadilan Sosial
Opini Oleh: Albar Sentosa Subari*)
JENDELAKITA.MY.ID - Berdasarkan
prinsip dasar filosofis Pancasila bahwa negara adalah untuk mewujudkan suatu
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Kehadiran kapitalis harus diletakkan dalam paradigma bahwa
ekonomi untuk rakyat bukan untuk perseorangan.
Oleh karena itu ekonomi global harus diterima dengan
melakukan suatu sinergi yang positif, dalam arti negara, bangsa dan kemakmuran
rakyat tidak dikuasai dan diserahkan kalangan kapitalis dengan suatu prinsip
persaingan diletakkan dalam konteks kemakmuran rakyat.
Prinsip liberalisme yang diletakkan dalam norma dasar
ekonomi Indonesia, membawa ekonomi Indonesia di bawah kekuasaan kapitalis dan
kalangan korporat.
Terlebih lagi dengan diterapkannya sistem demokrasi liberal
menumbuhkan suburkan suatu kerjasama yang kolutif antara penguasa negara, elit
politik, tokoh partai dan kalangan oligarki lainnya.
Di satu sisi kalangan oligarki, elit politik, tokoh partai,
penguasa serta birokrat memiliki kekuasaan dan dalam persaingan kekuasaan
membutuhkan dana yang sangat besar, sehingga harus menjalin kerjasama dengan
kalangan kapitalis, korporat yang memiliki modal.
Pada sisi lain kalangan kapitalis, korporat Untuk memenuhi
ambisi keuntungan yang sebesar besarnya membutuhkan kekuasaan politik untuk
menguasai sektor sektor ekonomi, kekayaan alam bahkan kekayaan rakyat.
Dalam pusaran inilah maka sistem demokrasi biaya tinggi yang
dijamin UUD NKRI tahun 1945, menumbuhkan suburkan praktek korupsi melalui
kekuasaan oligarki.
Menurut Darwin yang dikutip Kaelan, 2016 halaman 197:
Dalam reformasi dewasa' ini demokrasi dikatakan mengalami
DEFICIT, yaitu jikalau perolehan atau manfaat yang diterima masyarakat dengan
hadirnya demokrasi, lebih rendah dibandingkan dengan ongkos demokrasi baik
dalam arti finansial yang dikeluarkan dan ditanggung oleh rakyat, maupun negara
untuk menggelar pesta demokrasi tersebut, sejak Pemilu yang memilih anggota
legislatif, pemilihan presiden bisa (2X), pemilihan Gubernur, Walikota, Bupati,
Kades sampai Kadus. Anggaran Belanja Negara yang harus dikeluarkan oleh
pemerintah pusat dan daerah untuk menggaji para politisi di lembaga lembaga
negara, mensubsidi partai partai politik (resmi atau tidak resmi), atau biaya
yang dikeluarkan oleh para pendukung partai untuk membiayai partai dan kampanye
politik mereka. Ini semua menggunakan uang rakyat yang mencapai ratusan
triliun, namun hasil tidak berkolerasi positif dengan kesejahteraan yang
diperoleh rakyat. Bahkan tidak dapat dipungkiri di lapangan telah terjadi
demokrasi Transaksionalisme, di mana dalam praktek suksesi kepemimpinan untuk
mendapatkan dukungan, atau kerjasama tim senantiasa berkorelasi dengan dana
yang sangat tinggi.
Dampaknya fakta sejak direalisasikannya Pilkada tahun 2004,
hampir 3.000 anggota DPRD provinsi serta kota/kabupaten di seluruh Indonesia
terjerat hukum , dan paling banyak adalah kasus KORUPSI (idem).
Oleh karena itu tidak mengherankan jikalau akhir akhir ini
banyak artis yang mencalonkan diri menjadi anggota DPR, calon Bupati -wakilnya,
Gubernur - wakilnya, Walikota -wakilnya dan lain sebagainya. Jikalau dahulu
semangat reformasi untuk menghilangkan praktek money politics namun sekarang
justru BERTAMBAH KRO-NIS karena Demokrasi berkorelasi dengan UANG, sehingga
dewasa ini justru sudah terjadi POLITIK IS MONEY.
Mudah mudahan dengan Pemilu yang akan datang, terpilih
pemimpin pemimpin baik di lembaga eksekutif maupun legislatif adalah orang
orang yang berkualitas, profesional dan proporsional sehingga visi misinya
jelas untuk kemakmuran rakyat bukan untuk segelintir manusia Indonesia.
Amanat itu adalah wasiat para pendiri bangsa dan negara
Indonesia yang mereka rebut kemerdekaan Indonesia bersama rakyat dari Sabang
sampai Merauke sehingga perlu juga merasakan hasil perjuangan nenek moyang
mereka.
Berupa masyarakat yang adil dan makmur, serta makmur dalam
berkeadilan di segala sektor kehidupan sebagai anggota warga negara Indonesia
yang mencintai tanah air nya.
Sesuai dengan lagu lagu perjuangan Indonesia Tanah Airku,
Tumpah darah Ku.
Jangan sampai kata KU (My) menjadi MU (You).
Insya' Allah Indonesia menjadi negara
Rahmatan lil ' Al-Amin. ***
*) Penulis adalah Ketua
Koordinator Jejaring Panca Mandala Sriwijaya Sumatera Selatan