Breaking News

Tradisi Cincin Sujud Pada Adat Perkawinan Masyarakat Lembak di Musi Rawas


Penulis: Elpi Arida 

(Tulisan Telah dipulikasikan berbentuk Buku dengan Judul "Dari Rejang Hingga Nugal Padi : Tradisi Budaya Masyarakat Musi Rawas" Antologi Karya Luaran Bimtek Kepenulisan Berbasis Konten Lokal yang diselenggarakan Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Daerah Musi Rawas)



Sumber: (Koleksi Penulis) /  Gambar Pemberian Cincin Sujud


A.     Pendahuluan

P

ernikahan sebagai ketetapan universal dari Tuhan, berfungsi sebagai sarana untuk melanjutkan keturunan dan membangun fondasi keluarga yang kuat bagi seluruh ciptaan-Nya (Waluyo, 2020). Dalam perspektif hukum syara’, nikah didefinisikan sebagai sebuah akad yang menghalalkan persetubuhan, diucapkan dengan lafaz "inkah" atau "tazwij" (Rhisthiani, 2019). Lebih jauh, para ahli dari berbagai disiplin ilmu juga menyoroti pernikahan sebagai institusi penting: Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menyebutnya sebagai ikatan lahir batin antara pria dan wanita untuk membentuk keluarga bahagia dan kekal (Presiden RI, 1974).

            Sementara itu, sosiolog melihat pernikahan sebagai fondasi yang menjaga kohesi sosial, dan antropolog memandangnya sebagai pranata budaya yang terkait erat dengan adat istiadat (Efrianto, 2024). Secara garis besar, pernikahan bertujuan untuk menjalankan perintah agama agar mendapatkan keturunan yang sah. Lebih dari itu, pernikahan juga berfungsi untuk menciptakan rumah tangga yang damai dan teratur, sekaligus mencegah perzinaan. Dengan demikian, terwujudlah ketenangan jiwa tidak hanya bagi individu, tetapi juga bagi keluarga, dan bahkan masyarakat luas (Atabik & Mudhiiah, 2016).

            Di tengah modernisasi, banyak masyarakat masih teguh memegang tradisi leluhur atau nenek moyang sebagai bagian tak terpisahkan dari identitas budaya mereka. Salah satu wilayah dengan tradisi pernikahan yang kental dan menjadi warisan budaya di Sumatera Selatan adalah Kabupaten Musi Rawas. Salah satu tradisi unik yang menarik perhatian dan masih dilestarikan oleh masyarakat adalah "cincin sujud". Tradisi ini di kalangan masyarakat Lembak khususnya di desa Taba tengah kecamatan Selangit, dianggap sebagai syarat wajib dalam upacara pernikahan. Tradisi Cincin sujud ini masih dipegang teguh sebagai tradisi turun temurun yang dilestarikan hingga kini.  Tradisi cincin sujud ini dilaksanakan setelah akad nikah dan telah menunaikan malam pertama, di mana pengantin pria mempersembahkan cincin kepada ibu mertuanya. Tradisi ini bukan sekadar ritual biasa, melainkan cerminan nilai-nilai luhur seperti penghormatan, bakti, dan ikatan kekeluargaan yang mendalam.

B.      Hakikat Pernikahan dalam Konteks Masyarakat Lembak

            Masyarakat Lembak memahami pernikahan bukan hanya sebagai penyatuan dua insan, tetapi sebagai lembaga yang amat fundamental dengan cakupan dimensi agama, adat, sosial, dan psikologis yang menyeluruh. Pemahaman ini berakar kuat pada nilai-nilai tradisi yang diwariskan turun-temurun, serta ajaran agama Islam yang dianut mayoritas masyarakat.

            Sama seperti komunitas Muslim lainnya, Masyarakat Lembak menganggap pernikahan sebagai sunatullah, yakni anjuran ilahi. Mereka melihatnya bukan hanya sebagai opsi hidup, tetapi juga bagian dari ibadah untuk menyempurnakan iman. Dengan demikian, fokus pada keturunan yang sah dalam pernikahan sangat penting karena dianggap melanjutkan generasi dan memperbanyak umat Muslim. Pernikahan juga berfungsi sebagai penghalang zina, yang berkontribusi pada ketenangan jiwa dan moralitas individu serta masyarakat (Maryati, 2022)

            Selain dimensi agama, masyarakat Lembak juga memahami pernikahan sebagai pilar utama dalam pembentukan keluarga (rumah tangga) yang harmonis dan teratur. Pernikahan dilihat sebagai titik awal bagi pembentukan sebuah unit sosial terkecil yang mandiri, di mana suami istri memiliki peran dan tanggung jawab masing-masing (Nurhadi, 2017).

            Secara lebih luas, pernikahan juga menjadi pengikat antar keluarga besar. Terwujudnya pernikahan menghasilkan pertalian kekeluargaan baru di antara besan, dengan harapan mereka bisa saling membantu dan memperkuat ikatan persaudaraan dalam lingkup masyarakat. Ini sejalan dengan pandangan sosiologis yang melihat pernikahan sebagai fondasi kohesi sosial dan pandangan antropologis yang menekankan pembentukan ikatan berkelanjutan antara keluarga.

            Dalam pandangan masyarakat Lembak, prosesi pernikahan adalah media utama untuk melestarikan warisan adat dan tradisi nenek moyang. Berbagai ritual dan tata cara adat, termasuk tradisi "cincin sujud" menjadi bagian tak terpisahkan dari prosesi pernikahan. Pernyataan ini menegaskan bahwa pernikahan bukan hanya tentang pribadi, melainkan juga tentang bagaimana seseorang meleburkan diri dalam nilai-nilai dan norma yang telah diwariskan. Ketaatan pada tradisi pernikahan merefleksikan apresiasi terhadap warisan budaya serta hasrat untuk mewariskannya kepada anak cucu.

            Terakhir, pernikahan juga dianggap sebagai wadah pemenuhan aspek jasmani dan rohani dalam kehidupan manusia. Ini mencakup aspek emosional, kasih sayang, dukungan, serta kebutuhan biologis yang sah dalam ikatan yang diakui. Pandangan ini sejalan dengan perspektif psikologi, yang melihat pernikahan sebagai ikatan emosional dan fisik yang berupaya menghadirkan kebahagiaan dan kedamaian batin bagi pasangan (Ulya, 2018).

            Singkatnya, bagi masyarakat Lembak, pernikahan adalah perpaduan kompleks antara ketaatan beragama, kepatuhan adat, pembentukan keluarga yang harmonis, dan penguatan ikatan sosial, yang kesemuanya bertujuan untuk menciptakan kehidupan yang damai dan teratur baik di tingkat individu maupun komunitas.


Sumber: (Koleksi Penulis) / Gambar Prosesi Sujud

C.  Tradisi Cincin Sujud: Bentuk dan Pelaksanaan

            Tradisi cincin sujud adalah salah satu rangkaian krusial dalam adat perkawinan masyarakat Lembak di Kabupaten Musi Rawas, khususnya di Desa Taba Tengah, Kecamatan Selangit. Pelaksanaan tradisi ini memiliki bentuk dan urutan yang spesifik, kaya makna, dan berbeda dari ritual pernikahan pada umumnya.

1.    Waktu dan Urutan Pelaksanaan

            Tradisi cincin sujud tidak dilaksanakan bersamaan dengan akad nikah atau resepsi utama. Ritual ini dijadwalkan secara unik, yakni seusai upacara pernikahan (akad nikah) dan setelah malam pertama terlewati. Hal ini menandakan cincin sujud sebagai ritual pasca-nikah yang membuka lembaran baru dalam hubungan pengantin pria dengan keluarga istrinya.

            Penetapan waktu ini juga menyiratkan bahwa pengantin pria telah resmi menjadi bagian dari keluarga inti sang istri. Pemberian cincin sujud ini dilakukan pada pagi hari setelah malam pertama. Sebelum memberikan cincin sujud kepada mertuanya, pengantin Pria dan Wanita harus dalam keadaan suci, artinya sudah mandi besar dan melaksanakan shalat subuh secara berjamaah.

2.    Aktor dan peran dalam Pelaksanaan

            Aktor utama dalam tradisi ini sangat jelas yaitu Pengantin Pria sebagai pelaku utama yang melakukan sujud dan memberikan cincin. Tradisi ini menegaskan peran dan tanggung jawab pengantin pria sebagai menantu baru. Selanjutnya, Ibu Mertua menjadi aktor kunci berikutnya, berperan sebagai penerima cincin dan sujud. Ibu mertua menjadi symbol pintu gerbang bagi pengantin pria untuk diterima sepenuhnya dalam keluarga besar pihak perempuan.

3.    Prosesi Sujud dan Pemberian Cincin

            Hasil wawancara  (Subainah, 2025) Pelaksanaan tradisi cincin sujud melibatkan langkah-langkah yang terstruktur. Persiapan untuk tradisi ini sederhana, pengantin pria hanya perlu menyiapkan cincin yang nantinya akan dipersembahkan. Cincin yang diberikan harus berupa cincin emas, besaran gramnya tidak ditentukan sesuai kemampuan dan keikhlasan pengantin pria.  Suasana yang dihadirkan adalah suasana kekeluargaan.

            Posisi Sujud: Pengantin pria bersujud di hadapan ibu mertuanya. Sujud dalam konteks ini bukanlah sujud salat, melainkan bentuk penghormatan tertinggi. Ini menunjukkan kerendahan hati, bakti, dan pengakuan atas posisi ibu mertua sebagai sosok yang sangat dihormati. Posisi ini bisa bervariasi, namun intinya adalah menunduk atau berlutut dengan kepala menyentuh tangan atau mendekati kaki ibu mertua (Leny, 2022).

            Pada momen sujud atau sesudahnya, Ibu mertua menerima cincin emas dari pengantin pria. Cincin ini menjadi simbol bahwa istri yang telah dinikahkannya masih suci atau masih perawan. Pemberian cincin sujud ini sebagai penghormatan tertinggi dan sebagai ucapan terima kasih karena telah menjaga kehormatan anak gadisnya hingga sampai kepada menantunya. 

            Respon Ibu Mertua: Ritual balasan dari mertua, biasanya sebelum menerima cincin yang diberikan menantunya Ibu mertua kembali menegaskan bahwa sang Ibu menerima cincin tersebut jika menantunya yakin dan tidak ada keraguan atas kesucian putrinya. Jika menantunya mengangguk, ibu mertua memberikan restu, do’a atau pelukan sebagai tanda penerimaan dan kasih sayang.

            Pada prosesi ini, Ibu mertua juga menjelaskan bahwa cincin yang diberikan menantu pria sah menjadi hak miliknya dan bebas digunakan. Cincin tersebut boleh dijual untuk memenuhi kebutuhan hidup atau keperluan lainnya. Namun, jika cincin hanya dipakai dan tidak terjual sampai Ibu mertua meninggal dunia, maka cincin tersebut kembali kepada menantu yang memberikannya.

            Prosesi pengambilan cincin saat Ibu mertua meninggal juga disampaikan saat pemberian cincin sujud. Cincin tersebut diletakan diujung telunjuk Ibu mertua dan diambil menggunakan mulut menantu. Tindakan ini merupakan simbol penghormatan kepada Ibu mertua, dengan keyakinan bahwa jari telunjuk itu akan bertindak sebagai cahaya penerang bagi almarhumah ketika berpulang.

4. Lokasi Pelaksanaan

            Tradisi ini umumnya dilakukan di rumah orang tua atau keluarga mempelai wanita. Ini menggarisbawahi bahwa ritual tersebut adalah bentuk "penyerahan diri" atau "penghormatan" pengantin pria kepada keluarga baru yang Ia masuki.

D.  Makna Simbolis dan Fungsi Tradisi Cincin Sujud

Tradisi cincin sujud tidak hanya sekadar ritual formal, melainkan sebuah praktik yang sarat akan makna simbolis mendalam dan memiliki berbagai fungsi penting dalam menjaga harmonisasi, kekerabatan, serta pelestarian nilai-nilai luhur dalam masyarakat Lembak.

1. Makna Penghormatan dan Bakti (Hierarki dan Adab)

Penghormatan Tertinggi kepada Ibu Mertua: Sujud yang dilakukan oleh pengantin pria adalah gestur fisik yang melambangkan penghormatan dan bakti yang paling tinggi. Dalam budaya Melayu, sujud seringkali dikaitkan dengan kerendahan hati dan pengakuan terhadap otoritas atau kedudukan yang lebih tinggi.

Melalui tindakan ini, pengantin pria memperlihatkan rasa hormat yang tinggi kepada ibu mertuanya, mengakui perannya sebagai pusat keluarga istri dan orang yang telah melahirkan serta membesarkan pasangannya. Ini adalah bentuk pengakuan atas jasa dan kedudukan ibu mertua yang telah menjaga kehormatan anak gadisnya.

Simbol Pengabdian dan Keseriusan: Pemberian cincin menjadi representasi materi dari janji dan keseriusan pengantin pria untuk mencintai, menghormati, dan menyayangi tidak hanya istrinya, tetapi juga seluruh keluarga istrinya, dimulai dari ibu mertua. Cincin yang berwujud lingkaran tanpa akhir juga dapat melambangkan komitmen yang tak lekang oleh waktu.

Penanaman Nilai Tanggung Jawab: Tradisi ini secara simbolis menanamkan nilai-nilai tanggung jawab dan kepemimpinan pada pengantin pria. Ia tidak hanya menikahi seorang wanita, tetapi juga "menikahi" keluarga besarnya, dan ia diharapkan dapat melindungi serta menghormati mereka sebagaimana ia menghormati orang tuanya sendiri.

2. Fungsi Penguatan Ikatan Kekerabatan (Integrasi Sosial)

Penerimaan Menantu ke dalam Keluarga: Cincin sujud berfungsi sebagai ritual inisiasi atau "gerbang penerimaan" bagi pengantin pria ke dalam lingkaran keluarga inti sang istri. Dengan melakukan sujud dan memberikan cincin, Ia secara simbolis menunjukkan kesediaannya untuk melebur dan diterima sepenuhnya sebagai bagian dari keluarga baru. Respon positif dari ibu mertua (seringkali dengan pelukan atau doa) mengukuhkan penerimaan ini.

Selain melibatkan pengantin pria dan ibu mertua, tradisi ini turut memperkuat koneksi antara kedua belah keluarga (besan). Kebaikan dan rasa hormat yang ditunjukkan oleh pengantin pria mencerminkan didikan keluarganya, sehingga menciptakan fondasi yang kokoh untuk hubungan harmonis antar keluarga besan.

Membangun Keharmonisan Rumah Tangga Baru: Dengan adanya penghormatan awal ini, diharapkan akan tercipta suasana yang kondusif untuk keharmonisan rumah tangga yang baru dibina. Rasa diterima dan dihargai oleh keluarga istri diharapkan dapat memberikan ketenangan bagi pengantin pria dalam menjalani kehidupan berumah tangga.

3.    Fungsi Pelestarian Nilai dan Identitas Budaya (Transmisi Budaya)

Pewarisan Nilai Luhur: Tradisi cincin sujud adalah mekanisme efektif untuk mewariskan nilai-nilai luhur seperti rasa hormat kepada orang tua, bakti, kesantunan, dan tanggung jawab dari generasi ke generasi. Praktik ini mendidik generasi muda mengenai pentingnya etika saat berinteraksi dengan yang lebih tua, terutama di lingkungan keluarga.

Penegasan Identitas Etnis: Dengan terus dilaksanakannya tradisi ini, masyarakat Lembak menegaskan identitas budaya mereka yang unik. Ini menjadi salah satu ciri khas yang membedakan mereka dari kelompok etnis lain. Pelestarian tradisi ini menunjukkan kebanggaan terhadap warisan leluhur.

Kontribusi pada Kekayaan Budaya Nasional: Tradisi cincin sujud, sebagai bagian dari kearifan lokal masyarakat Lembak, berkontribusi pada kekayaan dan keberagaman budaya Indonesia. Keberadaannya memperkaya khazanah tradisi pernikahan di Nusantara.

Secara keseluruhan, makna simbolis dan fungsi tradisi cincin sujud melampaui sekadar ritual fisik. Cincin sujud adalah manifestasi dari nilai-nilai spiritual, sosial, dan budaya yang dipegang teguh oleh masyarakat Lembak, menjadikannya pilar penting dalam pembentukan keluarga yang berbudaya, harmonis, dan terintegrasi dengan masyarakatnya.

E.      Relevansi Tradisi Cincin Sujud Masyarakat Lembak di Era Moderenisasi

Dalam potret budaya yang terus berubah akibat modernisasi dan globalisasi, tradisi cincin sujud dalam adat perkawinan masyarakat Lembak di desa Taba Tengah Musi Rawas menunjukkan relevansinya yang unik dan vital. Walaupun dihadapkan pada berbagai kendala, tradisi ini terus menjadi simbol identitas budaya, penguat kohesi sosial, dan pelindung nilai-nilai luhur yang masih relevan dalam kehidupan saat ini.

1.    Penguatan Identitas Kultural di Tengah Arus Globalisasi

Di tengah homogenisasi budaya yang marak di era kontemporer, tradisi cincin sujud berfungsi sebagai penjaga kuat identitas kultural masyarakat Lembak. Keunikannya membedakan mereka dari kelompok etnis lain dan mempertegas kekhasan adat istiadat mereka. Ketika banyak tradisi mulai pudar, keberlanjutan cincin sujud menjadi simbol kebanggaan terhadap warisan leluhur.

Keterlibatan generasi muda Lembak dalam tradisi ini merupakan metode nyata untuk menjaga koneksi dengan warisan budaya mereka, meskipun dihadapkan pada derasnya informasi dan gaya hidup global. Ini turut membangun rasa kepemilikan dan persatuan di kalangan komunitas etnis Lembak.

2.    Memperkuat Ikatan Kekerabatan dan Harmoni Keluarga di Era Individualisme

            Era kontemporer seringkali diwarnai dengan tren individualisme dan berkurangnya interaksi tatap muka langsung. Tradisi cincin sujud sangat penting dalam mempererat ikatan kekerabatan. Ritual penghormatan kepada ibu mertua secara simbolis mengakui pentingnya jaringan keluarga besar. Melalui tradisi cincin sujud, pasangan yang baru menikah diingatkan bahwa ikatan perkawinan tidak hanya seputar mereka berdua, melainkan juga merupakan penyatuan dari dua rumpun keluarga besar. Ini sangat relevan untuk membangun fondasi rumah tangga yang kuat dan harmonis di mana dukungan dari keluarga besar masih sangat dihargai. Tradisi ini secara efektif mengurangi potensi konflik antar-keluarga dan memupuk rasa saling memiliki di tengah kompleksitas kehidupan modern.

3.    Menanamkan Nilai-Nilai Etika dan Adab dalam Kehidupan Sehari-hari

            Tradisi cincin sujud mengandung nilai-nilai penting seperti bakti, hormat, rendah hati, dan rasa tanggung jawab, yang semuanya berperan besar dalam membentuk karakter individu yang menjunjung etika. Di tengah kekhawatiran makin lunturnya sopan santun dan tata krama di kalangan generasi muda, tradi ini menjadi sarana efektif untuk menanamkan kembali adab berinteraksi dengan orang yang lebih tua, khususnya dalam lingkungan keluarga.

4.    Adaptasi dan Tantangan di Tengah Perubahan Sosial

            Meskipun relevan, tradisi cincin sujud juga menghadapi tantangan di era kontemporer. Pergeseran pola pikir masyarakat, terutama generasi muda yang terpapar modernisasi, terkadang memunculkan pertanyaan tentang urgensi pelaksanaan tradisi ini. Aspek efisiensi waktu dan biaya seringkali menjadi pertimbangan dalam perencanaan pernikahan. Namun, justru karena tantangan inilah, upaya adaptasi dan sosialisasi makna filosofis tradisi menjadi semakin penting.

            Masyarakat Lembak secara bertahap mungkin melakukan penyesuaian dalam pelaksanaannya tanpa menghilangkan esensi utamanya, seperti fleksibilitas waktu atau besaran gram cincin yang digunakan, demi memastikan tradisi ini tetap relevan dan bisa dilaksanakan oleh generasi penerus.

            Dengan demikian, tradisi cincin sujud pada masyarakat Lembak bukan sekadar warisan masa lalu, melainkan sebuah praktik yang terus memiliki relevansi tinggi di era kontemporer. Tradisi ini tidak hanya berfungsi sebagai pengikat identitas dan kohesi sosial, tetapi juga sebagai medium efektif untuk menanamkan nilai-nilai etika dan adab.

            Keberlanjutan tradisi ini adalah bukti resiliensi budaya masyarakat Lembak dalam menghadapi perubahan. Sekaligus, menjadi pengingat pentingnya memelihara kearifan lokal demi keberlangsungan budaya bangsa.

F.      Penutup

            Pernikahan baik dipandang dari perspektif agama sebagai sunatullah maupun dari kacamata hukum, sosiologi, antropologi, dan psikologi sebagai institusi fundamental, memiliki tujuan mulia untuk membentuk keluarga yang bahagia, melanjutkan keturunan, dan menjaga moralitas masyarakat.

            Di Kabupaten Musi Rawas, khususnya di kalangan masyarakat Lembak Desa Taba Tengah, pemahaman akan hakikat pernikahan ini diperkaya dengan tradisi-tradisi adat yang diwariskan turun-temurun, salah satunya adalah tradisi cincin sujud.

            Tradisi cincin sujud merupakan ritual penting yang dilaksanakan setelah akad nikah dan malam pertama, di mana pengantin pria bersujud dan mempersembahkan cincin kepada ibu mertuanya. Bentuk pelaksanaannya yang spesifik ini tidak hanya sebatas seremonial, melainkan sarat akan makna simbolis yang mendalam.

            Sujud melambangkan penghormatan tertinggi karena telah menjaga kehormatan anak gadisnya hingga sampai pada pernikahan yang sah dan sebagai bakti pengantin pria kepada ibu mertua, sekaligus menjadi ekspresi tanggung jawab dan keseriusan untuk menyayangi seluruh keluarga istri. Pemberian cincin menegaskan komitmen dan ikatan kekerabatan yang baru terbentuk.

            Secara fungsional, tradisi ini berperan krusial dalam mengukuhkan penerimaan menantu ke dalam keluarga besar, mempererat hubungan antar-besan, dan membangun fondasi keharmonisan rumah tangga yang baru. Lebih dari itu, cincin sujud juga berfungsi sebagai media pelestarian nilai-nilai luhur seperti adab, sopan santun, dan bakti kepada orang tua, serta menjadi penanda kuat identitas budaya masyarakat Lembak.

            Di era kontemporer yang diwarnai modernisasi dan pergeseran nilai, tradisi cincin sujud tetap menunjukkan relevansi yang tinggi. Meskipun dihadapkan pada tantangan adaptasi dan preferensi generasi muda, Tradisi ini terus menjadi perekat sosial yang efektif, penjaga identitas kultural, dan media penanaman nilai etika.

            Tradisi ini terus bertahan, tidak hanya mencerminkan ketahanan budaya masyarakat Lembak, tetapi juga menegaskan bahwa kearifan lokal berperan penting dalam membentuk pribadi dan memelihara persatuan sosial di tengah era yang rumit ini. Dengan demikian, pelestarian dan pemahaman mendalam tentang tradisi cincin sujud harus terus digencarkan demi kelangsungan warisan budaya nasional.

G.     Daftar Pustaka

Atabik, A., & Mudhiiah, K. (2016). Pernikahan dan Hikmahnya Perspektif Hukum Islam. Yudisia : Jurnal Pemikiran Hukum Dan Hukum Islam, 5(2), Article 2. https://doi.org/10.21043/yudisia.v5i2.703

Efrianto, G. (2024). Hukum adat dalam masyarakat Samin dan Baduy. Penerbit Litnus.

Leny, S. (2022). Analisis Hukum Islam Terhadap tradisi Cincin Sujud Pada Perkawinan Adat Musi Rawas (Studi Kasus Pada Ikatan Kerukunan Keluarga Musi Di Kota Bandar Lampung)

Maryati, A. (2022). Melestarikan Budaya Lokal, Edukasi Karakter Harga Diri Wanita (Studi Kasus Arti Cincin Sujud, Budaya Suku Lembak Kota Padang, Rejang Lebong). REFORM : Jurnal Pendidikan, Sosial, Dan Budaya, 5(03), Article 03. https://doi.org/10.70004/ reform.v5i03.102

Nurhadi, N. (2017). Pernikahan adat jawa dalam persepektif hukum islam:Studi di Kecamatan Tanjung Bintang Kabupaten Lampung Selatan [Masters, UIN Raden Intan Lampung]. https://repository.radenintan.ac.id/2087/

Presiden RI. (1974). UU No. 1 Tahun 1974 tentang Pernikahan. Database Peraturan | JDIH BPK. http://peraturan. bpk.go.id/Details/47406/uu-no-1-tahun-1974

Rhisthiani, R. (2019). Perbedaan lafaz Nikah dalam Ijab Qobul  Perspektif Majelis Ulama Indonesia Propinsi Lampung.

Subainah. (2025). Wawancara Penulis dengan Ibu Subainah selaku pelaku pada tradisi cincin sujud pada hari Selasa 17 Juni 2025 [Interview]. https://vt.tiktok.com/ ZSk7tbs6Y/

Ulya, A. (2018). Usia Ideal Perkawinan Perspektif Kompilasi Hukum Islam (Analisis Disiplin Ilmu Psikologi).

Waluyo, B. (2020). Sahnya Perkawinan Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Jurnal Media Komunikasi Pendidikan Pancasila Dan Kewarganegaraan, 2(1), Article 1. https://doi.org/ 10.23887/jmpppkn.v2i1.135

 


BIODATA PENULIS

 


 

  • Nama Lengkap: Elpi Arida, M.Pd.
  • Nama Pena: Elpy Aridae
  • Tempat, Tanggal Lahir: Lubuklinggau, 20 Juni 1982
  • Jenis Kelamin  : Perempuan
  • Pekerjaan: Guru SMPN L Sidoharjo Kec. Tugumulyo Kabupaten Musi Rawas
  • Pendidikan: S2 Pendidikan Bahasa Indonesia
  • Alamat Lengkap: Desa Srimulyo Kecamatan STL Ulu Terawas Kabupaten Musi Rawas Sumsel 31652
Akun Media Sosial                  :

a.       Facebook : https://www.facebook.com/elpy.aridae

b.      Instagram: @Elpiaridae

c.       Youtube: www.youtube.com/@elpiaridae8991

 

Karya  Antalogi:

a.       Antalogi Puisi Dari Sabda Menjadi Cinta (2019) Buku Katta

b.      Kumpulan Pantun Nasihat-Gerakan 1000 Guru Asean Menulis Pantun (Juli, 2020) PERRUAS

c.       Kumpulan Pantun Nasihat Guru untuk Murid (Juni 2020)

d.      Kumpulan Pantun Mutiara Budaya Indonesia (November 2020)

Doa untuk Bangsa Antalogi Puisi ASEAN (November 2021)