Lima Dimensi Untuk Memahami Pancasila
Tulisan oleh : H. Albar Sentosa Subari
Jendelakita.my.id. -1 Juni 2025 merupakan peringatan ke-80 dari hari bersejarah ketika Ir. Soekarno menyampaikan pidato pada sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK). Ada pula yang menuliskannya dengan menambahkan huruf "I" (Indonesia), sehingga menjadi singkatan BPUPKI. Hal ini dapat dilihat dalam buku Lahirnya Undang-Undang Dasar 1945 (yang memuat salinan dokumen otentik Badan Oentoek Menyelidiki Oesaha-Oesaha Kemerdekaan) karya R.M.A.B. Kusuma, edisi revisi, FHUI, 2009, dan buku berjudul Negara Kebangsaan Pancasila: Kultural, Historis, Filosofis, Yuridis, dan Aktualisasinya karya Prof. Dr. H. Kaelan, M.S., Yogyakarta, 2013.
Dalam memahami nilai-nilai Pancasila, sedikitnya terdapat lima dimensi yang perlu diperhatikan untuk memahami secara menyeluruh tentang "ideologi Pancasila".
Kelima dimensi tersebut sebagaimana dimuat dalam Materi Dasar Pembinaan Ideologi Pancasila yang diterbitkan oleh Kedeputian Bidang Pengkajian dan Materi, tahun 2020, adalah sebagai berikut:
Pertama, dimensi filosofis.
Pancasila telah disepakati bersama sebagai pandangan hidup, ideologi, sekaligus dasar negara.
Pandangan hidup bangsa (Weltanschauung) senantiasa berlandaskan nilai-nilai yang bersumber dari pengalaman hidup serta akal budi suatu bangsa dalam menjaga keberlanjutannya. Dengan demikian, Weltanschauung memuat hal-hal yang seharusnya diyakini bersama guna mencapai kebaikan bersama dalam kehidupan bermasyarakat.
Kedua, dimensi historis.
Pancasila sebagai dasar negara diperkenalkan oleh Ir. Soekarno dalam sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan di Jakarta pada tanggal 1 Juni 1945.
Pidato tersebut menunjukkan bahwa pandangan hidup bangsa Indonesia memiliki sejarah tersendiri yang terbentuk secara dialektis, berdasarkan nilai-nilai yang telah lama dianut oleh bangsa ini. Dalam perjalanan sejarahnya, nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila merupakan nilai-nilai khas yang tumbuh dan berkembang di Indonesia.
Ketiga, dimensi antropologis.
Pancasila merefleksikan nilai-nilai yang bersumber dari pengalaman faktual, rasional, dan religius bangsa Indonesia, yang secara tertulis dirumuskan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Berdasarkan semboyan Bhinneka Tunggal Ika, keragaman bangsa disatukan demi tercapainya kehidupan yang harmonis, rukun, dan damai. Semboyan ini ditulis oleh pujangga Majapahit abad ke-14, Mpu Tantular, dalam kitab Sutasoma.
Keempat, dimensi yuridis.
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2016 menetapkan tanggal 1 Juni 1945 sebagai Hari Lahir Pancasila.
Pancasila sebagai ideologi dan dasar negara dirumuskan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan dijabarkan dalam pasal-pasalnya.
Sebagai dasar negara, Pancasila tidak hanya menjadi landasan konstitusi dan peraturan perundang-undangan, tetapi juga menjadi fondasi seluruh bangunan kenegaraan dan kebangsaan, serta praktik kehidupan bermasyarakat.
Kelima, dimensi sosiologis.
Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi bangsa merupakan "meja statis" yang menyatukan berbagai keragaman di Indonesia. Sekaligus menjadi "bintang pemandu" (leitstar) yang dinamis, yang membimbing kehidupan berbangsa agar sejalan dengan cita-cita pendirian negara.
Berdasarkan hal tersebut, sudah saatnya kita menyusun kembali agenda kebangsaan yang lebih kuat untuk masa depan dengan meneguhkan komitmen terhadap Pancasila sebagai solusi dalam merajut persatuan bangsa dan memajukan kesejahteraan umum sebagaimana dicita-citakan para pendiri bangsa.
Menyadari hal ini, sangat diperlukan pemahaman yang utuh dan mendalam mengenai kedudukan Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
*) Penulis adalah Ketua Jejaring Panca Mandala Sriwijaya Sumatera Selatan