Breaking News

Menguak Makna ”Sedekah Rame” dan Tradisi Musi Rawas Lainnya

 


Penulis: Mohamad Mardani

(Tulisan Telah dipulikasikan berbentuk Buku dengan Judul "Dari Rejang Hingga Nugal Padi : Tradisi Budaya Masyarakat Musi Rawas" Antologi Karya Luaran Bimtek Kepenulisan Berbasis Konten Lokal yang diselenggarakan Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Daerah Musi Rawas)

 

A.   Pendahuluan

D

i tengah derasnya arus modernisasi dan gelombang akulturasi budaya yang mulai menyentuh sendi sendi kehidupan masyarakat, satu hal tetap kokoh berdiri di Musi Rawas yaitu Tradisi (Rusydi, 2014). Bagi masyarakat di wilayah ini, budaya bukan sekadar peninggalan masa lalu, melainkan nafas kehidupan yang terus mengalir dari generasi ke generasi. Salah satu tradisi yang masih lestari dan menjadi simbol kebersamaan adalah Sedekah Rame.

Setiap tahun, tepat pada Hari Raya Idul Adha, warga Desa Tambangan di Kecamatan BTS Ulu Cecar bersatu dalam ritual yang lebih dari sekadar perayaan keagamaan. di sepanjang jalan utama desa, tikar digelar, aneka hidangan disusun, dan senyum hangat saling ditukar. Sedekah Rame adalah wujud syukur yang hidup, dibalut dengan doa, dan diteguhkan oleh semangat kebersamaan.

Di balik kesederhanaannya, tradisi ini menyimpan pesan luhur: bahwa dalam berbagi, tersimpan kekuatan untuk mempererat tali silaturahmi, merawat empati, dan menyatukan berbagai lapisan masyarakat dalam satu meja. Namun Sedekah Rame bukan satu-satunya warisan budaya yang mengakar kuat di Musi Rawas.

Ada pula Kenduri Pernikahan, sebuah ritual yang digelar sebelum akad nikah sebagai bentuk permohonan doa restu. Lewat kenduri ini, pernikahan bukan hanya ikatan dua insan, tetapi juga penyatuan dua keluarga besar dalam iklim spiritual yang penuh harap dan restu. Tradisi berikutnya adalah tradisi Among-Among.

Menurut sebagian masyarakat Kabupaten Musi Rawas salah satunya yang penulis wawancarai adalah Ibu Sujilah, warga Kecamatan Muara Lakitan tradisi Among-Among merupakan kebiasaan membagikan makanan siap santap sebagai bentuk rasa syukur atas pencapaian penting dalam hidup, seperti kelahiran, kelulusan, diterima kerja, atau bahkan lulus ujian negara.

Tradisi ini terutama dilakukan untuk anak-anak dan pemuda desa agar mereka belajar bahwa setiap keberhasilan bukan hanya untuk dirayakan, tetapi juga untuk dibagikan kepada orang lain. Semua tradisi ini tidak berjalan sendiri, ia hidup berdampingan dengan perkembangan zaman.

Masyarakat Musi Rawas tidak menolak perubahan, tetapi mereka bijak dalam mengelolanya. Sehingga akulturasi budaya bukan ancaman, melainkan peluang untuk memperkuat akar dengan cabang yang lebih lentur (Hidayatullah, 2020). Di sinilah letak keindahannya, tradisi lama tidak lekang, nilai-nilai luhur tetap terjaga. Seperti apa sebenarnya nilai-nilai yang tersembunyi di balik Sedekah Rame, Kenduri Pernikahan dan  Among-Among?.

Kearifan lokal merupakan harta karun tak ternilai yang bukan hanya merefleksikan sejarah panjang dan identitas khas suatu daerah, tetapi juga menjadi sumber inspirasi yang mampu menumbuhkan rasa bangga di kalangan generasi muda. Oleh karena itu berangkat dari kesadaran akan pentingnya nilai-nilai luhur tersebut, penulis bertujuan untuk memberdayakan masyarakat khususnya pemuda-pemudi Musi Rawas sebagai agen perubahan.

Mereka diharapkan mampu memainkan peran strategis dalam menjaga, menghidupkan kembali, dan mewariskan kekayaan budaya serta tradisi lokal kepada generasi yang akan datang, agar tak lekang oleh waktu dan tetap relevan di tengah arus modernisasi (Friansah et al., 2023).

B.    Tradisi Unik Sedekah Rame: Warisan Budaya Idul Adha dari Desa Tambangan, Musi Rawas

Berdasarkan artikel yang ditulis Jamil (2024) menjelaskan bahwa masyarakat Desa Tambangan, Kecamatan BTS Ulu Cecar, Kabupaten Musi Rawas, Sumatera Selatan, memiliki cara khas dalam merayakan Hari Raya Idul Adha. Mereka memaknai hari besar ini tidak hanya sebagai momentum spiritual, tetapi juga sebagai ajang mempererat tali silaturahmi.

Melalui sebuah tradisi yang dikenal dengan  Sedekah Rame, melibatkan seluruh warga desa baik dari Kampung Satu sampai Kampung Empat, berkumpul bersama usai melaksanakan Salat Idul Adha di Masjid Jami'. Melalui Sedekah Rame, masyarakat Desa Tambangan tidak hanya merayakan hari  besar keagamaan, tetapi juga menjaga nilai-nilai gotong royong dan solidaritas sosial yang menjadi bagian tak terpisahkan dari identitas budaya lokal.

 

Sumber: Sedekah Rame Tradisi Unik Warga Musi Rawas

Saat Idul Adha. (Ansyori Malik)

Gambar Moment Acara Sedekah Rame Desa Tambangan


 

Inilah bukti nyata bahwa kearifan lokal masih hidup dan terus diwariskan, menjadi jembatan antara masa lalu, masa kini, dan masa depan Musi Rawas. Setiap tanggal 10 Dzulhijjah, masyarakat Desa Tambangan, selain merayakan lebaran Idul Adha dan penyembelihan hewan kurban, tetapi menati- nanti di setiap tahunnya  Sedekah Rame.

Tradisi ini bukan sekadar perayaan, melainkan manifestasi dari semangat gotong royong dan kebersamaan yang telah mengakar kuat dalam budaya masyarakat setempat. Usai Salat Idul Adha di Masjid Jami’, seluruh warga dari Kampung Satu sampai Kampung Empat, berkumpul dan menggelar tikar serta karpet di sepanjang jalan depan masjid.

Setiap keluarga membawa makanan dari rumah masing-masing, mulai dari lauk pauk hingga kue-kue tradisional, untuk disantap bersama dalam suasana penuh kehangatan dan kekeluargaan. Lebih dari sekadar makan bersama, Sedekah Rame menjadi simbol kepedulian sosial. Makanan yang dibawa tidak hanya untuk keluarga sendiri, tetapi dibagikan kepada siapa saja yang hadir, termasuk para fakir miskin dan mereka yang kurang mampu.

Dengan semangat saling berbagi, tidak ada sekat antara satu warga dengan warga lainnya semua duduk bersama, menikmati hidangan yang sama, dalam satu barisan panjang yang mencerminkan kesetaraan dan persaudaraan. Tradisi ini menjadi momen penting untuk mempererat tali silaturahmi, memperkuat hubungan antarwarga, dan menjaga nilai-nilai kearifan lokal agar tetap hidup dan relevan. Sedekah Rame adalah wujud nyata bagaimana budaya lokal mampu menjadi perekat sosial yang memperkaya makna Hari Raya Idul Adha di tengah masyarakat Musi Rawas.

C.   Among-Among

Among-Among adalah tradisi lokal masyarakat di beberapa Desa Kabupaten Musi Rawas yang berbentuk pembagian makanan siap santap yang sudah di doakan bersama keluarga sebagai wujud rasa syukur atas suatu peristiwa penting dalam kehidupan seseorang.

Selebihnya Among-among merupakan kegiatan turun-temurun yang telah dilaksanakan sejak zaman nenek moyang hingga kini, sebagai wujud rasa syukur kepada Allah SWT atas rezeki yang telah dilimpahkan.(Renaldo Bagas Saputra, n.d.)

Tradisi ini biasanya dilakukan dalam rangka memperingati hari kelahiran, atau merayakan pencapaian seperti tamat kuliah, lulus dari pondok pesantren, lulus tes PNS, dan sebagainya. Makanan yang disajikan berupa Nasi lengkap dengan lauk seperti ayam, telur, sayur-sayuran, kulupan, dan pelengkap lain seperti sambal serta kerupuk. 

Oleh karenanya tradisi ini bukan hanya tentang makanan, tetapi mengandung makna spiritual, sosial, dan budaya. Ia adalah bentuk nyata dari rasa syukur kepada Tuhan, sekaligus media untuk mempererat hubungan antar warga. Tradisi among-among dilakukan oleh keluarga yang bersangkutan, yakni keluarga anak yang tengah memperingati hari kelahirannya atau yang baru saja menyelesaikan fase penting dalam hidupnya.

Keluarga tersebut akan menyiapkan makanan dan mengundang tetangga, kerabat, tokoh agama, dan teman-teman dekat untuk hadir dan menerima makanan tersebut. Biasanya, ibu rumah tangga dibantu oleh tetangga dan kerabat perempuan dalam proses memasak dan mempersiapkan hidangan, sementara ayah dan pemuda membantu menyebarkan undangan informal atau membagikan makanan secara langsung.

Tradisi ini tidak memiliki tanggal tetap, karena waktunya disesuaikan dengan momen penting dalam kehidupan seseorang. Misalnya, among-among bisa dilakukan: Saat hari ulang tahun anak, Ketika seseorang baru saja tamat kuliah, Setelah menyelesaikan pendidikan di pesantren, Saat lulus dari ujian seleksi CPNS,  Atau bahkan dalam momen keberhasilan kecil lainnya yang dianggap layak disyukuri. Dan biasanya, among-among dilakukan pada pagi atau sore hari, setelah salat agar bisa disertai dengan doa bersama yang dipimpin oleh tokoh agama atau ustaz setempat.

Tradisi ini umumnya dilaksanakan di rumah keluarga yang bersangkutan, atau kadang di tempat keagamaan seperti masjid atau musala, tergantung pada skala acaranya. Setelah didoakan, makanan biasanya dibagikan langsung kepada warga sekitar, baik yang hadir di rumah maupun yang diantar oleh keluarga ke rumah mereka masing-masing. Among-among dilaksanakan sebagai wujud rasa syukur kepada Allah SWT atas nikmat yang diberikan.

Dalam budaya masyarakat Desa Bumi Makmur Kecamatan Muara Lakitan dan sekitarnya. Among-among bukan hanya wujud syukur tetapi menjadi penghubung doa untuk masa depan yang cerah, menjalin silaturahmi dan menjaga keharmonisan antarwarga, melestarikan nilai-nilai gotong royong dan kebersamaan dan menumbuhkan sikap rendah hati, Proses among-among dimulai dari niat keluarga yang ingin mengadakan syukuran.

Mereka akan mempersiapkan berbagai bahan makanan, biasanya secara gotong royong bersama tetangga atau saudara. Setelah makanan siap, maka dilanjutkan dengan doa bersama yang dipimpin oleh ustaz atau tokoh agama setempat. Usai doa, makanan tersebut dibagikan kepada para tetangga dan undangan. Dalam beberapa kasus, makanan juga diantar langsung ke rumah-rumah warga yang tidak bisa hadir.

Tidak jarang, anak yang sedang disyukuri juga turut serta dalam membagikan makanan sebagai bentuk belajar untuk rendah hati dan menghargai orang lain.

D.   Kenduri Nikah

Di tengah semarak dan kesibukan persiapan sebuah pesta pernikahan di Kabupaten Musi Rawas, ada satu malam yang terasa begitu istimewa dan khidmat. Malam itu bukanlah tentang panggung megah atau musik yang gegap gempita, melainkan tentang ketulusan, doa, dan permohonan restu. Inilah malam "Kenduri Nikah", sebuah tradisi luhur yang telah mengakar kuat di tengah masyarakat sebagai bagian tak terpisahkan dari prosesi menuju gerbang pernikahan.

Tradisi kenduri atau yang dikenal dengan tradisi selamatan merupakan tradisi berdoa bersama-sama dengan tetangga, keluarga, kolega dan sebagainya yang kemudian dipandu oleh tokoh adat/agama yang disegani di desa setempat. Terkhusus untuk ini dapat di jelaskan bahwa kenduri Nikah Merupakan sebuah acara keagamaan yang umumnya dilaksanakan oleh keluarga calon pengantin pada malam hari sebelum hari H pelaksanaan akad nikah. Acara ini menjadi penanda spiritual, sebuah momen di mana keluarga "mengetuk pintu langit" dan sekaligus "mengetuk pintu hati" masyarakat sekitar.

E.    Makna dan Filosofi Kenduri Nikah

Pada hakikatnya, Kenduri Nikah adalah wujud rasa syukur (tasyakuran) kepada Allah SWT atas segala nikmat dan karunia yang telah diberikan, terutama nikmat dipertemukannya sang anak dengan jodohnya. Namun, lebih dari itu, tradisi ini mengandung dua dimensi penting:

1)   Dimensi Spiritual (Hablum Minallah)

Tujuan utama dari kenduri ini adalah untuk memanjatkan doa bersama. Dengan mengundang tetangga, kerabat, dan tokoh agama setempat, keluarga berharap doa yang dipanjatkan akan lebih mustajab. Lantunan ayat suci Al-Qur'an, khususnya Surah Yasin yang sering dibacakan bersama, diyakini membawa ketenangan dan keberkahan. Doa-doa khusus dipanjatkan agar seluruh rangkaian acara pernikahan esok hari, terutama prosesi akad nikah, dapat berjalan dengan lancar, tanpa ada halangan suatu apa pun.

2)   Dimensi Sosial (Hablum Minannas)

Kenduri Nikah adalah cara keluarga untuk "meminta izin" dan memohon doa restu secara resmi kepada lingkungan sekitar. Dalam budaya masyarakat Musi Rawas yang komunal dan penuh kekeluargaan, restu dari tetangga dan masyarakat adalah hal yang sangat berharga. Kehadiran mereka di acara kenduri dianggap sebagai bentuk dukungan moral dan restu yang tulus. Ini adalah simbol bahwa pernikahan sang anak tidak hanya menjadi urusan keluarga, tetapi juga menjadi kebahagiaan bersama seluruh komunitas.

3)   Prosesi yang Khidmat dan Penuh Kehangatan

Meskipun sederhana, prosesi Kenduri Nikah berjalan dengan sangat khidmat. Biasanya, acara ini dilangsungkan di kediaman calon pengantin setelah shalat Maghrib maupun Isya. Rangkaian acaranya pun cukup ringkas namun sarat makna, untuk Pembukaan acara dibuka oleh perwakilan dari pihak keluarga (sohibul hajat).  dalam sambutannya ia akan menyampaikan maksud dan tujuan diselenggarakannya acara tersebut, yaitu sebagai ungkapan rasa syukur dan permohonan doa restu demi kelancaran pernikahan anak mereka

Inti dari acara Kenduri Nikah akan dipimpin oleh seorang ustad atau tokoh agama bersama-sama membaca Surah Yasin, yang terkadang dilanjutkan dengan tahlil singkat. Setelah itu, ustad akan memimpin doa khusus yang ditujukan bagi kedua calon mempelai dan kelancaran acara esok hari.

Ada pula sebagian masyarakat yang melaksanakannya lebih sederhana, yaitu hanya dengan sesi doa bersama tanpa didahului pembacaan Surah Yasin. Selesai itu, para tamu akan beramah tamah: sebagai penutup dan wujud terima kasih atas kehadiran dan doa yang telah diberikan, pihak keluarga akan menyajikan hidangan sederhana untuk dinikmati bersama. Momen makan bersama ini semakin mempererat tali silaturahmi dan menciptakan suasana yang hangat dan akrab. Lebih dari Sekadar Ritual Kenduri Nikah bukanlah sekadar formalitas atau ritual kosong. Ia adalah cerminan dari kearifan lokal masyarakat Musi Rawas yang selalu mengedepankan nilai-nilai religius dan sosial.

Tradisi ini mengajarkan bahwa untuk memulai sebuah perjalanan besar seperti pernikahan, manusia tidak bisa berjalan sendiri. Diperlukan sandaran vertikal kepada Sang Pencipta melalui doa, dan dukungan horizontal dari sesama manusia melalui restu dan kebersamaan. Di malam yang hening sebelum janji suci terucap, lantunan doa dari puluhan orang yang berkumpul dalam sebuah Kenduri Nikah menjadi fondasi spiritual yang kokoh, mengantarkan kedua calon mempelai menuju babak baru kehidupan mereka dengan hati yang tenang dan langkah yang mantap, berbekal restu dari langit dan bumi.

F.    Kesimpulan

Tradisi bukanlah sekadar peninggalan masa silam, tetapi merupakan refleksi hidup dari nilai-nilai luhur yang terus mengakar dalam keseharian masyarakat. Di Kabupaten Musi Rawas, Sumatera Selatan, kita menemukan bukti nyata dari warisan budaya yang masih hidup dan terus berkembang seiring zaman, melalui beragam tradisi seperti Sedekah Rame, Among-Among, dan Kenduri Nikah.

Ketiga tradisi ini tidak hanya menjadi penanda identitas budaya lokal, tetapi juga sarana memperkuat jalinan sosial, spiritual, dan kearifan komunitas. Dengan demikian, pelestarian tradisi tidak hanya menjadi tanggung jawab generasi tua, tetapi juga menjadi tantangan dan peluang bagi generasi muda sebagai agen perubahan. Mereka perlu dilibatkan dan diberdayakan agar mampu melihat tradisi bukan sebagai beban masa lalu, melainkan sebagai sumber kebanggaan, identitas, dan inspirasi untuk membangun masa depan yang lebih berakar dan berbudaya.

Hanya dengan cara itulah harmoni antara doa dan syukur, antara spiritualitas dan sosialitas, dapat terus hidup dan memberi warna dalam kehidupan masyarakat Musi Rawas di masa yang akan datang.

G.   Daftar Pustaka

Friansah, D., Riyanto, N. P., & Remora, H. (2023). Memperkuat Kearifan Lokal: Pemberdayaan Himpunan Pemuda Pemudi Batu Urip Bersatu Kota Lubuklinggau Dalam Melestarikan Budaya dan Tradisi. Jurnal Pengabdian Masyarakat Bangsa, 1(10), 2648–2653. https://doi.org/10.59837/jpmba.v1i10.576

Hidayatullah, S. (2020). Gagasan Islam Nusantara Sebagai Kearifan Lokal di Indonesia. Panangkaran: Jurnal Penelitian Agama Dan Masyarakat, 3(1), 1. https://doi.org/10.14421/panangkaran.2019.0301-01

Renaldo Bagas Saputra. (n.d.). Tradisi Among-Among Sebagai Pendekatan Dakwah Pada Masyarakat Desa Gedung Raja Kecamatan Hulu Sungkai Lampung Utara

Rusydi, I. (2014). Pendidikan Berbasis Budaya Cirebon. 20(2).


BIODATA PENULIS

Mohamad Mardani dilahirkan di Desa Bumi Makmur Jaya Kecamatan Muara Lakitan RT 009 RW 003, Kabupaten Musi Rawas pada 01 Maret 2002, Putra ke Dua dari bapak Sugeng dan Ibu Sujilah. Riwayat pendidikan formal: Penulis memulai pendidikan formalnya di SDN Bumi Makmur dari tahun 2008 hingga 2014. Setelah lulus, Penulis lanjutkan pendidikannya di SMPN Bumi Makmur dari tahun 2014 hingga 2017.

Setelah lulus, Penulis lanjutkan pendidikannya di SMA Negeri dari tahun 2017 hingga 2020. Kemudian kuliah di Universitas KH. A. Wahab Hasbullah Tambakberas Jombang 2020-2024. Saat ini sedang aktif mengajar di SMA Negeri Bangun Jaya Desa Bumi Makmur.