Breaking News

Hukum dan Relasi Kelas Sosial

Ketua Pembina Adat Sumatera Selatan - Albar Sentosa Subari

Opini Oleh: Albar Sentosa Subari*)

JENDELAKITA.MY.ID - Dalam perkembangan hukum, hukum tak bisa dilepaskan dari relasi kelas sosial dalam masyarakat.

Posisi kelas sosial sangat menentukan keberpihakan hukum.

Karena itu secara politik, hukum pada hakekatnya adalah produk politik dari kepentingan kelas yang berkuasa.

Dalam artian hukum dibuat proses politik oleh sekelompok orang tertentu yang memiliki posisi kelas sosial tertentu, lebih khusus lagi yang memiliki akses politik.

Sehingga bisa dikatakan hukum merupakan representasi kepentingan kelompok orang atau elit.

Dalam perspektif tertentu, hukum dijadikan sebagai instrumen politik oleh kelas tertentu untuk merebut dan atau mempertahankan bahkan mengembangkan di hadapan kelompok pada umumnya.

Kalau kita menggunakan istilah Marx: kelas proletar (Umar Sholehudin, 2011, 37).

Hukum merupakan suatu sarana elit yang memegang kekuasaan dan sedikit banyak digunakan sebagai alat untuk mempertahankan kekuasaan, atau untuk menambah serta mengembangkan.

Secara sosiologis, elit merupakan golongan kecil dalam masyarakat yang mempunyai kedudukan yang tinggi atau tertinggi dalam masyarakat dan biasanya berasal dari lapisan sosial kelas atas atau menengah atas.

Soekanto yang dikutip oleh Umar Sholehudin; baik buruknya suatu kekuasaan tergantung dari bagaimana kekuasaan itu dipergunakan.

Dalam pandangan paradigma hukum kritikal, tidak dipandang sebagai sesuatu yang netral, tetapi merupakan sesuatu yang diciptakan oleh suatu bidang hukum dengan tujuan memberi keuntungan kepada sekelompok orang di atas kerugian sekelompok orang lain (Star dan Collier dalam Umar Sholehudin).

Lebih lanjut Irianto, 2006 , yang mengutip pendapat Wallace dan Wolf, hukum tidak dipandang sebagai norma yang berasal dari konsensus sosial, tetapi ditentukan dan dijalankan oleh kekuasaan, dan subtansi hukum dijelaskan dari kacamata mereka yang berkuasa.

Hukum dan kekuasaan pada prinsipnya saling mengikatkan.

Hukum seharusnya menegakkan keadilan semesta yang seharusnya tidak memandang jabatan, kedudukan atau kekayaan seseorang.

Posisi hukum memang seharusnya menjadi paling atas dari semua kelompok yang ada, atau sebagai panglima bukan sebagai alat.

Sementara itu, jika tidak ada pencipta hukum yang kemudian disamakan dengan penguasa, hukum juga tidak pernah bisa ditegakkan.

Hukum memang tidak bisa tebang pilih. Namun pada prakteknya, hukum harus menemui jalan terjal bernama etika dan moral.

Dalam negara demokrasi bahwa hakikat nya sebagai suatu negara yang mempunyai kewajiban moral dan konstitusional untuk melindungi dan menjamin hak hak dasar masyarakat dan kebutuhan masyarakat umumnya.

Jangan hukum dijadikan sebagai semboyan berbunyi (hukum adalah kekuasaan dan kekuasaan adalah hukum), tentu ini tidak mencerminkan nilai nilai dalam sila Pancasila dan UUD NKRI tahun 1945.

Sidharta, 2009; mengutip pendapat John Austin " the positive command of the Sovereign '; hukum merupakan perintah dari kekuasaan politik yang berdaulat dalam suatu negara.

Hukumnya dapat ditemukan dalam undang-undang yang ditetapkan oleh penguasa yang berdaulat (hukum adalah representasi dari elit yang berkuasa) idem, 39.

Seyogianya hukum merupakan seperangkat aturan yang dibuat oleh badan yang berwenang guna mengatur interaksi anggota masyarakat atau warga guna tujuan melindungi mereka agar tidak saling merugikan.

Pelaksanaan fungsi hukum tersebut bertujuan untuk menciptakan tatanan masyarakat yang tertib, menciptakan ketertiban dan keseimbangan dalam masyarakat segenap bangsa Indonesia dan tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa serta ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Jadi hukum sesungguhnya dibuat oleh manusia untuk kepentingan manusia, bukan sebaliknya manusia untuk hukum.

Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, maka para pemegang kekuasaan harus memberikan perlindungan kepada warga masyarakat yang telah memberi mereka kekuasaan untuk menegakkan hukum baca keadilan.

Jika ada warga negara yang melanggar hukum maka, hukuman yang diberikan kepada nya harus didasarkan pada asas persamaan di muka hukum dan oleh pengadilan yang bebas dan segala pengaruh kepentingan apapun.

Kekuasaan harus tunduk kepada pengaturan hukum yang mendasarinya.

Hanya kekuasaan yang tunduk pada ketentuan ketentuan hukum yang dapat menjamin dan melindungi setiap warga negara.

Hukum kekuasaan menempatkan hukum hanya untuk yang berkuasa.

Hukum disalahgunakan dan dipakai semata mata untuk menegakkan kepentingan pihak yang berkuasa.

Hukum digunakan sebagai alat untuk melegitimasi kepentingan sesaat baik ekonomi maupun politik dan seseorang atau sekelompok orang dalam masyarakat.

Kekuasaan memiliki peranan penting karena dapat menentukan nasib banyak orang.

Baik buruknya kekuasaan diukur dengan nilai kegunaannya (tepat guna dan berhasil guna)

Simpulan bahwa terkait hubungan dua variabel di atas (kekuasaan dan hukum), setidaknya ada dua hal yang menonjol;

Pertama, para pembentuk, penegak, maupun pelaksanaan hukum adalah tetap menghormati hak hak dasar manusia, tanpa sewenang-wenang menggunakan kekuasaan.

Kedua, bahwa kekuasaan dan hukum memiliki hubungan timbal balik, di satu pihak hukum memberi batas kekuasaan, dan dilain pihak kekuasaan merupakan suatu jaminan berlaku nya hukum.

Dengan demikian akan terwujud cita cita kemerdekaan bersama yang berawal dari Soempah Pemoeda, 28 Oktober 1928. Satu Bangsa, Satu Tanah air dan Satu Bahasa.***

*) Penulis merupakan Ketua Pembina Adat Sumsel