Hukum Progresif dalam Bingkai Pancasila
![]() |
Penulis adalah Ketua Pembina Adat Sumatera Selatan |
Opini Oleh: Albar Sentosa Subari*)
JENDELAKITA.MY.ID -
Setiap sistem hukum pasti di dalamnya terdapat nilai nilai, sehingga perlu
dipertanyakan keberadaan hukum : jika dalam suatu masyarakat terjadi kekacauan
sosial dan banyak ketidakadilan.
Hukum Pancasila mengisyaratkan hukum yang mengandung nilai
nilai transendental dengan Tuhan Yang Maha Esa.
Hukum yang bersukma keadilan dan berspirit kerakyatan yang
ditujukan untuk menjaga dan menjunjung tinggi martabat kemanusiaan.
Hukum yang bersifat protektif melindungi hak hak dasar
rakyat yang di dalamnya terdapat beberapa jenis pluralisme (agama, suku, bahasa
dan keyakinan politik).
Dalam menggambar hukum di negara Pancasila, akan terlihat
perbedaan identitas hukum nasional yang berbeda dengan hukum di negara komunis,
kapitalis dan fasis.
Secara historis nilai nilai Pancasila terbukti kenyal
menghadapi pengaruh kebudayaan penjajahan asing.
Penghargaan terhadap nilai keadilan dan hak asasi bangsa
Indonesia diukir dengan tinta emas dalam pembukaan UUD NKRI tahun 1945 yang
menyatakan bahwa kemerdekaan adalah hak segala bangsa, untuk itu penjajahan
harus dihapuskan, karena bertentangan dengan perikeadikan dan perikemanusiaan.
Salah satu karakter pemikiran hukum Pancasila adalah
ketaatan terhadap asas asas hukum sehingga pemikiran dalam praktek penerapan
hukum tidak keluar dari arena nilai, asas dan norma.
Nomologos hukum yang ada dalam norma perangkat hukum
sejatinya tidak lepas dari Postulat moral yang melatarbelakangi.
Norma tersebut harus sesuai dengan asas asas dalam rangka
menegakkan nilai nilai yang menjadi esensi dari keberadaan hukum yang menjadi
bagian tak terpisahkan dari kehidupan individu dan komunitas sosial.
Hukum di negara Pancasila tidak akan lepas dari tali sumbu
nilai nilai yang ada dalam masyarakat bangsa Indonesia.
Hukum di negara Pancasila berada dalam struktur rohaniah
masyarakat Indonesia, karena masyarakat Indonesia memiliki konsep tentang apa
yang dinilai benar atau salah, adil atau tidak adil, indah atau tidak indah.
Hukum yang mencakup pengertian undang undang memiliki
hubungan sentrifugal (bergerak ke luar) dengan faktor sosial, ekonomi, politik
dan budaya.
Hukum juga memiliki hubungan sentripetal (bergerak ke dalam)
dengan nilai logis (kebenaran), etis (keadilan), dan estetis (keindahan).
Hukum dalam tekstur (susunan) tersebut tidak bersifat
yuridis formal dan tidak seperti peti kemas kosong (empty container), tetapi
hukum tersebut memiliki spirit nilai nilai kehidupan komunitas manusia.
Artijo Alkostar membuat ilustrasi bagi seorang hakim saat
menegakkan keadilan:
Menegakkan keadilan seperti membuka kulit buah lalu
menyajikan dari buah kepada pencak keadilan.
Untuk mengoperasionalkan aturan hukum, memerlukan kecakapan
kompetensi dan jam terbang yang tinggi.
Penerapan hukum selalu melibatkan beberapa pihak yang
berperkara. Keadilan bagi penggugat akan dirasakan tidak adil bagi tergugat
dalam perkara perdata.
Dalam perkara pidana, keadilan diharapkan oleh pelaku,
korban, negara dan stakeholder. Dalam hal tertentu diperlukan adanya restoratif
justice.
Perangkat disiplin ilmu hukum yang bersifat verbal dan
penampakan nya berupa produk perangkat perundangan undangan. Sebagai buatan
manusia dan diproses melalui lembaga politik, perangkat undang undang melekat
pada adagium: tidak ada undang-undang yang tidak ada kecuali nya.
Keadilan hukum karena berkorelasi dengan fenomena yang bukan
nomena, atau sesuatu yang bukan matematika, sehingga tidak bisa diukur dengan
angka semata.
Di situlah letak peranan penegak hukum mencari hukum progresif
sesuai dengan bingkai nilai nilai Pancasila.***
*) Penulis adalah
Ketua Pembina Adat Sumatera Selatan