Breaking News

Beda Tempat Beda Pembicaraan

Tulisan Oleh: H. Albar Sentosa Subari*)

Jendelakita.my.id - Tempat itu berbeda beda, karena nya pembicaraan pun berbeda-beda pula ungkapan nya. Jadi pembicaraan harus disesuaikan dengan tempat nya. Tidak mungkin kita menggunakan satu cara dalam mencegah perbuatan mungkar atau menyuruh perbuatan makruf dalam segala keadaan dan kepada semua orang, tanpa membedakan antara yang kecil dan besar, orang bodoh dan berilmu, orang miskin dan orang kaya, terpelajar dan buta huruf, dan berbagai macam golongan masyarakat lainnya.

Sebagai bukti kita kemukakan tiga kisah;

Pertama, setelah selesai melaksanakan sholat di sebuah mesjid yang mewah,ada seorang bocah di luar mesjid. Ia memegang tongkat dan dipukul kan pohon kurma yang ditanam di sekitar masjid. Orang tua itu melarang untuk tidak memukul nya, lalu bocah tadi menjauh. Tapi saat ditinggalkan sendirian ia kembali memukul. Lalu dinasehati anak kecil itu dengan menggunakan kalimat beda dgn kalimat pertama kali tadi yang bersifat perintah. Yaitu menggunakan kalimat: wahai anakku apakah kamu mau dipukul dengan tongkat ini?. Dengan tersenyum dis bilang TIDAK. Demikianlah pula pohon ini. ia tidak suka dipukul seseorang.. Mendengar itu tersenyum malu dan menjauhi pohon serta tidak lagi memukul nya. Dengan demikian, gaya bahasa ini lebih efektif untuk melarangnya dibandingkan dengan gaya bahasa tanpa perumpamaan yang sesuai dengan usia dan cara berpikirnya.

Kedua, kisah ini berawal seseorang di belakang imam di sebuah masjid, orang itu melihat kesalahan dalam bacaan imam tersebut. Ia sudah tua dan tampak nya tidak memiliki Ilmu yang memadai. Orang seperti ini sulit untuk menerima nasihat.

Namun dengan cara yang ampuh yaitu bertanya pada imam tersebut. Wahai Syekh, aku seorang pelajar dan ingin belajar dengan syech.

 Saat syech membaca ayat tadi dengan cara tertentu, pada hal ana telah terbiasa sejak kecil dengan cara yang berbeda dengan cara syech baca. Dapat kah syech membimbing ku pada cara yang benar. Imam tersebut menyadari kesalahannya dan berkata kepada pelajar tadi; justru aku yang salah dalam bacaan dan lisan ku tergelincir. Aku bersyukur dengan hal ini dan aku doakan atas kebaikan mu.

Ketiga, pernah ada cerita seorang muadzin Fulan adalah pelaku bid'ah. Pada suatu hari seseorang mendengar dia mengumandangkan adzan, kemudian menambahkan bacaan selawat kepada nabi Saw setelah adzan, mengeraskan suara melalui pengeras suara 

 Seusai sholat, orang tadi menemui muadzin tersebut dan memuji suaranya merdu dan memang ia memiliki suara yang merdu. Dan membacakan sebuah hadits tentang selawat atas nabi setelah adzan dan perkara lainnya. Tapi ini bukan berarti harus mengeraskan suara dengan selawat tersebut., supaya orang awam yang mendengar adzan tersebut tidak menyangka bahwa itu adalah bagian dari adzan.

Ia menganggukkan kepala tanda setuju.

Simpulan dari tiga kisah tersebut 

Pada kisah pertama anak kecil : kita tidak boleh menggunakan gaya bahasa abstrak dan bersifat perintah; tapi menggunakan gaya bahasa PERUMPAMAAN.

Pada kisah kedua dan ketiga, karena imam dan muadzin tadi memiliki kelebihan posisi nya; maka kita tidak boleh MENYALAHI Langsung , tapi dengan membawa bukti dalil dan yang sangat penting adalah gaya yang dipakai adalah dengan cara MEMUJINYA dulu, sangat berpengaruh sekali mengubah keadaan seseorang.

Biarkan dia sadar sendiri atas kekeliruan nya.

Kisah kisah di atas gambaran kita terutama di dunia serba canggih sekarang untuk berkomunikasi satu sama lain adalah SANGAT penting dipelajari lawan atau jawan bicara sebelum berinteraksi satu sama lain. Itu bisa berlanjut atau diputus persaudaraan dan pertemanan. Dan ini umumnya masih sedikit disadari oleh kita bersama. ***

*) Penulis adalah Ketua Koordinator Jejaring Panca Mandala Sriwijaya Sumatera Selatan