Perlu Optimalisasi Sosialisasi Kebijakan Publik
Penulis: H. Albar Sentosa Subari, S.H., S.U. (Pengamat Hukum)
Jendelakita.my.id. - Pada awal pemerintahan Kabinet Merah Putih, beberapa kali terdengar adanya sejumlah kebijakan publik yang dikeluarkan oleh pemerintah melalui kementerian maupun lembaga negara lainnya.
Kebijakan-kebijakan tersebut umumnya menimbulkan keresahan di tengah masyarakat Indonesia. Seperti yang terbaca pada running text salah satu televisi swasta (I.News Today, 31 Juli 2025), Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto memanggil Kepala PPATK ke Istana Negara akibat kegaduhan di masyarakat menyusul kebijakan Kepala PPATK yang memutuskan untuk memblokir rekening tidak aktif dalam kurun waktu tiga hingga dua belas bulan.
Terbukti bahwa kebijakan tersebut telah mengakibatkan pemblokiran terhadap 140 ribu rekening dengan total nominal mencapai Rp428 miliar.
Dari sisi ekonomi, memang membengkaknya jumlah rekening pasif dapat berdampak terhadap kondisi perekonomian nasional. Menurut PPATK, rekening-rekening tersebut dapat diduga berasal dari hasil tindak kejahatan keuangan atau kejahatan lembaga keuangan.
Sebelumnya, masyarakat juga sempat dibuat resah oleh kebijakan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional yang menyatakan akan menyita tanah bersertifikat apabila tidak diolah selama dua tahun, sesuai dengan jenis perizinan seperti HGU, HGB, dan Hak Pakai.
Tentu saja, semua kebijakan publik yang direncanakan dan dijalankan oleh pemerintah memiliki tujuan positif demi kepentingan bangsa dan negara.
Namun, sangat disayangkan bahwa minimnya sosialisasi kepada masyarakat mengakibatkan kebijakan tersebut menimbulkan keresahan, terutama di kalangan masyarakat kelas menengah ke bawah.
Kebijakan-kebijakan tersebut seharusnya tidak merugikan rakyat kecil yang hanya memiliki rekening atau aset tanah sekadar untuk menunjang kehidupan sehari-hari. Sebagian besar rakyat hanya menyimpan uang di rekening sebagai bentuk kehati-hatian terhadap risiko seperti pencurian, kebakaran, dan lain sebagainya, dan jumlahnya pun jauh dari nominal miliaran rupiah, karena dana tersebut keluar-masuk untuk keperluan rumah tangga.
Hal ini tentu berbeda dengan mereka yang memiliki puluhan atau ratusan nomor rekening untuk menyimpan kekayaan pribadi, yang pada akhirnya akan berdampak terhadap perekonomian makro.
Demikian pula dengan kepemilikan tanah ratusan ribu hektare lahan tidur yang tidak dimanfaatkan, tentu menjadi masalah tersendiri yang perlu dicarikan solusi agar tidak merugikan negara.
Oleh karena itu, setiap kebijakan publik yang menyangkut hajat hidup orang banyak hendaknya disosialisasikan secara masif dan menyeluruh kepada masyarakat guna menghindari kesalahpahaman.
Jika perlu, aparat birokrasi pemerintah di tingkat paling bawah seperti kepala desa, lurah, rukun warga (RW), hingga rukun tetangga (RT) dilibatkan dalam proses sosialisasi kebijakan tersebut.