Breaking News

Usia Hanyalah Angka


Penulis: H. Albar Sentosa Subari, S.H., S.U.  (Ketua Peduli Marga Batang Hari Sembilan)

Jendelakita.my.id. - Fenomena yang terjadi di masyarakat saat ini memperlihatkan beredarnya slogan “usia hanyalah angka” dalam suatu ikatan perkawinan. Baru-baru ini, beredar di media sosial maupun media elektronik sebuah acara perkawinan antara seorang kakek berusia 74 tahun dengan seorang wanita berusia 24 tahun, dengan selisih usia 50 tahun. Peristiwa tersebut terjadi di Pacitan, Jawa Timur.

Terlepas dari benar atau tidaknya berita tersebut, kita tidak akan mengulasnya secara mendalam karena terdapat berbagai tanggapan yang berbeda antara pihak keluarga dan Kapolsek dengan komentar yang beredar di media sosial. Pertanyaannya, mengapa hal tersebut menarik perhatian penulis selaku seorang kolumnis? Memang ada hal-hal yang dramatis dan berbeda dari masyarakat pada umumnya. Misalnya, dalam pemberitaan disebutkan bahwa pernikahan tersebut dilengkapi dengan mahar sejumlah Rp3 miliar dalam bentuk cek, yang menurut versi berita iNews.com (berita malam, 11 Oktober 2025) diduga palsu. Menurut pihak pemerintah desa, kebenaran cek tersebut belum dapat dipastikan.

Keanehan lain yang terjadi adalah setiap tamu undangan diberi uang sebesar Rp100.000 (seratus ribu rupiah). Selain itu, terdapat pula berita lain yang menyebutkan bahwa mobil yang digunakan oleh mempelai pria merupakan mobil rental. Berbagai berita yang beredar menunjukkan adanya beragam modus yang sering terjadi di masyarakat. Umumnya, hal tersebut melibatkan tindakan yang menipu atau mengecoh salah satu pihak dengan akal dan strategi tertentu sehingga menimbulkan kerugian, baik secara materiil maupun immaterial.

Contoh dalam kasus di Pacitan di atas, jika memang terbukti palsu, tentu individu yang bersangkutan maupun keluarganya akan merasa diperdaya. Sebab, perkawinan bukan sekadar perjanjian antara seorang laki-laki dan seorang perempuan untuk hidup bahagia lahir batin, melainkan juga merupakan perjanjian dengan Allah SWT. Dahulu hukumnya dilarang, namun setelah ijab kabul, menjadi diperbolehkan secara syariat.

Oleh karena itu, segala sesuatu yang berkaitan dengan perkawinan akan dipertanggungjawabkan, baik selama hidup di dunia maupun kelak di hadapan Sang Pencipta. Maka dari itu, sebuah perkawinan tidak seharusnya dijadikan sebagai percobaan semata.