Breaking News

Tri Dharma Perguruan Tinggi, Aplikasi Nilai Nilai Pancasila

Opini oleh: Albar Sentosa Subari*)

Jendlakita.my.id - Tri Dharma Perguruan Tinggi semua kita pernah duduk di bangku kuliah tentu sudah paham, setidaknya hafal ketiga Dharma tersebut yaitu Pengajaran, Penelitian dan Pengabdian.

Ketiga Dharma tersebut tentu saling berkait satu sama lain seperti suatu sistem, atau bahasa lainnya seperti rantai dimana masing masing butir saling bergantung satu sama lain. Bila salah satunya timpang tentu berdampak pada bagian yang lain pula. Demikian sebagai ilustrasi. Teringat nya penulis dengan ajaran Ki Hadjar Dewantara yang disampaikan oleh penerusnya Prof. Iman Sudiyat SH selaku pembimbing penulis saat mengambil strata dua di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta tahun 1985, beliau mengatakan bahwa apabila salah satu mata rantai dari suatu lingkaran! tersebut putus atau tidak kuat maka akan berdampak putus nya lingkaran tersebut.

Dari philosofi ini berarti dapat dimaknai bahwa yang perlu dijaga dari satu sistem adalah apabila bagian yang rapuh atau lemah itulah yang harus diperbaiki atau dijaga, bukan justru membiarkan yang lemah bahkan ikut ikutan memperkuat yang sudah kuat posisinya.

Apa kaitannya dengan judul di atas yang mengaitkan dengan nilai nilai Pancasila.

Tentu bahasan kita tidak terlepas dari sejarah penggalian nilai nilai Pancasila oleh Bung Karno yang disampaikan pada saat pidato di sidang BPUPK 1 Juni 1945.

Dengan sejarah itu Universitas Gadjah Mada Yogyakarta sebagai perguruan tinggi negeri yang tertua yang berangkat dari semangat jiwa kebangsaan Indonesia asli (baca pribumi), memberikan gelar kehormatan Doctor Honoris Causa kepada Bung Karno pada tanggal 19 September 1951

Di mana Mr. Drs. Notonegoro sebagai promotor menyampaikan pidato berjudul Pancasila Dasar Filsafat Negara Republik Indonesia.

Notonegoro yang mengutip buku karangan berjudul Pancasila, Ki Hadjar Dewantara, di saat itu juga ki Hajar Dewantara sebagai anggota Kurator Universiteit Negeri Gadjah Mada Yogyakarta, bahwa PENCIPTA Pancasila tidak lain daripada Bung Karno sendiri.

Tapi pada saat yang sama Bung Karno meluruskan istilah Pencipta yang disampaikan oleh Promotor. Ini dapat kita kutip dari pidato beliau waktu itu berjudul Ilmu dan Amal Geest-Wil-Daad: ............. saya sekedar orang yang tidak mau berhenti kepada ilmu pengetahuan, tetapi selalu mempergunakan ilmu pengetahuan yang sedikit ada pada ku untuk membangkitkan kepada Wil dan kepada DAAD...... Tidak lain sungguh tidak lain! Pancasila yang Tuanku Promotor sebutkan sebagai jasa saya itu sebagai ciptaan saya, bukanlah jasa saya.

Oleh karena saya, dalam hal Pancasila itu sekedar menjadi PERUMUS, daripada perasaan perasaan yang telah lama terkandung bisu dalam kalbu rakyat Indonesia, --- sekedar menjadi PENGUTARA, dari pada keinginan keinginan dan isi jiwa bangsa Indonesia turun temurun.

Akhirnya dari pesan Bung Karno....Gajah Mada adalah mata airmu, Gadjah Mada ini bukan untuk mati tergenang dalam rawanya kemuktian diri sendiri, tetapi mengalirlah ke laut, Tujulah ke laut, capai lah laut. 

Lautnya pengabdian kepada negara dan tanah air, yang berirama, bergelombang, bergelora.

Dengan menuju ke laut, maka sungai setia kepada sumbernya.

Tulisan ini terinspirasi kondisi akhir Januari 24, tepatnya tanggal 31 Januari 24, civitas akademika Universitas Gadjah Mada Yogyakarta menyampaikan Petisi Bulaksumur dalam konteks kondisi negara saat ini. 

Petisi petisi tersebut diikuti oleh perguruan tinggi negeri dan swasta.

Namun perkembangan terakhir sikap perguruan tinggi lainnya yang ada di Nusantara berkelompok dalam minimal pengamatan penulis ada tiga sikap yang diambil oleh masing masing lembaga pendidikan tinggi tersebut.

Perguruan Tinggi sebagai lembaga tertinggi yang memiliki tiga Dharma (pengajaran, penelitian dan pengabdian), seharusnya mengikuti langkah langkah dari Bung Karno, dimana beliau sebagai guru bangsa yang berhasil menggali nilai nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia dan mengembalikan hasil perenungan nya kepada ibu Pertiwi dalam bentuk pengabdian kepada nusa dan bangsa Indonesia.dengan mengambil semboyan revolusioner Prancis yang dititipkan kepada generasi muda di masa depan:

Door de Zee op to zoeken, blijft de rivier trouw Aan haar bron.

" Dengan menuju ke laut, maka sungai setia kepada sumbernya. 

Sekali lagi hidupkan terus garis GEEST-WIL-DAAD.

Sehingga wajar Perguruan Tinggi Sebagai Pemegang Tri Dharma Perguruan Tinggi, tetap peduli dengan kondisi negara dan bangsa Indonesia. 

Pengajaran, Penelitian dan Pengabdian tentang nilai nilai Pancasila yang tercermin dalam Pembukaan UUD NKRI tahun 1945, yang mewujudkan masyarakat adil dan makmur serta makmur dalam berkeadilan. 

Bahasa O. Notohamidjojo, dalam bukunya Keadilan dan Filsafat Hukum mengatakan bahwa kita harus Memanusiakan Manusia Sesuai Kodratnya Sebagai Makhluk Ciptaan Tuhan.

Perguruan Tinggi bukan sebagai simbul sebuah MENARA GADING. ***

*) Penulis adalah Ketua Koordinator Jejaring Panca Mandala Sriwijaya Sumatera Selatan