Sejarah Pembentukan Propinsi Sumatera Selatan
Tulisan Oleh: H. Albar Sentosa Subari*)
Jendelakita.my.id - Pertanyaan yang pertama akan muncul kapan Propinsi Sumatera Selatan terbentuknya. Momentum apa yang menjadikan dasarnya. Kenapa tidak diambil momen momen bersejarah; demikian pendapat yang bersilangan.
Bermula dari Propinsi Sumatera tidak dapat bekerja efektif karena begitu luas jangkauannya serta multi majemuk persoalan yang dihadapi (sosial, budaya, politik dan pertahanan keamanan). Maka Hasil musyawarah Residen di Bukittinggi tanggal 17 April 1946 menganggap perlu Propinsi Sumatera di bagi bagi wilayah nya. Dan usul ini dapat diterima oleh DPR Sumatera dalam sidang 18 April 1946.
Pada tanggal 15 Mei 1946 diumumkan pembagian wilayah Sumatra. Dipecah menjadi 3 sub Propinsi, yaitu propinsi Sumatera Utara,sub Propinsi Sumatera Tengah dan sub Propinsi Sumatera Selatan dengan keresidenan Palembang, Lampung, Bengkulu dan Bangka Belitung. Ditunjuk Gubernur muda menjadi koordinator di wilayah sub Propinsi yang bertanggung jawab pada pusat (Yogyakarta).
17 Mei 1946 Gubernur muda sub Propinsi Sumatera Selatan dilantik yaitu dr. A. K. Gani.
Setelah persetujuan Room Royan tanggal 7 Mei 1949 dan kembali Pemerintahan Republik Indonesia di Yogyakarta, dengan Konferensi Meja Bundar di Den Haag tanggal 2 Nopember 1949 menyepakati pengakuan Kedaulatan Indonesia oleh Belanda.
Karena situasi sudah kondusif maka pemeriksaan Propinsi Sumatera Selatan yang tadinya dipegang Gubernur Militer Daerah Militer Istimewa Sumatera Selatan (DMISS), dr. A.K. Gani diserah terimakan Gubernur Sumatera Selatan kepada dr.M. Isa.
Dari beberapa riwayat singkat di atas dapat kita ambil points points penting sejarah terbentuknya propinsi Sumatera Selatan.
Yaitu Propinsi Sumatera Selatan terbentuk pada tanggal 15 Mei 1946, yang setiap tahun kita peringati. Tahun ini tahun peringatan yang ke- 78 kalinya.
Mudah mudahan dengan peringatan demi peringatan tersebut akan berdampak positif bagi kemajuan pembangunan di semua bidang kehidupan berbangsa dan bernegara yang berdasarkan Pancasila dan UUD 45.
Sekarang dengan telah keluar nya Undang Undang Republik Indonesia nomor 9 tahun 2023 tentang Propinsi Sumatera Selatan yang menggantikan Undang Undang nomor 25 tahun 1959, dipandang tidak sesuai lagi dengan perkembangan ketatanegaraan sehingga perlu diganti. Yang diundang pada tanggal 4 Mei 2023 dalam Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2023 nomor 56. Yang memuat 9 mata pasal.
Yang menarik bagi pembangunan Provinsi Sumatera Selatan perlu memperhatikan karakteristik yaitu;
Selain kewilayahan dengan ciri utama kawasan daratan rendah dan perbukitan yang merupakan hutan tropis alami yang dilindungi, kawasan taman Nasional yang menjadi potensi pariwisata, dan daerah aliran sungai yang merupakan bagian dari potensi kewilayahan.
Potensi sumber daya alam berupa pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan dan pariwisata, potensi sumber daya mineral berupa pertambangan dan energi dan potensi sumber daya air berupa sungai beserta anak sungai dan danau
Yang penting juga memiliki suku bangsa dan budaya terdiri atas keragaman suku asli, kekayaan sejarah Sriwijaya, bahasa, kesenian , desa adat, kesatuan adat budaya Marga, ritual, upacara adat, situs budaya dan kearifan lokal yang menunjukkan karakter religius dan ketinggian adat istiadat masyarakat Sumatera Selatan.
Sebagai catatan singkat: penulis dalam penyusunan UU 9 tahun 2023, selaku Ketua Pembina Adat Sumatera Selatan dan Anggota Majelis Kehormatan Dewan Pakar Sekretariat Nasional Perlindungan Masyarakat Hukum Adat dilibatkan aktif baik melalui online maupun offline.
Sehubungan dengan pemberdayaan masyarakat hukum adat dalam istilah lain : Perlindungan Eksistensi Masyarakat Hukum Adat, dampak regulasi peraturan perundang-undangan khususnya amanah konstitusi Pasal 18 B ayat 2 UUD 45 di mana negara mengakui keberadaan masyarakat hukum adat beserta hak hak tradisional sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang.
Maka pemerintah daerah khusus kabupaten dan kota perlu segera membuat peraturan daerah (PERDA) dimaksud agar masyarakat hukum adat dapat menjadi subjek hukum dalam beracara di lembaga yudikatif guna mempertahankan hak hak tradisional serta menunjukkan bahwa masyarakat hukum adat masih hidup.
Tentu tugas ini bukan saja terletak di tangan eksekutif dan legislatif tapi juga harus didorong dan menjadikan mitra seperti Perguruan Tinggi negeri ataupun swasta dalam menyusun naskah akademik nya. Tentu menyusun Naskah Akademik (NA) tidak sembarang orang atau lembaga instansi, karena mereka harus benar benar profesional mengetahui perkembangan ilmu hukum adat baik secara teoritis maupun praktis. Bukan sekedar mendapatkan pemahaman dari cerita cerita lama yang belum tentu sesuai dengan era reformasi kita dewasa ini.***
*) Penulis adalah Ketua Pembina Adat Sumatera Selatan