Breaking News

Fiqih dan Teknologi : Mengupas Hukum Bayi Tabung dan Inseminasi Buatan

Foto Ilustrsi Bayi, Image by beasternchen from Pixabay

Tulisan oleh : Asrul Satriadi

Jendelakita.my.id. - Mahasiswa STAI Prodi KPI menunjukkan antusiasme dan semangat belajar yang tinggi dalam mengikuti Mata Kuliah Kajian Fiqih tentang Bayi Tabung dan Inseminasi Buatan dengan dosen pengampu Zainal Azman, M.Pd, pada Jumat (25/4/2025) di Ruang Podcast.

Dalam penyampaian materi, Zainal menjelaskan bahwa bayi tabung adalah proses pembuahan yang dilakukan di luar tubuh wanita. "Sperma dari pria dan ovum dari wanita disatukan dalam medium buatan di laboratorium, dan setelah terjadi pembuahan, embrio ditanamkan ke dalam rahim wanita. Proses ini digunakan bagi pasangan suami istri yang mengalami infertilitas atau gangguan reproduksi," jelasnya.

Selanjutnya, Zainal menjelaskan bahwa inseminasi buatan merupakan proses penempatan sperma secara langsung ke dalam rahim atau saluran reproduksi wanita menggunakan alat tertentu. "Alat tersebut digunakan untuk memasukkan sperma yang berasal dari suami sendiri atau dari pihak ketiga," paparnya.

Dalam diskusi yang berlangsung, terungkap sebuah kasus yang menarik perhatian mahasiswa. "Ada satu kasus di mana seorang suami memiliki tiga orang istri, istri pertama tidak memiliki anak sedangkan istri kedua dan ketiga memiliki anak. Pertanyaannya adalah, bolehkah ovum istri kedua disatukan dalam rahim istri pertama karena ovum istri pertama tidak bisa?" Dalam kasus ini, Zainal menjelaskan bahwa hal tersebut tidak diperbolehkan, walaupun mereka adalah istri dari suami yang sah. "Yang diperbolehkan adalah ovum dari istri yang akan melahirkan," ungkapnya.

Dalam kesimpulan kajian fiqih tentang Bayi Tabung, Zainal menjelaskan bahwa mayoritas ulama sepakat bahwa prosedur bayi tabung dan inseminasi buatan dibolehkan asalkan dilakukan oleh pasangan suami istri yang sah secara syariat. "Sperma dan ovum harus berasal dari pasangan tersebut sendiri, tanpa melibatkan donor ketiga. Embrio juga harus ditanamkan selama masa pernikahan berlangsung, bukan setelah cerai atau kematian suami," tutup Zainal.

Dengan demikian, mahasiswa dapat memahami lebih baik tentang hukum dan etika dalam prosedur bayi tabung dan inseminasi buatan dalam perspektif Islam.