Kesadaran Berbangsa dan Paham Kebangsaan Indonesia
Tulisan Oleh: H. Albar Sentosa Subari*)
Jendelakita.my.id - Bangkitnya kesadaran berbangsa, yang kemudian disusul oleh lahir nya paham kebangsaan di Indonesia, ditengarai secara simbolik dengan penetapan suatu tanggal, ialah tanggal 20 Mei 1908.Manakala dikaji baik baik, pada Mada itu kesadaran berbangsa itupun terjadi atas suatu konsep bahwa hukum yang disebut bangsa- sebagai terjemahan istilah VOLK dalam bahasa Belanda -pada waktu itu adalah apa yang kini disebut suku bangsa. Itulah bangsa-bangsa tua yang mempunyai riwayat amat lama dalam sejarah Kepulauan Nusantara, ditengarai oleh bahasa dan tradisi nya sendiri yang sungguh tua.
Hari Ahad tanggal 20 Mei 1908 itulah apabila dikaji ulang menurut kebenaran sejarahnya sebenarnya merupakan hari lahirnya kesadaran untuk membangun kehidupan berbangsa di kalangan orang orang Jawa saja, diprakarsai oleh para pemudanya yang tengah belajar seni kedokteran di Batavia, ibu kota negeri kolonial Hindia Belanda pada saat itu.
Dari riwayat yang bisa diceritakan berdasarkan sejarah, kesadaran berbangsa dalam definisi yang baru sebagai bangsa Indonesia - yang menguasai kesadaran etno-nasionalisme barulah datang pada dasawarsa dasawarsa berikutnya, sebagian orang penting bahkan bermula di tanah rantau yang bernama negeri Belanda. Pada waktu itu para mahasiswa Indonesia tengah belajar di negeri Belanda mengambil alih kepemimpinan suatu organisasi yang telah ada sebelumnya, dan sekaligus mengganti nama organisasi itu dari " Indische Vereeniging" ke nama yang baru ' Indonesische Vereeniging ". Organisasi dengan kepemimpinan baru ini, yang dua tahun kemudian resmi bernama Perhimpunan Indonesia ", tak lagi nau berkegiatan di bidang seni-budaya kedaerahan" Tanah Hindia ", yang Adi luhung dan Jawa centris, dalam alur seni Mooie Indie( tanah Hindia yang indah), seperti yang dijadikan program utama" Indische Vereeniging. Dengan menerbitkan majalah " Indonesia Merdeka", aktivitas organisasi dengan nama baru ini nyata kalau sudah hendak terang terangan bergerak dengan program program politik kebangsaan meninggalkan aktivitas organisasi sebelum nya yang lebih bernuansa kebudayaan dan seni budaya lokal etnik yang bertujuan sebatas mendemonstrasikan Adi luhung nya budaya Nusantara, khususnya Jawa untuk ditonton warga masyarakat kulit putih.
Kesadaran berbangsa dan gerakan kebangsaan yang bermula di negeri Belanda di kalangan mahasiswa yang datang dari berbagai suku " tanah Hindia" ini berlangsung terus sepanjang dasawarsa 1920 an. Gerakan merebak juga ke tanah air, dimarakkan juga oleh kedatangan para alumni tercatat sebagai aktivis gerakan Indonesia merdeka di negeri Belanda. Titik kulminasi gerakan menuju paham dan solidaritas kebangsaan Indonesia baru ini terjadi pada tanggal 28 Oktober 1928, ialah tatkala para pemuda pelajar bersumpah untuk tanah air berbangsa dan berbahasa yang satu, ialah Indonesia. Tanggal inilah yang harus dianggap titik alih yang mengubah definisi bangsa dan kebangsaan di negeri ini. Dari definisi lama yang mengartikan bangsa sebagai satuan etnis tua yang berealitas kultural ke definisi yang baru sebagai satuan kolektif baru yang lebih komprehensif dan berskala luas dalam realitasnya yang lebih politis.
Yang masih menjadi persoalan ialah, bagaimana kesadaran dan solidaritas kebangsaan baru itu yang telah berhasil marak dan merebak di ranah subjektivitas para pemuda pelajar dan para elit pemuka di negeri ini juga terobjektivitas menjadi pola perilaku sehari-hari khalayak ramai. Manakala Sumpah Pemuda 1928, hendak dimaksudkan untuk melantangkan kehendak menyatukan fragmen fragmen suku tua ke dalam satuan bangsa baru, upaya untuk merealisasikan maksud seperti itu tidak lah bisa diharapkan akan dapat berjalan dengan mudah. Upaya dengan mencoba memperbaharui ikrar memang sering dipandang perlu untuk maksud ini.
Akan tetapi patutlah diingatkan, bahwa ikrar untuk menyatakan kehendak untuk menyatukan yang sesungguhnya lebih bertaraf lanjut dari sekedar bersatu - sebagai suatu bangsa baru tidaklah bisa dicukupkan hanya dengan mengulangi seremoni seremoni yang hanya bermakna sebagai replika naif Sumpah Pemuda dari tahun 1928.
Sesungguhnya seperti yang juga pernah ditegaskan oleh Renan, keinginan untuk bersatu sebagai satu bangsa itu harus diwujudkan secara nyata dalam kehidupan sehari-hari saat ini, di Indonesia ini orang masih lebih suka berkata kata lantang tentang kesatuan dan persatuan daripada berperilaku tertib yang riil dalam kehidupan sehari-hari untuk menyatakan semangat, paham dan komitmen kebangsaan nya.***
*) Penulis adalah Ketua Lembaga Adat Melayu Sumatera Selatan