Breaking News

Pengelolaan "Hutan (Adat)" Berbasis Kearifan Lokal


Tulisan Oleh: H. Albar Sentosa Subari*)

Jendelakita.my.id. - Banyak program baik yang dikerjakan oleh pihak pemerintah (dinas terkait) maupun pihak swasta dengan permodalan yang cukup besar, maupun oleh kelompok kelompok masyarakat yang peduli. Sebut saja misalnya perkumpulan anak muda " Jejak Bumi Indonesia" yang sudah tersebar di Nusantara contoh di wilayah Sumatera Selatan kawasan bukit barisan.

Banyak jenis penamaan hutan antara lain; hutan lindung, hutan industri, hutan sosial dan hutan adat dan sebagainya.

Namun kita jangan lupa bahwa di kawasan hutan hutan tersebut tinggal atau berdomisili komunitas masyarakat hukum adat yang sudah beranak Pinak di sana.

Tentu apa kaitannya dengan bahasan kita sekarang.

Pertanyaan adakah mereka mereka itu yang sudah lama mengelola kawasan hutan tersebut sebagai penopang kehidupan mereka: menikmati nya (ikut serta)?

Di Sumatera Selatan dari kajian sejarah nya komunitas yang berdomisili di kawasan hutan (adat) tersebut berasal dari satu phuyang (sifatnya kelompok), meningkat menjadi dusun (kelompok beberapa phuyang) dan terakhir menjadi serikat dusun-desa, yang terkenal dengan istilah MARGA.

Marga pada masanya (sebelum dihapuskan dari sisi sistem pemerintahan marga berdasarkan surat keputusan gubernur Sumatera Selatan nomor 142/KPTS/III/1983, tanggal 23 Maret 1983 pimpinannya disebut PASIRAH). Sebelum mereka di tokoh kan sebagai pimpinan informasi satu kelompok komunitas.

Kita tidak akan meneruskan ceritanya yang sampai sekarang masih menarik untuk dibahas dari segala sisi (hukum, budaya dan politik serta pertahanan dan keamanan negara).

Pada tanggal 13 Mei 25 hari Senin, Ketua Peduli Marga Batang Hari Sembilan - Ketua Pembina Adat Sumatera Selatan pada masanya Albar Sentosa Subari berkunjung ke sekretariat perkumpulan anak muda bernama JEJAK BUMI INDONESIA, beralamat di kawasan Bukit Kecil jalan Merdeka Palembang. Di sana ketemu ananda Hendra S. Setyawan, dan kebetulan kami sama sama dalam perkumpulan Bakti Purna Masyarakat Sumatera Selatan (BPMSS).

Kunjungan tersebut berawal dari undangan beliau untuk ngopi bareng (ngobrol pintar), yang bertopik Pengelolaan Hutan (adat) yang berbasis kearifan lokal. Topik ini menarik bagi saya yang memang selama ini baik sebagai profesi pengajar hukum adat pada masanya maupun sebagai anggota dewan pakar Sekretariat Nasional Perlindungan Masyarakat Hukum Adat serta terhimpun dalam Lembaga Adat Rumpun Melayu se Sumatera.

Sdr. Hendra A. Setyawan sebagai anggota relawan " jejak bumi Indonesia" wilayah Sumatera Selatan, menunjukkan hasil hasil produksi yang telah mereka kerjakan bersama komunitas masyarakat hukum adat di kawasan bukit barisan khususnya di wilayah kabupaten Ogan Komering ulu Selatan di sekitar danau Ranau 

Hasil hasil hutan (adat) yang telah mereka produktif kan antara lain penanaman kopi, pohon aren dan sebagainya bersama masyarakat yang ikut dilibatkan langsung. Tentu sebelum nya telah dilakukan pendidikan guna pemberdayaan masyarakat lokal.

Penanaman berbagai jenis tanaman yang sudah berhasil itu tentu tetap menjaga adat budaya ( kearifan lokal) guna menjaga lingkungan hidup. Seperti dilarang memotong pohon pohon yang menghasilkan secara alami seperti: pohon Sialang (tempat lebah bersarang).

Ngobrol diakhiri dengan minum kopi produksi mereka, yang rasanya tidak kalah dengan produk produk lainnya.

Kesimpulan.

1, guna mensejahterakan masyarakat hukum (adat) perlu diikutkan di dalam pemanfaatan hutan di kawasan mereka yang berpatokan pada hukum budaya kearifan lokal.

2, untuk melibatkan masyarakat hukum di kawasan tersebut terlebih dahulu dilakukan " pemberdayaan".

*) Penulis Adalah Ketua Peduli Marga Batang Hari Sembilan.