Globalisasi dan Kedaulatan Negara
Tulisan Oleh: H. Albar Sentosa Subari*)
Jendelakita.my.id - Dua sisi yang berbeda namun saling berkolaborasi satu sama lain di abad ini. Sejauh mana hubungan toleransi keduanya dalam pandangan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD NKRI tahun 1945.
Istilah "globalisasi" telah digunakan di berbagai arena, termasuk ekonomi, politik dan budaya. Salah satu ciri utama Globalisasi yang paling terlihat jelas adalah pada sekitar ekonomi, yaitu suatu kondisi meluasnya jangkauan arus ekonomi timbal balik di seluruh dunia (Steger dalam Sulistyowati, 2009). Globalisasi ekonomi adalah penerapan teknologi produksi secara masal yang digabungkan dengan modal besar dan pasar bebas yang mendorong penggunaan teknologi semaksimal mungkin (Marber, idem).
Globalisasi juga dapat diartikan sebagai proses yang menjangkiti seluruh dunia dan tengah terjadi di seluruh dunia; konsep tersebut dengan demikian meliputi konotasi ruang dan waktu.
Terakhir bisa juga bermakna bahwa globalisasi terdiri dari sejumlah proses di mana produk, orang, perusahaan, uang,dan informasi dapat bergerak bebas dan cepat di seluruh dunia, dengan leluasa tanpa dihalangi oleh batas batas negara atau batasan teritorial lainnya.
Dengan memaknai kalimat "tanpa dibatasi atau dihalangi oleh batasan teritorial (baca kedaulatan), apakah globalisasi ini merupakan ancaman atau kesempatan untuk menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang memiliki dasar negara Pancasila dan UUD 45.
Itu merupakan tugas berat bagi kita bersama.
Satu. Sisi memang kita berkewajiban menjaga negara kesatuan Republik Indonesia tetap utuh. Namun di sisi lain mau atau tidak mau itu konsekuensinya dari hidup berbangsa dan bernegara di dalam hubungan internasional.
Kita ingat dengan fatwa Ki Hadjar Dewantara bahwa di dalam membangun kebudayaan (sosial, ekonomi dan budaya serta politik), harus konvergensi, harus menerima dampak dari luar juga.
Kalau dalam istilah P4 dulu, ingat penulis sebagai salah satu Manggala nasional dengan istilah "Pancasila sebagai ideologi terbuka", pertanyaan sampai seberapa besar keterbukaan tersebut tentu berkaitan dengan konsep Kedaulatan Negara.
Kajian utama Globalisasi adalah terletak pada konsep kedaulatan, sebuah konsep yang berasal dari beberapa abad yang lalu sebelum sistem kenegaraan dicetuskan pada tahun 1648 M
Secara tradisional, kedaulatan suatu negara telah ditentukan, dalam hal dimensi internal dan eksternal negara, sebagai yurisdiksi teritorial eksklusif.
Kedaulatan pada awalnya ditujukan sebagai rujukan bagi pembentukan hukum dalam suatu negara (hukum nasional). Namun kemudian kedaulatan telah diinterpretasikan oleh sebagian orang sebagai kapasitas hukum yang menempatkan kewenangan negara di atas semua kewenangan hukum di luar negara (hukum internasional).
Tentu mau tidak mau dampak globalisasi terhadap kedaulatan suatu negara akan berdampak positif dan juga negatif bila tidak dikelola dengan hati hati bagi pengambil keputusan berkenaan dengan kemakmuran rakyat dari suatu Negara. Walaupun beberapa referensi, hasil analisis mereka sangat terletak pada bentuk hubungan antara kepentingan nasional, internasional dan transaksional ( terutama dalam globalisasi hukum). Ide mengenai negara sebagai satu satunya pemilik kedaulatan negara semakin melemah dengan munculnya berbagai pola interaksi hukum yang melintas batas batas antara hukum internasional dan hukum nasional, praktek tingkat lokal dan internasional serta kewenangan yuridis internal dan eksternal. Keberadaan jaringan aktivitas global dan regional, rezim internasional, tata pemerintahan global dan regional, gerakan sosial di tataran transnasional, interaksi hukum global dan transaksional dan berbagai jenis asosiasi transnasional, dapat diinterpretasikan sebagai munculnya "ruang politik dan hukum" jenis baru yang melepaskan diri dari ikatan wilayah negara.
Jayasuriya yang dikutip oleh Sulistyowati, 2009; 48.
Perubahan utama dari karakteristik kedaulatan terletak pada pergeseran dari pemerintahan (government) menjadi tata pemerintahan (governance).
Jayasuriya lebih lanjut mengatakan bahwa kekuasaan pemerintah menjadi semakin terpecah dan tersebar luas di antara pasar dan masyarakat sipil atau dengan kata lain kedaulatan telah terdistribusi di berbagai lembaga dan aktor. Negara dan kedaulatan tidak hilang atau berkurang - bahkan sebaliknya, mereka mendapatkan peran baru - namun mereka tidak dapat melaksanakan kekuasaan mereka secara efektif seperti sebelumnya.
Simpulan bahwa globalisasi (globalisasi hukum) akan berdampak positif dan atau sebaliknya (negatif) terhadap kedaulatan negara.
Tentu ini kita sebagai negara yang berdasarkan Pancasila dan UUD 45 harus mewaspadai nya.
Terutama kualitas para pengambil keputusan dalam menjalankan roda pemerintahan agar tetap konsekuensi untuk mengutamakan kemakmuran rakyat sebagaimana tertuang dalam Pembukaan UUD 45, Mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur serta makmur dalam berkeadilan.
Ke profesional dan ke proporsional para pemimpin (eksekutif, legislatif dan yudikatif) sangat besar tanggung jawab menjadi kedaulatan negara kesatuan Republik Indonesia.
Di samping itu juga kualitas kehidupan masyarakat/rakyat Indonesia harus ditingkatkan di semua level kehidupan agar tidak menjadi objek selamanya. Dengan kualitas yang memadai dia bisa independen untuk memikirkan dan menyampaikan hajat hidup nya sesuai kodratnya sebagai mahluk ciptaan Tuhan.***
*) Penulis adalah Ketua Koordinator Jejaring Panca Mandala Sriwijaya Sumatera Selatan