Breaking News

Cacat Logika Dibalik PPDB SMA Negeri


 Tulisan Oleh: H. Albar Sentosa Subari*)

Jendelakita.my.id - Judul artikel ini terinspirasi dari berita berita yang sedang hangat menjadi perbincangan di masyarakat baik melalui media sosial yang cetak maupun media sosial online.

Penulis pun sebenarnya sudah menurunkan komentar dengan judul Miris Pendidikan kita yang sudah terbit sebelum.

Bahkan sudah ada komunitas masyarakat melaporkan ke lembaga anti Korupsi yang patut diduga ada oknum yang mengambil kesempatan dalam kesempitan.

Kembali ke fokus kita semula yaitu bertajuk Misteri Di Balik PPDB SMA Negeri.

Kenapa judulnya memaknai peristiwa tersebut dengan berawal kata MISTERI, karena sulit diungkapkan dalam fakta. Tapi sesuai dengan pepatah yang sudah lama kita kenal antara lain " Sepandai pandai tupai melompat pasti suatu ketika terjatuh ke tanah.

Serapat rapat menutup durian, tetap tercium juga. Demikian beberapa nasihat pendahulu kita, melalui kata sindiran yang sebenarnya adalah nasihat untuk anak cucunya agar berbuat sesuatu sesuai dengan fitrah dan kodratnya.dengan kata lain sesuai dengan norma hukum, adat istiadat dan agama.

Pada tanggal 29 Juni 2024 harian daerah yang terbit pagi di kota Palembang dan menjadi headline (berita utama) bertajuk

Tak Terdaftar Tapi Lulus. Ada sejumlah 911 (sembilan ratus sebelas) orang siswa bakal calon Sekolah Menengah Atas Negeri yang tersebar di zone kita Palembang dinyatakan tidak diterima alias tidak lulus.

Berarti ada sejumlah yang sama 911 yang tadinya tidak lulus jadi lulus (berhasil masuk dalam koata) ?.

Bagaimana nasib sejumlah bakal calon yang seharusnya lulus menjadi gagal lulus. Di sinilah "Misterius nya".

Artinya ada sesuatu hal yang aneh sehingga penulis menggunakan bahasa CACAT LOGIKA.

Kenapa cacat logika sebabnya adalah sesuatu yang tidak lazim Orang tak terdaftar kok lulus alias masuk.

Logika sehatnya adalah masuk dulu baru keluar, tak mungkin keluar tanpa masuk. Padanan bahasa Indonesia yang baik adalah sesuatu yang keluar pasti masuk dulu. Kecuali Abnormal.

Bahasa kerennya input dan output sama dan sebangun. Kalau tidak melanggar akal sehat.

Fakta yang terurai di atas adalah hasil investasi dari lembaga yang resmi dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum jadi bukan kacang kacangan ( bahasa anak muda di medsos). Yaitu lembaga Ombudsman RI Daerah Sumatera Selatan dalam konferensi pers mereka telah terjadi hal hal yang demikian membuat kita miris , bagaimana jalannya proses pendidikan kita yang berkualitas kalau model model menyimpang seperti itu masih terjadi. Kasus ini menguap karena korban nya bukan satu dua orang tapi sudah berjemaah yang datangnya dari bakal calon siswa di kota Palembang yang sudah memilki nama harum . Dan jalur yang menjadi misteri adalah jalur penjaringan Prestasi.

Menurut Ombudsman RI Daerah Sumatera Selatan, kasus seperti ini sudah ditemukan sejak tahun sebelumnya minimal tahun 2023 namun tahun ini masih terulang kembali.

Apa penyebabnya mungkin dapat kita analisis pada artikel artikel selanjutnya

Wallahu a'lam. Allah Yang Maha Benar.

Apalagi kalau negara kita menginginkan di tahun 2045 saat satu abad (seratus tahun memperingati) hari lahirnya bangsa Indonesia 17 Agustus 1945, yang pada tahun ini juga Presiden akan menjadi inspektur upacara (Jokowi) memperingati hari proklamasi di lokasi Ibu Kota Negara (IKN) di Kalimantan.

Ingat kata EMAS dalam kalimat Indonesia Emas, dengan istilah Emas dalam pidato bung Karno Presiden Republik Indonesia yang pertama pada sidang BPUPK 1 Juni 1945 dengan kalimat yang bergelora 

Kita akan menuju Jembatan Emas (masyarakat adil dan makmur serta makmur dalam berkeadilan- Rechtside) namun kita harus menyeberangi dulu yang namanya Jembatan Kemerdekaan.

Jembatan Kemerdekaan sudah di bangun oleh founding father sekarang kita sedang berada menuju Jembatan Emas atau istilah terbaru nya adalah Indonesia Emas 2045. Untuk itu kita sudah harus meninggalkan Tradisi kolonial - memasuki revolusi kemerdekaan dan menuju Revolusi Mental untuk mewujudkan bita cita negara kesatuan Republik Indonesia (NKRI).***

*) Penulis adalah Pengamat Hukum dan Sosial