Breaking News

Pilkada dan Etnis

Tulisan Oleh: H. Albar Sentosa Subari*)

Jendelakita.my.id -  Pilkada merupakan sistem pemilihan langsung terhadap kandidat yang akan menjadi kepala daerah, baik tingkat provinsi, kabupaten dan kota.

Pilkada (pemilihan kepala daerah) serentak direncanakan insya Allah pada bulan November tahun 2024 dari Sabang sampai Merauke yang dilaksanakan untuk pertama kalinya setelah reformasi akibat regulasi peraturan perundang-undangan.

Tentu hal ini menarik untuk dicermati dampak apa, yang akan timbul baik yang positif maupun negatif nya. Tentu sekarang belum bisa diamati karena pilkada nya sendiri belum dilakukan.

Sedangkan etnis yang kita maksudkan dalam artikel ini adalah istilah yang digunakan untuk mengelompokkan manusia dalam satu komunitas, yang memiliki persamaan atas sosial, budaya serta adat istiadat yang memiliki kesamaan satu sama lain akibat dari faktor teritorial maupun gemologist.

Misalnya kita ambil contoh salah satu etnis terbesar baik jumlah maupun luasnya wilayah yaitu etnis KUMORING atau Komering .

Dalam konteks ini adalah masalah sejauh mana korelasi antara pilkada dengan etnis dimaksud untuk satu calon pasangan kepala daerah tersebut.

Sejauh mana saling pengaruh mempengaruhi satu sama lain. Sehingga untuk tim pemenangan maupun yang bersangkutan sendiri untuk mencari peluang guna pemenangan; maka akan ikut dipertimbangkan adalah faktor ETNIS tertentu, di samping faktor faktor lain.

Khusus di Sumatera Selatan hal itu sangat menunjang potensi menangnya seorang calon kepala daerah. Sehingga perlu dijadikan variabel utama sebagai variabel dependen dan variabel antara ( istilah Prof. Sumadi).

Ambil sebagai contoh mutahir beberapa Gubernur yang pernah menjabat sebagai kepala daerah di Sumatera Selatan yaitu bapak Syahrial Oesman dan bapak Herman Deru (menurut informasi di media baik langsung atau tidak langsung HD akan menjadi salah satu calon yang akan ikut pilkada), untuk yang kedua kali nya. Dan yang sudah jelas jelas akan maju karena pasangan tersebut sudah launching adalah mantan wakil Gubernur Mada bapak Herman Deru yaitu bapak Mawardi Yahya berpasangan dengan mantan walikota Palembang .

Dengan istilah mereka sebagai panglima perangnya adalah bapak SO. (Catatan penulis istilah panglima perang - istilah yang terbaca di media. Seperti mau menghadapi suatu peperangan ingat di zaman kerajaan maupun perang modern).

Kesimpulan nya untuk sementara dan sangat signifikan adalah bahwa kesuksesan calon untuk mengumpulkan suara adalah faktor ETNIS sangat berperan di samping faktor yang lain. Misalnya pengalaman, pendidikan dan gata berinteraksi sosial dengan komunitas yang ada di wilayah suatu pemilihan.

Demikian juga halnya dengan agama dari suatu etnis akan berdampak pada sikap dan hasil pemenangan. Dalam ini telah disinyalir oleh Prof. Keyzer dan Prof. Van den Berg, bahwa budaya suatu komunitas baca etnis di pengaruhi oleh religi masyarakat itu sendiri yang disebut teori Receptcio in complektio. (Yang sering penulis singgung dalam kajian korelasi antara adat istiadat dan kepercayaan).

Isu etnis juga kalau salah strategi akan menjadi bumerang yang digunakan oleh pihak calon pasangan lain (penulis tidak menggunakan istilah lawan- karena konotasi bertentangan, padahal kita bersaudara, bukan perang).

Dalam ilmu politik dikenal dengan istilah yang bukan asing lagi di dunia perpolitikan dengan istilah "pemecah suara" Allah hu a'lam (hanya Allah yang Tahu).***

*) Penulis adalah Ketua Pembina Adat Sumatera Selatan