Breaking News

Tarif Ojek Online Naik, Siapa yang Diuntungkan?


Penulis: H. Albar Sentosa Subari, S.H., S.U.  (Pengamat Hukum dan Sosial)

Jendelakita.my.id. - Transportasi berbasis aplikasi online, baik kendaraan roda dua maupun roda empat, terus mengalami peningkatan dari hari ke hari. Hal ini tentu didukung oleh beberapa faktor yang menguntungkan berbagai pihak yang terlibat.

Dalam transaksi layanan ojek online (ojol), setidaknya terdapat tiga pihak yang terlibat, yaitu aplikator, pengemudi, dan pengguna. Masing-masing pihak memiliki kepentingan dan harapan untuk mendapatkan keuntungan. Bagi aplikator dan pengemudi, keuntungan yang diharapkan tentu dalam bentuk materi, yaitu bayaran atas jasa transportasi yang diberikan. Sementara itu, bagi pengguna, kenyamanan, kemudahan, dan keselamatan selama perjalanan merupakan prioritas utama.

Namun, dalam praktiknya, tidak jarang muncul berbagai masalah yang merugikan salah satu pihak, terutama konsumen. Kasus-kasus seperti perampokan, begal, hingga pelecehan seksual kerap terjadi dan telah banyak diberitakan di media, baik cetak maupun elektronik. Hal ini kemudian menimbulkan reaksi dari pengguna maupun pengemudi, yang diwujudkan dalam bentuk aksi demonstrasi untuk menuntut hak-hak mereka.

Isu tersebut bukanlah sekadar rumor. Baru-baru ini beredar sebuah video pernyataan dari anggota Komisi V DPR RI, Saudara Adriansyah Napitupulu, yang menyerukan penghapusan pungutan liar yang tidak memiliki dasar hukum. Beliau menegaskan bahwa pungutan semacam ini merugikan baik pengemudi maupun pengguna.

Pernyataan tersebut didukung oleh berbagai fakta di lapangan. Salah satunya adalah kesaksian dari seorang ibu rumah tangga yang kerap menggunakan jasa ojol. Ia menceritakan pengalamannya saat seorang pengemudi ojol memintanya untuk mematikan aplikasi dengan dalih membatalkan transaksi yang sedang berjalan. Hal ini tentu menimbulkan kecurigaan mengenai tujuan sebenarnya dari permintaan tersebut. Bisa jadi, pengemudi berniat mendapatkan bayaran lebih tinggi secara langsung dari penumpang, di luar pantauan sistem aplikasi.

Situasi semacam ini sangat berisiko, terutama bagi pengguna. Jika aplikasi dimatikan, maka seluruh proses perjalanan tidak lagi terekam secara digital. Hal ini mengurangi rasa aman, karena pengemudi tidak lagi terpantau oleh aplikator maupun keluarga penumpang. Risiko terjadinya tindak kriminal pun semakin besar.

Kesimpulannya, rencana kenaikan tarif ojek online haruslah mengedepankan keadilan bagi seluruh pihak. Bagi aplikator dan pengemudi, tentu akan ada penyesuaian pada aspek biaya operasional dan penghasilan. Sedangkan bagi pengguna, harapan utamanya adalah kenyamanan dan keselamatan sampai ke tujuan.

Kenaikan tarif akan menguntungkan semua pihak apabila tetap dalam koridor hukum yang berlaku dan tidak disertai dengan praktik-praktik yang merugikan pihak lain, seperti pungutan liar. Jika semua pihak mematuhi aturan, maka sistem ini akan memberikan keuntungan bersama. Sebaliknya, jika terjadi pelanggaran hukum, bukan hanya pengemudi yang dirugikan secara finansial, tetapi juga pengguna yang kehilangan rasa aman.

Oleh karena itu, pihak-pihak yang memiliki kewenangan dalam menentukan kebijakan publik—termasuk dalam hal penyesuaian tarif ojol—perlu bersikap bijaksana dan tegas. Regulasi yang dibuat harus mampu melindungi semua pihak tanpa diskriminasi serta menutup celah terjadinya pelanggaran yang merugikan masyarakat.