Perenungan Kembali Pengkajian Ulang UUD 45
Opini Oleh: Albar Sentosa Subari*)
JENDELAKITA.MY.ID -
Mengawali tulisan ini, baiknya kita membaca dan menyimak kembali penjelasan
Prof. Dr. R. Soepomo SH pada rapat PPKI tanggal 18 Agustus 1945, satu hari
setelah Proklamasi 17 Agustus 1945, beberapa saat sebelum UUD 45 disahkan,
dapat memberikan gambaran tentang sistem pemerintahan khas Indonesia yang
dirumuskan oleh perancang konstitusi.
Pokok pikiran untuk Undang Undang Dasar, untuk susunan
negara, ialah begini.
Kedaulatan rakyat ada di tangan rakyat sebagai penjelmaan
rakyat, di dalam suatu badan yang dinamakan Majelis Permusyawaratan Rakyat.
Jadi Majelis Permusyawaratan Rakyat adalah suatu badan
negara yang memegang Kedaulatan Rakyat, yaitu suatu badan yang paling tinggi,
yang tidak terbatas kekuasaannya.
Maka Majelis Permusyawaratan Rakyat yang memegang Kedaulatan
Rakyat itulah yang menetapkan Undang-undang Dasar dan Majelis Permusyawaratan
Rakyat itu yang mengangkat Presiden dan wakil presiden.
Maka Majelis Permusyawaratan Rakyat menetapkan garis garis
besar haluan negara...
Presiden tidak mempunyai politik sendiri, tetapi mesti
menjalankan haluan negara yang telah ditetapkan, diperintahkan oleh Majelis
Permusyawaratan Rakyat.
Di samping itu Presiden adalah Dewan Perwakilan Rakyat...
Badan yang bersama sama dengan Presiden, persetujuan dengan
Presiden membentuk undang-undang, jadi suatu badan legislatif.
Para perancang konstitusi seperti Prof Dr Soetomo sudah
mengingatkan kita semua, untuk memahami konstitusi tidak cukup hanya dibaca
dari yang tertulis pada pasal pasal nya, tapi harus diselami dan dipahami jalan
pikiran para perancangnya serta konteks sejarah yang melingkunginya.
Sekarang semakin banyak yang menyadari sistem presidensial
yang diterapkan pada politik multi partai tidak akan menciptakan stabilitas
pemerintahan yang amat diperlukan membangun bangsa dan negara.
Ternyata amendemen sistem Pemerintahan Negara Indonesia yang
dilakukan oleh MPR antara 1999-2002 didasarkan pada asumsi yang keliru yaitu
sistem pemerintahan yang dirumuskan dalam UUD 45 adalah sistem presidensiil.
Asumsi tersebut jelas salah karena para perancang konstitusi
pertama tersebut merancang UUD 45 berlandaskan pada kaidah dasar negara
kekeluargaan, negara yang berkedaulatan rakyat, serta penyelenggaraan demokrasi
sosial -ekonomi untuk mencapai kesejahteraan sosial, dan demokrasi perwakilan -
Permusyawaratan sebagai mana dicantumkan pada Pembukaan UUD 45.
Bila memang demikian, maka gerakan reformasi untuk
meluruskan dan memurnikan pelaksanaan UUD 45 pasti tidak mampu mencapai
tujuannya karena UUD baru dihasilkan tidak sesuai dengan staats fundamental
norm, yang terdapat dalam Pembukaan UUD 45 tersebut.
Pelurusan UUD 45, tidak mungkin dilakukan oleh MPR hasil
pemilu 2024 karena MPR yang bi- atau tri- kameral tersebut bukan lembaga
Pemegang kedaulatan rakyat, bukan perwujudan dari seluruh rakyat.
Salah satu langkah konstitusional yang dapat ditempuh oleh
Pemerintah kita adalah meminta persetujuan rakyat melalui REFERENDUM untuk
memurnikan UUD 45 yang dilakukan oleh sebuah Komisi Konstitusi Independen yang
merupakan representasi dari semua unsur masyarakat Indonesia.
Sayang nya pemurnian UUD 45 tidak mudah dilakukan, karena
Penjelasan UUD 45 yang merupakan satu satunya referensi paling penting untuk
menafsirkan teks UUD 45 telah dinyatakan tidak berlaku lagi oleh MPR. Karena
itu salah satu tugas Komisi Konstitusi tersebut, seandainya dibentuk oleh
Presiden terpilih pada 2024, adalah mengutuhkan kembali naskah UUD 45 yang
terdiri dari:
Pembukaan
Batang Tubuh
Penjelasan, dan menempatkan amendemen sebagai tambahan dari
naskah lengkap. Kalau langkah itu dilakukan, baru lah kita dapat bertepuk dada
dan dengan lantang mengatakan, " Bangsa Indonesia adalah bangsa yang
menghargai karya besar para bapak bangsa dan menghayati sejarah bangsa.
Hanya dengan demikian kita dapat menjadi Bangsa yang Besar.
Dan dapat mewujudkan Rechtside dalam Pembukaan UUD 45.
Dengan tujuan terakhir mencapai masyarakat adil dan makmur
serta makmur dalam berkeadilan (Lihat istilah Prof Mr. H. Makmoen Soelaiman
Guru Besar luar biasa Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya.
Memanusiakan manusia. (O. Notohamidjojo dalam bukunya
berjudul Pokok Pokok Filsafat Hukum dan bukunya KEADILAN. ***
*) Penulis adalah Ketua
Koordinator Jejaring Panca Mandala Sriwijaya Sumatera Selatan