Globalisasi Dalam Konteks Hukum
![]() |
Penulis adalah Ketua Pembina Adat Sumsel |
Opini Oleh: Albar Sentosa Subari*)
JENDELAKITA.MY.ID
- Globalisasi telah mengurai batasan antara ranah
lokal, nasional, regional dan global, menyebabkan munculnya ruang politik yang
tumpang tindih.
Dengan kata lain globalisasi berdampak pada
penataan ulang kehidupan sosial di mana ruang politik dan hukum tidak lagi
hanya dibatasi oleh batas teritorial negara.
Efek globalisasi hukum tidak bisa terlepas
dari bagaimana interaksi hukum masa kini telah mengubah pembangunan karakter
hukum nasional dan internasional.
Secara tradisional, legitimasi hukum dapat
ditelusuri dari pembuatan hukum positif oleh negara dan oleh karena itu, hukum
internasional adalah sudah seharusnya merupakan hukum antara negara.
Namun dalam dekade terakhir, subjek,
lingkup dan sumber hukum nasional telah diperluas.
Melihat munculnya aktor aktor non negara,
hukum internasional tidak bisa lagi, hanya berfungsi mengkoordinasikan
kepentingan kepentingan negara, namun juga harus dapat memfasilitasi kerja sama
antar negara dan non negara dalam berbagai area, antara lain di bidang
humanitarian, penguatan demokrasi dan supremasi hukum, dan akuntabilitas
transnasional (Kohl, dalam Sulistyowati Irianto, 2009, 48).
Termasuk juga dominasi perumusan hukum
telah bergeser dari kewenangan monopolitis pada negara menuju pada aktor aktor
hukum lainnya (Teubner, idem).
Hukum privat juga menjadi sumber hukum
utama, termasuk diantara nya perjanjian yang mengikat diantara subjek global,
private market regulation melalui perusahaan multinasional, peraturan internal
dalam organisasi internasional, sistem negosiasi inter-organisasi dan proses
standarisasi global.
Sedangkan organisasi organisasi
internasional, perusahaan multinasional, global law firm, asosiasi asosiasi
internasional, peradilan arbitrase internasional adalah lembaga lembaga hukum
yang mendorong proses pembentukan hukum (diem).
Meningkatnya ketergantungan pada pasar
selama rezim globalisasi juga tidak dapat dipisahkan dari gerakan ekonomi liberalisme
yang berasal dari Konsensus Washington "yang menghendaki reduksi secara
sistematis terhadap peran negara pada umumnya juga berpihak pada tekanan
politik multilateral melalui organisasi organisasi internasional seperti WHO,
Bank Dunia,
Neoliberalisme berpihak pada privatisasi
dan mengukur keberhasilan pembangunan berdasarkan keuntungan ekonomi yang
didapat secara keseluruhan.
Namun dalam praktiknya kontrol atas
kebijakan ekonomi politik dalam negeri tidak sepenuhnya terlepas dari kontrol
negara, dan negara tetap melakukan intervensi politik atas kebijakan kebijakan
ekonomi.
Dalam arena hukum bisnis juga terdapat
lembaga hukum yang terlibat antara lain transnasional law firm yang merupakan
agen penting dalam globalisasi.
Mereka membentuk aturan sendiri melalui
kontrak dan mengatur berbagai ketentuan mengenai penyelenggaraan sengketa.
Gejala ini semakin mengemuka apalagi dengan
adanya pergeseran dominasi hukum dari publik ke hukum swasta sehingga peran
pengacara menjadi cukup penting.
Monopoli pengadilan dalam melakukan
resolusi konflik terutama di sektor usaha juga tergeser dengan situasi di mana
munculnya kompetisi antar pengadilan dari yurisdiksi penyelesaian sengketa
lainnya (lembaga arbitrase, mediasi dan lain lain) dengan berbagai model
resolusi konflik.
Fenomena makin mengemuka peran hukum privat
mengawali kondisi munculnya " legal big bang", sebagai dampak dari
" financial big bang (Dezalay, idem,). Kondisi ini menurut para praktisi
hukum yang mampu memahami definisi hukum yang baru (Hibryd).
Tentu ini suatu tantangan bagi advokat yang
harus meningkatkan kualitas masing masing melalui proses yang komprehensif baik
sistem hukum yang berlaku di era globalisasi maupun alat komunikasi yang modern
serta penguasaan bahasa asing.***
*)
Penulis adalah Ketua Pembina Adat Sumsel