Breaking News

Fenomena Sosial Susah Melihat Orang Senang



Penulis: H. Albar Sentosa Subari, S.H., S.U. (Pengamat hukum dan sosial)  

Jendelakita.my.id – Judul ini terinspirasi dari pertanyaan: mungkinkah ada orang Susah Melihat Orang Senang (SMS)? Sebelum tulisan ini dibuat, awalnya saya kurang percaya, karena kita adalah orang yang beragama, yang dilarang untuk mengghibah, apalagi memfitnah. Namun, setelah melihat berbagai fenomena sosial, akhirnya pertanyaan tersebut terjawab sudah.

Sebagai contoh, beberapa minggu terakhir beredar video yang viral dan menarik perhatian publik tentang peristiwa yang menimpa Ibu Safitri, setelah ia ditalak cerai oleh suaminya, tepat setelah sang suami baru saja dilantik menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K). Kejadian tersebut terjadi di Kabupaten Singkil, Provinsi Aceh. Video yang viral itu menunjukkan penderitaan mendalam yang dialami Ibu Safitri, sehingga warganet memberikan semangat dan motivasi agar ia bangkit dari keterpurukannya.

Seiring waktu berjalan, Ibu Safitri mendapatkan simpati dari beberapa pengusaha dan selebritas yang memberikan modal usaha kepadanya. Hingga kini, kisahnya masih ramai diberitakan di media massa maupun media sosial. Terlepas dari keberuntungan yang diterima Ibu Safitri, beredar pula video dari kalangan perempuan yang menilai bahwa beredarnya video tersebut dianggap sebagai upaya “menjual dan mencari keuntungan di balik penderitaan,” bahkan menuduh bahwa anak-anaknya dijadikan alat untuk membuat orang lain bersedih.

Rupanya, di balik kebahagiaan yang dialami Ibu Safitri, ada pula pihak yang mencibir dan tidak senang atas keberuntungannya. Hal ini membuktikan bahwa benar adanya pertanyaan selama ini: apakah memang ada orang yang susah melihat orang lain senang? Dalam lingkungan keluarga pun, hal-hal seperti ini sering terjadi, biasanya dimulai dengan hasutan dan upaya menjelek-jelekkan, baik terhadap pesaing maupun teman dekat mereka. Jika fitnah atau ghibah tersebut berhasil, mereka merasa senang; namun jika gagal, mereka justru merasa susah.

Fenomena sosial seperti ini memang nyata terjadi di masyarakat. Dalam ilmu sosiologi, hal ini bisa dijelaskan sebagai bentuk perilaku yang didorong oleh kepentingan pribadi yang melekat dalam diri seseorang. Namun, jika ditinjau dari sudut pandang agama Islam, perilaku semacam ini mencerminkan kurangnya rasa syukur dan kelalaian terhadap takdir Allah. Bahkan, jika boleh dikatakan dengan tegas, inilah ciri-ciri orang munafik.