Breaking News

Putusan DKPP: KPU dan Bawaslu Kota Malang Tidak Terbukti Langgar Etik, Kasus Ijazah Caleg Demokrat Dinilai Sesuai Prosedur

 


Jendelakita.my.id. — Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Republik Indonesia memutuskan menolak seluruh pengaduan dalam perkara dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu terkait proses verifikasi berkas pencalonan anggota DPRD Kota Malang atas nama Wiwik Sulaiha dari Partai Demokrat. Dalam sidang terbuka yang digelar DKPP tanggal 19 Mei 2025, para teradu—yakni Ketua dan Anggota KPU Kota Malang serta Ketua dan Anggota Bawaslu Kota Malang—dinyatakan tidak terbukti melanggar kode etik, dan nama baik mereka direhabilitasi.

Latar Belakang Pengaduan

Kasus ini bermula dari laporan Sulastri, seorang pensiunan bidan yang juga caleg dari dapil yang sama, didampingi kuasa hukum. Sulastri melaporkan adanya dugaan ketidaksesuaian data antara ijazah SMA atas nama Wiwik Sulaiha dengan dokumen kependudukan seperti KTP dan KK. Ijazah yang digunakan Wiwik Sulaiha untuk syarat pencalonan DPRD Kota Malang tercatat tanggal lahir 9 September 1981, sementara pada KTP dan dokumen lain tertulis 9 Desember 1982. Selain itu, legalisir ijazah dilakukan oleh SMU Ardjuna Kota Malang yang telah tutup sejak 2018/2019 dan tanpa tanggal legalisir dari Dinas Pendidikan.

Sulastri menduga KPU Kota Malang tidak melakukan verifikasi mendalam atas keabsahan ijazah dan perbedaan identitas tersebut, sehingga meloloskan Wiwik Sulaiha sebagai calon legislatif pada Pemilu 2019 dan 2024.

Proses Penanganan Laporan

Laporan Sulastri diterima Bawaslu Kota Malang pada Juni 2024 dan diregister resmi. Bawaslu bersama Sentra Gakkumdu (Kepolisian dan Kejaksaan) melakukan investigasi, termasuk klarifikasi kepada pihak terkait dan pengecekan keabsahan ijazah ke Dinas Pendidikan serta Yayasan Ardjuna. Hasil investigasi menyatakan bahwa Wiwik Sulaiha benar tercatat sebagai siswa SMU Ardjuna tahun ajaran 2000–2003, dan ijazahnya dinyatakan valid berdasarkan pemeriksaan alat detektor di Dinas Pendidikan. Wiwik Sulaiha mengakui adanya perbedaan data dan menegaskan data yang benar adalah yang tercantum di akta kelahiran dan ijazah. Ia juga telah melakukan pembaruan data kependudukan sesuai data yang benar.

Gakkumdu menyimpulkan tidak cukup bukti adanya pemalsuan dokumen, karena pihak sekolah dan Dinas Pendidikan mengakui keabsahan ijazah, serta seluruh proses administrasi telah sesuai dengan Peraturan KPU dan ketentuan hukum yang berlaku.

Pertimbangan DKPP

DKPP menegaskan bahwa KPU Kota Malang telah menjalankan verifikasi dokumen pencalonan berdasarkan Keputusan KPU Nomor 403 Tahun 2023, dengan indikator yang telah ditetapkan: dokumen dapat dibaca, memuat nama calon, dilegalisasi pejabat berwenang, dan menerangkan kelulusan. Tidak ada laporan masyarakat terkait dokumen Wiwik Sulaiha selama masa tanggapan publik. Bawaslu Kota Malang pun telah melakukan seluruh tahapan penanganan laporan secara prosedural, dari klarifikasi, investigasi, hingga pleno bersama Gakkumdu.

DKPP juga mencatat bahwa pengadu baru mengetahui perbedaan data setelah proses penetapan calon terpilih, dan tidak ada bukti kuat yang menunjukkan adanya pelanggaran etik maupun pemalsuan dokumen oleh KPU maupun Bawaslu Kota Malang.

Putusan dan Implikasi

Berdasarkan fakta persidangan, DKPP menolak seluruh pengaduan, menyatakan para teradu tidak terbukti melanggar kode etik, dan memerintahkan rehabilitasi nama baik mereka. Putusan ini menegaskan pentingnya profesionalisme, transparansi, dan akuntabilitas dalam proses verifikasi administrasi pencalonan legislatif, sekaligus menjadi preseden bahwa perbedaan data administratif yang telah diperbaiki dan diverifikasi secara sah tidak serta-merta menjadi dasar pelanggaran etik penyelenggara pemilu.

Putusan ini diharapkan memperkuat kepercayaan publik terhadap integritas KPU dan Bawaslu dalam menjalankan tugas-tugas kepemiluan, serta menjadi pembelajaran bagi partai politik dan calon legislatif untuk lebih cermat dalam administrasi dokumen pencalonan.