Reformasi DPR/D dari Sisi yang Lain
Penulis: H. Albar Sentosa Subari, S.H., S.U. (Pengamat Hukum)
Jendelakita.my.id. - Kompas TV menayangkan siaran langsung acara Sapa Indonesia Pagi pada 4 September 2025 dengan topik Kawal 17+8 Tuntutan Rakyat untuk DPR dan Pemerintah. Tuntutan 17+8 Rakyat merupakan hasil akumulasi dari perenungan bersama rakyat Indonesia yang disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia maupun pemerintah melalui elemen masyarakat, termasuk mahasiswa, bersama pihak legislatif dan eksekutif.
Dari beberapa tuntutan rakyat tersebut, terdapat satu kesatuan makna yang menegaskan perlunya dilakukan “Reformasi DPR/D” yang selama ini dirasakan rakyat belum sepenuhnya mewakili mereka dalam proses perjalanan pemerintahan. Tentu reformasi lembaga legislatif tersebut akan kembali kepada “kemauan politik bersama”. Akar persoalannya bermuara pada peran partai politik dalam mendudukkan wakil rakyat melalui mekanisme pemilihan umum langsung. Idealnya, wakil rakyat yang dipilih adalah orang-orang yang benar-benar memiliki integritas untuk memajukan bangsa dan negara.
Namun, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa wakil rakyat yang duduk di parlemen, baik pusat maupun daerah, sering kali tidak sesuai dengan harapan masyarakat. Ada beberapa faktor yang memengaruhi kondisi tersebut. Menurut pengamatan saya selaku kolumnis, salah satunya adalah sistem pengkaderan yang tidak berjalan maksimal. Bahkan, terpilihnya anggota dewan kerap dipengaruhi oleh faktor-faktor yang tidak menunjang profesionalisme dan proporsionalitas, misalnya karena kekuatan ekonomi, politik, dan kedekatan dengan pemegang kekuasaan.
Faktor ekonomi lebih banyak mendominasi, karena kursi legislatif sering hanya dapat dijangkau oleh orang-orang kaya. Faktor politik dan kedekatan dengan penguasa juga memengaruhi, ditambah lagi popularitas publik figur seperti artis yang bukan hanya memiliki banyak uang, tetapi juga telah dikenal luas melalui berbagai media.
Selain itu, dampak pemilu langsung juga memunculkan beban biaya yang besar, baik yang digunakan secara legal maupun ilegal. Praktik money politics atau politik uang, seperti sogok-menyogok demi meraih suara, semakin memperburuk keadaan. Akibatnya, hasil pemilu sering kali jauh dari harapan rakyat.
Etika berpolitik pun masih jauh dari ideal. Beberapa kali kita mendengar ucapan para legislator yang menyakiti hati rakyat, belum lagi perilaku tidak terpuji di ruang sidang utama DPR, seperti berjoget bersama karena menyambut kenaikan atau tambahan tunjangan. Sementara itu, rakyat justru semakin terhimpit oleh kebijakan pemerintah, seperti kenaikan harga bahan pokok, pajak, dan berbagai beban lainnya. Kondisi inilah yang memicu masyarakat melakukan aksi unjuk rasa beberapa waktu lalu.
Kesimpulannya, sudah saatnya dilakukan penataan ulang terhadap beberapa pasal terkait syarat anggota DPR RI/DPRD. Anggota legislatif haruslah mereka yang benar-benar berkualitas, baik dari sisi integritas maupun akademik. Misalnya, persyaratan pendidikan minimal strata satu (S1), meskipun ada juga usulan agar minimal strata dua (S2). Dengan kualitas pendidikan yang baik, diharapkan para wakil rakyat dapat berpikir strategis demi terwujudnya Indonesia yang adil, makmur, dan berkeadilan di seluruh aspek kehidupan, menuju Indonesia Emas.