Breaking News

Etika dan Candaan Politik

Penulis adalah Ketua Pembina Adat Sumsel

Opini Oleh: Albar Sentosa Subari*)

JENDELAKITA.MY.ID - Masalah beretika kembali menghangat memasuki awal tahun politik seperti sekarang ini.

Momen yang berdampak baik secara positif maupun negatif.

Dikategorikan positif bila kelompok yang ingin ikut politik praktis baik perseorangan maupun kelompok partai yang tergabung dalam pencalonan di lembaga eksekutif maupun legislatif.

Bila bisa menjaga etika berkampanye di negara demokrasi baik melalui lisan ataupun non lisan akan meyakinkan para pemilih kemana dan siapa yang akan dipilihnya nanti.

Pertengahan bulan ini kita saksikan viral di media sosial seorang menteri juga ketua partai bercanda dengan mencontoh perilaku seseorang yang sedang ibadah kepada Allah SWT.

Karena yang bersangkutan adalah kelompok dari salah satu Paslon Presiden pemilu di tahun 2024 ini.

Dengan lelucon atau candaan tersebut baik langsung ataupun tidak langsung akan mengganggu perasaan sekelompok umat muslim.

Apalagi bagian yang dicandai itu adalah pada kalimat yang sakral yaitu mengucapkan kalimat Tauhid bagi pemeluknya.

Kalimat tauhid kalimat yang harus didengarkan bagi seseorang sejak yang bersangkutan lahir dengan mendengarkan azan dan komat bagi seorang bayi yang baru lahir.

Dan kalimat terakhir yang diharapkan oleh seseorang mahluk ciptaan Tuhan yang akan sakratul.

Demi jorjoran berkampanye yang bersangkutan mempermainkan nya untuk mengiring pendengar memilih salah satu Paslon.

Tentu secara politik ini akan merugikan yang bersangkutan maupun kelompok nya.

Terbukti akan ada reaksi masyarakat untuk melakukan pelaporan ke pihak yang berwajib karena dapat diduga telah terjadi penistaan agama.

Kesimpulan bagi yang berkepentingan siapa saja mereka hendaknya menjaga etika berpolitik, kalau tidak akan mengancam persatuan dan kesatuan bangsa.

Hendaknya para politisi tetap menjaga etika saat mereka berkempanye tidak menyinggung ataupun mengolok olok dari adat dan perilaku masyarakat Indonesia yang majemuk baik dari suku, agama dan ras.

Dan ini harus dijaga bersama oleh masyarakat luas dan mereka mereka yang sedang bersaing berebut suara dalam pelaksanaan pemilu yang akan datang..

Termasuk etika sogok menyogok suara .

Ada lelucon yang teringat nya di media sosial , berbunyi apa beda Pil KB dengan Pilkada.

Jawab temannya Pil KB kalau lupa Jadi. Pilkada kalau jadi Lupa. Begitulah contoh gurauan masyarakat menjelang pemilu.***

*) Penulis adalah Ketua Pembina Adat Sumsel