Belum Memiliki Rasa Kebersamaan
Jendelakita.my.id. - Seperti dilansir Sumsel Tribun.com, 8 Oktober 2025, Kepala Pol PP Kota Palembang, Herison Muis, meminta maaf sekaligus mengganti uang peserta Pekan Olahraga Nasional Korpri XVII asal Provinsi Papua Barat yang diperas oleh pembuat tato sebesar Rp1.200.000,00 (satu juta dua ratus ribu rupiah) di kawasan Benteng Kuto Besak. Seperti kita ketahui bersama, perhelatan Pekan Olahraga Nasional Korpri XVII baru saja dibuka pada Minggu malam, 5 Oktober 2025, dengan pertunjukan kembang api yang cukup fantastis sehingga membuat suasana menjadi meriah.
Event-event seperti ini, baik tingkat nasional maupun internasional, amat jarang menjadikan Sumatera Selatan, khususnya Kota Palembang, sebagai tuan rumah. Padahal, semakin banyak event semacam ini akan membawa dampak positif, terutama bagi dunia usaha dan bisnis. Namun sayang, kadang-kadang masih saja terjadi hal-hal yang membuat malu kita bersama akibat ulah oknum yang menggunakan kesempatan dalam kesempitan, seperti contoh kasus di atas.
Hal tersebut sebenarnya sejak awal harus sudah diperhitungkan oleh pihak institusi atau lembaga dinas terkait agar seminimal mungkin tidak terjadi tindakan berupa kejahatan ataupun pelanggaran. Sebab, baik secara langsung maupun tidak langsung, hal itu akan berdampak negatif terhadap Kota Palembang dan Provinsi Sumatera Selatan. Budaya rasa memiliki sepertinya belum tertanam dalam perilaku masyarakat.
Kita dapat melihat beberapa bangunan milik publik, misalnya halte bus yang baru saja direnovasi, keesokan harinya sudah ada tangan-tangan jahil yang mengotorinya. Bahkan, beberapa bangunan dirusak dan dicuri, yang dampaknya merugikan kita semua. Jika hal seperti ini terus-menerus terjadi, kapan kita bisa maju tanpa dukungan seluruh masyarakat? Artinya, pembangunan fisik harus dibarengi dengan pembangunan nonfisik, yaitu peningkatan mental dan budaya masyarakat agar keberhasilan pembangunan dapat dirasakan bersama.
Mengutip pernyataan Prof. Dr. Koentjaraningrat dalam bukunya Mentalitas Orang Indonesia, bahwa “orang itu selalu ingin semua cepat (suka menerobos), walaupun perbuatan tersebut melanggar hukum, dan yang bersangkutan merasa sukses dan berhasil atas kelakuannya yang melanggar hukum tersebut, karena dia merasa mempunyai kekuatan baik fisik maupun nonfisik (fisik tubuh kuat, kaya, punya koneksi, dan lain sebagainya).”
Prof. Koentjaraningrat memberikan contoh tentang budaya antre. Di dalam antrean, biasanya orang selalu ingin menerobos baik secara terang-terangan maupun diam-diam melalui orang yang berpengaruh sehingga mengorbankan hak orang lain. Dalam bahasa agama, hal tersebut disebut menzalimi orang.
Ke depan, diharapkan peristiwa-peristiwa seperti contoh di atas (kejahatan) tidak terulang lagi. Untuk itu, kita harus membangun budaya “merasa memiliki” (belonging).