Ir. Soekarno: Perumus Pancasila atau Penggali Pancasila
Ketua Jejaring Panca Mandala Sriwijaya Sumatera Selatan
Jendelakita.my.id. - Setiap menjelang peringatan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, kita selalu teringat pada momen-momen bersejarah bangsa. Salah satu episode penting dalam sejarah Indonesia adalah momentum kelahiran Pancasila, yang berawal dari sidang BPUPK (Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan) pertama, yang diadakan pada 29 Mei–1 Juni 1945.
BPUPK dan PPKI adalah dua badan yang dirancang untuk mengantarkan Indonesia menuju gerbang kemerdekaan. BPUPK diketuai oleh tokoh senior masa pergerakan nasional, yaitu Dr. Radjiman Wedyodiningrat, dengan wakil ketua R.P. Soeroso dan Itibangase Yosio (perwakilan Jepang). Persidangan BPUPK dilaksanakan dua kali, yakni pada 29 Mei–1 Juni 1945 dan 10–17 Juli 1945.
Persidangan pertama bertujuan untuk menentukan dasar negara, sedangkan persidangan kedua difokuskan pada penyusunan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia. Pada hari pertama sidang, Ketua BPUPK mengajukan pertanyaan penting: "Apakah yang akan menjadi dasar negara Indonesia?"
Berdasarkan historiografi (penulisan sejarah), ada tiga tokoh yang tampil memberikan pandangan: Muhammad Yamin, Soepomo, dan Soekarno. Ir. Soekarno menjawab pertanyaan Ketua BPUPK dengan menguraikan satu per satu dasar negara Indonesia, yang jumlahnya lima dan diberi nama Pancasila.
Pancasila dijelaskan Soekarno sebagai philosophische grondslag (dasar filsafat) dan weltanschauung (pandangan hidup) bangsa Indonesia. Dalam biografinya, Soekarno mengungkapkan bahwa ia telah memikirkan dasar negara bagi Indonesia merdeka sejak 16 tahun sebelum ia menyampaikan pidatonya pada 1 Juni 1945.
Berdasarkan argumentasi tersebut, jelas bahwa Ir. Soekarno telah menyampaikan pandangannya mengenai Pancasila sebagai dasar negara. Hal ini kemudian diperkuat melalui Keputusan Presiden Nomor 24 Tahun 2016 tentang Hari Lahir Pancasila (BPIP, Materi Dasar Pembinaan Ideologi Pancasila, 2020:3).
Mengutip Jawapes Surabaya, 31 Mei 2025, disebutkan bahwa Ketua Rumah Pancasila, Prihandoyo Kuswanto, menyerahkan buku berjudul Indonesia Terbelah kepada awak media. Buku tersebut ditulis oleh pengarang yang menggugat penetapan tanggal 1 Juni 1945 sebagai hari lahir Pancasila.
Membaca berita daring tersebut, penulis teringat pada buku Ir. Soekarno yang berjudul Filsafat Pancasila Menurut Bung Karno, yang memuat sebelas kumpulan pidato beliau, termasuk Pidato Promosi Honoris Causa oleh Prof. Mr. Drs. Notonegoro terhadap promovendus Bung Karno pada 19 September 1951 di Yogyakarta.
Dalam pidato Notonegoro, alasan pemberian gelar Doktor Honoris Causa kepada Ir. Soekarno adalah karena Soekarno dianggap sebagai pencipta (perumus) Pancasila. Bahkan Notonegoro mengutip buku Pancasila karya Ki Hadjar Dewantara, yang menyatakan bahwa pencipta Pancasila tidak lain adalah Bung Karno sendiri.
Namun, pada momen yang sama, Bung Karno dalam pidato penerimaan gelar Doktor Honoris Causa berjudul Ilmu dan Amal: Geest, Wil, Daad, menyatakan:
“Aku diberi titel doktor, mau aku terima. Tetapi janganlah berkata bahwa aku ini pembuat/pencipta/perumus dari pada Pancasila. Aku menggali kembali lima kebenaran dari pada bangsa Indonesia itu.”
Pernyataan tersebut kembali ditegaskan dalam pidato peringatan Hari Lahir Pancasila pada 5 Juli 1958 di Istana Negara, Jakarta. Dalam pidato tersebut, Bung Karno menyitir Prof. Mr. M. H. Yamin yang mengatakan:
“Saya (Soekarno) bukan pembentuk atau pencipta Pancasila, melainkan sekadar salah seorang penggali daripada Pancasila.” (Filsafat Pancasila Menurut Bung Karno, hlm. 92)
Dari beberapa ulasan di atas dapat disimpulkan bahwa:
-
Ir. Soekarno adalah penggali Pancasila, bukan pencipta seperti yang dikemukakan oleh Notonegoro dan Ki Hadjar Dewantara.
-
M. Yamin, yang disitir oleh Soekarno sendiri, menyatakan bahwa ia juga penggali, bukan pencipta Pancasila.
-
Penulis teringat saat duduk di bangku sekolah dasar, sekitar 60 tahun yang lalu, ketika guru menyampaikan bahwa 1 Juni 1945 adalah hari lahirnya istilah Pancasila.