Momen HUT Kemerdekaan ke-80 RI Diwarnai Demonstrasi
Penulis: H. Albar Sentosa Subari, S.H., S.U. (Pengamat Hukum dan Sosial)
Jendelakita.my.id. -
Ada peristiwa khusus yang terjadi saat rakyat Indonesia merayakan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan ke-80 tahun ini, yang tidak pernah terjadi pada tahun-tahun sebelumnya ketika rakyat bersuka ria. Sebagai pengamat hukum dan sosial, hal ini tentu sangat menarik untuk dikaji secara teori mengenai penyebab terjadinya fenomena tersebut.
Demonstrasi selama bulan Agustus 2025 tercatat sedikitnya ada dua peristiwa penting. Pertama, aksi unjuk rasa yang dilakukan oleh mahasiswa bersama elemen masyarakat lain yang bergabung menyuarakan aspirasi mereka. Pada tanggal 25 Agustus 2025, demonstrasi berlangsung di depan Gedung Majelis Permusyawaratan Rakyat/Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (MPR/DPR) dengan mengusung isu kekecewaan rakyat terhadap perilaku anggota DPR RI serta sejumlah kebijakan publik yang dinilai tidak memihak kepentingan masyarakat.
Sebelum aksi pada 25 Agustus 2025 itu terjadi, publik disuguhkan pemandangan sejumlah oknum anggota DPR RI yang berjoget ria karena menerima tunjangan fantastis. Tidak hanya itu, muncul pula pernyataan dari Wakil Ketua Komisi III DPR RI yang menyebut bahwa “yang menuntut pembubaran DPR RI adalah MANUSIA TERTOLOL se-dunia.” Sementara itu, tanggapan anggota DPR RI lainnya juga sempat viral ketika mereka mengatakan bahwa berjoget tersebut dilakukan karena mereka adalah “ARTIS,” dan komentar serupa lainnya.
Di sisi lain, masyarakat Indonesia menjerit akibat kebijakan publik, khususnya dari Kementerian Keuangan, yang menaikkan berbagai jenis pajak. Misalnya, di Kabupaten Pati, Jawa Tengah, Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dinaikkan hingga 250 persen, bahkan sempat terekspos rencana kenaikan hingga 441 persen, dan ada pula yang kabarnya mencapai seribu persen. Derita rakyat juga tergambar dalam peristiwa di Sukabumi, Jawa Barat, ketika seorang anak berusia empat tahun meninggal akibat kekurangan gizi. Tragisnya, isi perut anak tersebut hanya dipenuhi cacing akut seberat satu kilogram.
Pada Kamis, 28 Agustus 2025, di lokasi yang sama (depan pintu gerbang MPR/DPR RI), buruh dari berbagai elemen berdatangan melakukan orasi menyampaikan tuntutan mereka. Gedung MPR/DPR RI sejatinya adalah “istana rakyat,” simbol yang seharusnya dijaga marwahnya oleh seluruh warga negara, terutama para anggota DPR dan MPR RI sebagai badan legislatif yang merupakan wakil rakyat. Tugas utama mereka adalah membangun serta memikirkan kemakmuran rakyat sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945.
Pembukaan UUD 1945 yang sakral itu memuat cita hukum Indonesia yang tertuang dalam alinea keempat, yang memuat Pancasila sebagai ideologi sekaligus dasar negara Republik Indonesia sejak proklamasi 17 Agustus 1945. Di dalamnya terkandung prinsip kedaulatan rakyat, sebagaimana termaktub pada sila keempat Pancasila: “Kedaulatan ada di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat.”
Artinya, DPR/MPR RI sejatinya adalah wakil rakyat dan pemegang kedaulatan rakyat sebagai Mandataris MPR, bukan bentuk kedaulatan lain. Karena itu, penting untuk mengembalikan tugas dan wewenang MPR RI sebagai lembaga tertinggi negara, bukan sejajar dengan lembaga-lembaga lain sebagaimana yang berlaku saat ini. Dengan mengembalikan peran MPR RI sebagai Mandataris, lembaga tersebut berwenang mengatur dan mengawasi jalannya pemerintahan berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 yang dirumuskan dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN).
Hal itu menjadi pijakan agar bangsa Indonesia dapat mewujudkan cita-cita menuju Indonesia Emas 2045, bukan sebaliknya menuju “Indonesia Bubar 2030” sebagaimana pernah terucap oleh Prabowo Subianto sebelum menjabat Presiden Republik Indonesia.
Demonstrasi pada 28 Agustus 2025 itu juga merupakan unjuk rasa kaum buruh yang menuntut perbaikan upah serta penghapusan sistem kerja outsourcing. Sayangnya, aksi tersebut memakan korban jiwa, satu orang pengemudi ojek online meninggal dunia dan satu orang lainnya masih dirawat di rumah sakit. Belum lagi kerugian materiel dan immateriel yang ditanggung rakyat. Unjuk rasa pun merebak di berbagai daerah Nusantara.
Kondisi ini tidak dapat dibiarkan berlarut-larut karena berpotensi berdampak serius terhadap stabilitas sistem pemerintahan, sosial, politik, dan ekonomi nasional.