Breaking News

Renungan "Kekuasaan Berdasarkan Permusyawaratan"

Opini Oleh: Albar Sentosa Subari*)

JENDELAKITA.MY.ID - Aristoteles pernah berkata, bahwa pemerintahan negara yang bersifat pemerintahan rakyat lebih kuat pertahanannya revolusi daripada pemerintahan yang berdasarkan satu golongan yang kecil (Hatta, Demokrasi Kita: pikiran-pikiran Tentang Demokrasi dan Kedaulatan Rakyat, 2014:52).

Kedaulatan rakyat berarti bahwa kekuasaan untuk pemerintahan negara ada pada rakyat. Rakyat berdaulat, berkuasa untuk menentukan cara bagaimana ia harus diperintah (bukan hanya menerima bagaimana dia diperintah).

Putusan rakyat yang dapat menjadi Peraturan jalan nya pemerintahan ialah keputusan yang ditetapkan dengan cara MUFAKAT dalam satu perundangan yang teratur bentuk dan jalan nya (Dulu ini dilakukan di majelis kedaulatan rakyat yaitu MPR: sebelum amendemen UUD 45).

Bukanlah keputusan yang sekonyong konyong diambil dengan cara mendadak dalam suatu rapat orang banyak yang tersendiri saja. dengan menyerukan bersama sama "mufakat".

Di sini tak ada Permusyawaratan lebih dahulu, sebab itu bukanlah keputusan menurut KEDAULATAN RAKYAT.

Kedaulatan rakyat adalah kekuasaan yang dijalankan rakyat atau atas nama rakyat di atas dasar Permusyawaratan.

Kalau rakyat berkuasa menentukan peraturan tentang hidup bersama dalam negara, maka rakyat bertanggung jawab tentang segala akibat dari peraturan yang dibuatnya.

Kedaulatan rakyat memberikan kekuasaan yang tertinggi kepada rakyat, tetapi juga meletakkan tanggung jawab yang terbesar.

Terhadap dia sendiri rakyat tidak akan berontak. Pemerintahan rakyat hanya mungkin dirobohkan, apabila satu golongan kecil dari rakyat yang kuat senjata nya dan organisasi nya, merebut kekuasaan dari rakyat dan menanamkan diktator atas rakyat.

Namun, nyatanya bahwa kekuasaan atas orang banyak yang dilakukan oleh orang seorang, yaitu RAJA, atau oleh satu golongan kecil, oligarki, pada dasarnya rapuh kedudukannya.

Kekuasaan semacam ini tidak dapat dan juga tidak ingin bertanggung jawab, ia dapat dituntut oleh rakyat tentang cara ia melakukan kekuasaannya.

Kedaulatan yang berdasarkan kepada kedaulatan rakyat pada hakekatnya lebih teguh, karena ia dijunjung oleh tanggung jawab bersama. Keinsyafan akan tanggung jawab mendidik dalam dada manusia perasaan kewajiban.

Manakala rakyat seluruhnya merasa kewajibannya untuk mencapai keselamatan bersama, maka tertanam lah sendi negara yang kuat.

Bahwasanya pemerintah negara yang berdasarkan kekuasaan orang -seorang, kekuasaan raja, tidak memberikan susunan yang kuat kepada negara, terbukti dalam sejarah.

Rakyat tidak merasa ikut bertanggung jawab.

Mereka merasa hanya dibebani dengan kewajiban terhadap negara. Dan kewajiban yang ditimpakan, dirasakan oleh rakyat sebagai suatu tindasan.

Rakyat yang menderita akibat tindasan pada umumnya tidak merasa berkewajiban untuk mempertahankan negerinya.

Dia tidak peduli akan siapa yang memerintahnya. Ingatannya yang utama ialah kapan akan terlepas dari tindasan itu.

Dan selama rakyat belum mendapatkan jalan untuk melepaskan dirinya dari tindasan rajanya, selama itu juga tidak mempunyai jiwa yang ingin berbakti kepada tanah air.

Apabila raja yang memerintah itu adalah seorang yang ulung, yang besar minatnya akan keselamatan dan kemakmuran rakyat nya serta mempunyai kecakapan luar biasa untuk memerintah, negara itu bisa menjadi besar dan kuat.

Akan tetapi pujangga yang ulung sedikit sekali di dunia ini, dan tidak pula bisa didapat setiap saat.

Apabila penggantinya orang biasa saja, tidak mempunyai kecakapan luar biasa seperti raja yang sudah pergi tadi, pemerintahan negeri akan menjadi lemah. Raja yang lemah tidak sanggup menjamin persatuan pemerintahan negaranya.

Kekuasaan negara yang katanya ada di tangan raja, pada lahirnya dilakukan oleh Patih patihnya, atau panglima panglima nya, yang memegang kekuasaan di pusat dan di daerah.

Patih atau panglima yang bercita cita untuk berkuasa sendiri dan menjadi raja sendiri, mudah sekali melepaskan daerah yang diperintah nya dari kedaulatan rakyat.

Dan apabila Patih atau panglima yang diserahi dengan menjalankan kekuasaan di daerah tidak pula cakap, maka negara itu gugur jika diintervensi oleh musuh dari luar.

Sejarah telah memberikan contoh dalam kedua kasus di atas.

Seperti negara Persia besar kekuasaannya dan kesohor raja nya, tetapi berakhir hanya seusia umur manusia.

Kerajaan yang begitu besar gugur dan tidak tersebut lagi, karena kebesaran nya tergantung pada seorang raja yang memerintah. Dengan meninggalkan raja yang ulung itu, lenyaplah pula segala kebesaran Persia.

Sama seperti kebesaran Macedonia di bawah Iskandar yang besar, kerajaan Roma mengalami pasang surut.

Di Eropa Barat dan Tengah Kerajaan Jermania.

Di Indonesia pernah mengalami pada masa kerajaan Majapahit, jaya saat ada Patih Gajah Mada.

Juga lenyap, oleh karena kebesaran negara bergantung kepada kebijaksanaan orang seorang yang memegang kekuasaan, tidak bersendi kepada tanggung jawab seluruh rakyatnya.

Pada hakikatnya, kecakapan luar biasa untuk memimpin adalah pembawaan diri seorang pemimpin pendahulu nya, tidak menurunkan kepada anaknya. Pembawaan pemimpin besar itu bukanlah barang pusaka, oleh karena itu dibawanya ke dalam kubur.  ***

*) Penulis adalah Ketua Koordinator Jejaring Panca Mandala Sriwijaya Sumatera Selatan