Breaking News

Semangat Sosialisasi Teks Pancasila


Penulis: H. Albar Sentosa Subari, S.H., S.U. (Pengamat Hukum) 

Jendelakita.my.id. -  Entah tahun berapa, saya pun lupa. Waktu itu pemerintah membuat suatu metode untuk mensosialisasikan teks Pancasila sebagai metode mengingatkan rumusan sila-sila Pancasila. Secara kebetulan, saya terfokus melihat nomor dari sebuah rumah dalam lingkungan suatu kompleks.

Yang menarik bagi saya sebagai pengamat hukum dan sosial, hingga akhirnya terinspirasi menurunkan satu artikel ini, adalah adanya teks Pancasila yang tertulis di bagian atas nomor rumah tersebut. Terbayang oleh saya, kapan cara sosialisasi seperti ini dilakukan. Itu tak perlu dicari jawabannya. Namun, yang jelas pada masa itu terlihat semangat pemerintah memperkenalkan teks Pancasila kepada seluruh lapisan masyarakat agar rakyat minimal hafal sila-sila Pancasila tersebut.

Bayangkan, berapa biaya dan berapa jumlah yang telah dibuat untuk menata nomor rumah dari masing-masing kepala keluarga, minimal setahu saya di Sumatera Selatan, bahkan mungkin juga di seluruh Indonesia. Manfaat utama, selain menata, adalah untuk mengidentifikasi dan menginventarisasi jumlah rumah yang ada dalam satu lingkungan masyarakat.

Terlepas dari semua itu, yang perlu dikaji adalah betapa gencarnya pemerintah saat itu melakukan pembumian rumusan Pancasila sebagai dasar negara Republik serta pandangan hidup bangsa Indonesia. Kembali ke sejarah, Pancasila itu sendiri bukanlah sesuatu yang mudah didapat sehingga menjadi dasar negara.

Berawal dari pidato Ir. Soekarno di depan sidang BPUPK pada 1 Juni 1945, saat itu sedang dibahas tentang dasar negara. Ir. Soekarno menyampaikan pidatonya bahwa dasar negara beliau namakan Pancasila. Namun, susunannya belum sepenuhnya seperti sekarang. Beliau mengatakan bahwa 18 tahun sebelum Indonesia merdeka, ia sudah memikirkan apa yang akan menjadi dasar negara. Dalam proses itu, beliau melakukan penggalian terhadap kelima sila yang diusulkannya, yang lahir dari nilai-nilai budaya bangsa Indonesia yang sudah lama hidup dalam masyarakat.


Setelah 1 Juni 1945, pembahasan berlanjut oleh Panitia Sembilan yang berhasil merumuskan Pancasila sebagaimana termuat dalam Piagam Jakarta, 22 Juni 1945. Waktu pun berlalu hingga 17 Agustus 1945, ketika bangsa Indonesia memproklamasikan kemerdekaan dan berhasil mengusir penjajah.

Keesokan harinya, untuk melengkapi persyaratan berdirinya suatu pemerintahan dalam negara yang merdeka, Indonesia harus memiliki pemerintahan yang berdaulat, di samping persyaratan lainnya. Maka, pada 18 Agustus 1945, disahkanlah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang kemudian dikenal sebagai UUD NRI Tahun 1945.

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia saat itu terdiri dari tiga bagian, yaitu Pembukaan, Batang Tubuh, dan Penjelasan. Di dalam Pembukaan UUD 1945, yang juga disebut Preambule, dimuat rumusan resmi Pancasila, yaitu:

  1. Ketuhanan Yang Maha Esa

  2. Kemanusiaan yang adil dan beradab

  3. Persatuan Indonesia

  4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan

  5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

Itulah dasar berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia yang tahun ini merayakan hari ulang tahun kemerdekaan ke-80.

Pancasila di dalam Pembukaan UUD 1945 merupakan pedoman untuk menjalankan roda pemerintahan yang disebut dengan istilah Rechtsidee. Rechtsidee diterjemahkan dalam bahasa Indonesia sebagai cita hukum (Prof. Dr. H. M. Koesnoe, S.H.) yang menjadi jantung dari UUD 1945 itu sendiri. Dengan kata kuncinya adalah rakyat Indonesia merdeka, berdaulat, adil, dan makmur dalam semua bidang, sebagai ciri negara hukum Pancasila.