Hukum Adat Mulai Bangkit
Tulisan Oleh: Albar Sentosa Subari*)
JENDELAKITA.MY.ID - Mengawali
tulisan ini sebaiknya kita kelompokkan menjadi dua judul di atas. Kelompok
pertama adalah Hukum Adat, kelompok kedua Bangkit Kembali.
Hukum Adat (yang diterjemahkan oleh orang Belanda dengan
istilah mereka " Adat Rechts": bukan istilah hukum adat berasal dari
bahasa Belanda Adat Rechts - yang selama ini dipahami sebagai suatu kesalahan
yang tidak disadari). Seolah olah Hukum Adat berasal dari bahasa Belanda. (Lihat
Prof. Dr. H.M. Koesnoe SH dan Prof. Dr. YTC. Tambun Anyang, SH).
Hukum Adat juga dikenal dengan istilah istilah lain seperti
Hukum Kebiasaan (istilah Soerojo Wignyodipuro), dan istilah Nilai Nilai Yang
Hidup Dalam Masyarakat, serta Hukum Yang Hidup Dalam Masyarakat (istilah KUHP
Baru).
Demikian juga definisinya yang diajarkan oleh para ahli
hukum adat misalnya Soepomo, Hazairin, Snouck Hurgronje dan lain lain memiliki
versi masing-masing dari sudut mana mereka memandang.
Pada tulisan ini penulis hanya ingin menyampaikan satu
definisi saja dan definisi terakhir yang disimpulkan oleh hasil simposium
Nasional mengenai Hukum Adat di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta pada tanggal 15-17 Januari 1974, yang berbunyi.
Hukum Adat adalah hukum asli Indonesia (ada terbitan BPHN)
menulis Hukum Indonesia asli. Posisi kata ASLI berbeda ada yang di muka kata
Indonesia dan di belakang kata Indonesia. Tapi yang benar menurut Prof.Iman
Sudiyat, SH. Pembimbing penulis di FH UGM (thesis), yang benar adalah kata asli
dimuka kata Indonesia. (Sebab beliau waktu itu sebagai perumus serta notulen
rapat pada saat perumusan). Dan ini juga dikutip oleh Prof Dr. YCT. Tambun
Anyang SH dalam pidato pengukuhan sebagai guru besar hukum adat di universitas
Pontianak Kalimantan Barat (teman saat di pusat studi hukum adat dan Islam
universitas Syiah Kuala Banda Aceh).
Kembali ke rumusan definisi di atas lengkapnya berbunyi;
Hukum Adat adalah Hukum ASLI Indonesia yang tidak TERTULIS dalam bentuk
perundangan undangan yang mendapat pengaruh AGAMA.
Kalau kita bedah definisi itu tergambar bahwa Hukum Adat
adalah hukum asli, tidak tertulis dan mendapat pengaruh agama.
Asli menunjukkan makna bahwa hukum adat itu berasal dari
nilai nilai yang hidup dalam masyarakat dari Sabang sampai Merauke sejak nenek
moyang mereka yang dipatuhi secara turun temurun. (Tentu berkembang sesuai
dengan waktu dan kondisi).
Sedangkan makna Tidak Tertulis adalah bahwa Hukum Adat itu
tidak dibuat oleh lembaga formal negara, seperti DPR dan Presiden.
Dan mendapat pengaruh agama, bermakna bahwa hukum adat itu
mencerminkan agama dari masyarakat memeluk agama dari komunitas yang bersangkutan.
(Ingat teori Receptcio in compleksio- Van den Bosch dan Keyzer).
Dengan berlakunya
undang-undang nomor 1 tahun 23 tentang Kitab Undang Undang Hukum Pidana khusus
Pasal 597 secara jelas mengakui keberadaan hukum yang hidup dalam masyarakat.
Dan sebelumnya juga telah diberlakukan lembaga baru oleh
Kapolri dan Kejagung tentang lembaga musyawarah di luar pengadilan yaitu
lembaga yang disebut dengan Restoratif Justice. (Walaupun nama dan proses nya
tidak beda banyak yang intinya adalah Musyawarah antar pihak.
Terbukti lembaga Restoratif Justice ini semakin berkembang
misalnya saja di Kabupaten OKU, telah dibentuk dan disiapkan 10 rumah
Restoratif Justice. Setiap desa ada satu rumah RJ. Sebagaimana di kutip dari
harian daerah pada tanggal 21 Maret 24. Dan selama tahun 23 ada sebanyak 6
perkara yang diselesaikan, tahun 2024 ada 4 perkara dan satu sedang proses
perdamaian.
Dengan fakta fakta di atas, sebagai Ketua Pembina Adat
Sumatera Selatan menyambut baik gagasan tersebut, dan sekaligus merupakan
tantangan bagi Pembina dan Pemangku Adat di Kabupaten dan Kota di Sumatera
Selatan. Ini membuktikan bahwa Hukum Adat Mulai Bangkit Kembali.