Halal bihalal vs Dosa baru
Tulisan Oleh: H. Albar Sentosa Subari*)
Jendelakita.my.id - Judul artikel di atas terdiri dari dua variabel yang saling koreksi kalau sampai melalaikan aturan syariat.
Halal bihalal adalah suatu tradisi yang populer di masyarakat Indonesia, saat setelah bulan Ramadhan. Tradisi ini sejak kapan dan siapa yang mempraktekkan nya secara pasti belum ada penelitian ilmiah dari kalangan sarjana sosial.
Sedangkan makna kata "dosa baru", adalah penafsiran dari kondisi setelah kita menjalani ibadah puasa ramadhan. Karena nya kita pada bulan Syawal kita mengucapkan "minal aidzin wa Faizin".
Yang dimaknai secara bebas semoga kita kembali ke fitrah, bagaikan bayi yang bersih tanpa dosa.
Sedangkan kata baru anak kalimat dosa itu boleh saja kita analisis sebagai dosa awal, karena dibuat awal setelah ramadhan.
Tradisi atau adat istiadat dari masyarakat tidak terlepas dari nuansa agama baca Islam). Seperti pepatah Melayu; Syara' mengatur Adat mangato.
Adat bersandi Syara' Syara' Bersendikan Kitabullah Al Qur'an).
Di kalangan ilmiah juga menjadi objek penelitian misalnya;
Pertama, Penelitian yang dilakukan Prof. Keyzer, Prof. Van den Berg dan Prof. Van den Bosch terkenal dengan teori " Receptcio in complektio.
Di Sumatera Selatan teori ini terakomodasi dalam Simbur Cahaya (kompilasi Adat Istiadat Sumatera Selatan oleh Ratu Sinuhun, 1630-1632, Kolonial Belanda 1852-1854 dan diperbaharui pada tahun 1926 oleh Pasirah Bond).
Kedua, penelitian oleh Prof. Snouck Hurgronje melahirkan teori "Receptcio" .
Ketiga, penelitian Prof Dr. Hazairin SH, guru besar hukum adat dan hukum Islam di universitas Indonesia, yang melahirkan teori, "Receptcio A Contrario" yang membantah teori Snouck Hurgronje, yang menyebut teori Snouck Hurgronje sebagai TEORI IBLIS.
Dosa yang menjadi tolak ukur kita di atas (dosa baru). Adalah dosa yang dilakukan baik sengaja maupun ketidak pahaman seseorang atas ketentuan syariat. Spesifikasi adalah, biasanya kita menyaksikan di dalam prosesi acara tradisi Halal bil halal tersebut, adanya acara saling mengucapkan kata maaf dan disimbolkan dengan berjabat tangan dan dibuat secara teratur dan rapi biasanya buat berbaris, tanpa melihat siapa yang dijabat tersebut, apakah lawan jenis yang dibolehkan bersentuhan kulit (padahal sudah diatur syariat dilarang bersentuhan kulit orang orang yang diharamkan, tapi masih kita lakukan, belum lagi, berbaur satu sama lain yang beda jenis (laki-laki dan perempuan) di dalam satu waktu dan tempat, serta sering juga terlihat sambil sujud dan membungkukkan badannya terutama saat berjabat dengan pimpinan- atasan: padahal sujud dan menundukkan kepala tidak untuk setiap orang yang dibolehkan dan lain sebagainya.
Tulisan ini bukan bermaksud untuk mengungkit ungkit kesalahan orang lain, tapi berniat mengingat bahwa di dalam prosesi acara halal bihalal tersebut dilakukan dengan benar sesuai dengan aturan agama.
Tradisi Halal bil halal tersebut sangat baik untuk menyambung silaturahmi namun di sisi lain tetap lurus pada ajaran agama (baca Islam). Jangan sampai karena urusan dunia mengenyampingkan ketentuan Allah SWT dan Rasulullah Saw.
Solusinya panitia ataupun penyelenggara memberikan rambu rambu agar selalu dalam bingkai yang diatur oleh syariat.
Sampaikan oleh mu walaupun seayat.
Untuk menyampaikan sesuatu yang HAQ memang berat.
Jangan sampai kita tergolong pada kelompok "orang yang dikatakan Rasulullah Saw, sebagai orang yang terkategori selemah lemah iman, yaitu berdiam diri". Aamiin***
*) Penulis adalah Ketua Pembina Adat Sumatera Selatan