Breaking News

Terstruktur, Sistematik dan Masif (TSM)

Tulisan Oleh: H. Albar Sentosa Subari*)

Jendelakita.my.id - Singkatan TSM ini sekarang sedang ngetren dan populer di lidah masyarakat kita. Kenapa pertanyaan; tentu ini tidak terlepas dengan dinamika politik yang sedang hangat dibicarakan oleh pihak pihak yang sedang bersidang di Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia.

Seperti kita ketahui bersama bahwa sidang Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia sejak tanggal 25 Maret 24 sampai dengan jadwalnya tanggal 22 April 2024, sedang memeriksa Perselisihan Hasil Pemilihan Umum tahun 2024. Antara pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden (Anis Baswedan Muhaimin Iskandar - Prabowo Subianto dan Gibran - Ganjar Pranowo dan Mahfud MD).

TSM telah dijadikan tolak ukur untuk menguji adakah telah terjadi Pelanggaran Pemilu, oleh pihak pihak berkepentingan.

Dalam kasus yang sedang disidang di MK , adalah TSM yang dilakukan oleh Jokowi (Presiden Republik Indonesia), karena salah satu dari pasangan calon yang ikut dalam pemilihan umum tersebut adalah anak kandung yang bersangkutan (Tentu hakim akan menilai nya).

Juga yang menarik dalam persidangan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia sekali ini adalah memiliki jumlah hakim yang berjumlah genap yaitu delapan orang. Karena hakim konstitusi Anwar Usman sesuai dengan putusan Mahkamah Kehormatan Mahkamah Konstitusi yang dipimpin oleh Jimly Asshiddiqie, juga mantan Ketua Mahkamah konstitusi menjatuhkan sdr. Anwar Usman telah melanggar Etika berat, dalam proses keputusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia nomor 90 PUU-XXI/ 23, yang telah memutuskan atas perubahan usia boleh seseorang mencalonkan diri sebagai peserta calon Presiden dan Wakil Presiden. Dari ketentuan perundang undangan minimal 40 tahun. 

Ternyata setelah melalui sidang kode etik oleh MKMK, terbukti ada kepentingan dari orang tertentu yang tidak lain adalah keponakan nya sendiri (anak kandung Jokowi, presiden Republik Indonesia yang sedang berkuasa).

Terlepas dari itu, kita kembali ke sistem perundang-undangan khususnya UU mengenai Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (UU Nomor 24 tahun 2003 Jo UU Nomor 8 tahun 2011. Khususnya kita lihat Bagian Ketujuh tentang Putusan (Pasal 45-49).

Khususnya Pasal 45 ayat 4 sampai 8;

Pasal 45 ayat 4; Putusan sebagaimana pada ayat 3 diambil secara musyawarah untuk mufakat dalam sidang pleno hakim konstitusi yang dipimpin oleh ketua sidang;

Ayat 5; Dalam sidang Permusyawaratan, setiap hakim konstitusi wajib menyampaikan pertimbangan atau pendapat tertulis terhadap pemohon;

Ayat 6: Dalam hal musyawarah sidang pleno hakim konstitusi sebagaimana dimaksud ayat (4), tidak dapat menghasilkan putusan, musyawarah ditunda sampai Musyawarah sidang pleno hakim konstitusi berikut nya;

Atat 7; Dalam hal musyawarah sidang pleno setelah diusahakan dengan sungguh sungguh tidak dapat dicapai mufakat bulat, putusan diambil dengan suara terbanyak:

Ayat 8; Dalam hal musyawarah sidang pleno hakim konstitusi sebagaimana dimaksud ayat (7) tidak dapat diambil dengan suara terbanyak, suara terakhir ketua pleno hakim konstitusi menentukan.

Mengutip Pasal 45 ayat 4 sampai 8 dari Undang Undang Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia di atas, kemungkinan besar akan terjadi pada sidang PHPU kali ini khusus dalam diktum ayat 8. 

Karena jumlah hakim konstitusi yang sedang berjalan ini Hakim Mahkamah Konstitusi hanya delapan orang ( genap).

Di sini tergambar oleh kita bahwa peranan ketua sidang pleno MK sangat menentukan kualitas dari suatu putusan. Ini hanya sebatas analisis kemungkinan kemungkinan terjadi. Mudah mudahan dapat diambil secara musyawarah untuk mufakat (ayat 4). Sebab itu akan mencerminkan kepribadian bangsa Indonesia yang mulia sebagai bangsa yang besar dan kuat dengan Pancasila dan UUD NKRI tahun 1945, sebagai pedoman berbangsa dan bernegara. Hidup dan Jaya Negeriku (NKRI - harga mati). Aamiin ya rabbal Allamiin.***

*) Penulis adalah Ketua Koordinator Jejaring Panca Mandala Sriwijaya Sumatera Selatan