Breaking News

Sumatera Selatan Kaya Adat istiadat

Tulisan Oleh: H. Albar Sentosa Subari*)

Jendelakita.my.id - Insyaallah dalam hitungan hari akan hadir Pusat Kajian Adat Sumatera Selatan.

Selama ini sepertinya masalah adat istiadat (sopan santun dan upacara adat) serta hukum adat masih kurangnya kajian secara ilmiah. Hanya semata mata rutinitas untuk melakukan hal hal yang sifatnya kontemporer.

Menurut Buku yang dikarang oleh Prof. H. Amrah Muslimin, SH guru besar hukum administrasi fakultas hukum Universitas Sriwijaya mengatakan bahwa di Sumatera Selatan ini terdapat sejumlah suku atau etnis yang tersebar di lintasan sungai Batang Hari Sembilan.

Kalau kita mengikuti proses perkembangan Marga mulai dari ikatan Genealogis- (istilah dusun/ tiuh antara lain disebut Kepuhyangan dengan istilah "kaipati, sumbay, Jurai dan sebagainya) sampai terbenamnya Marga buatan kolonial berdasarkan IGOB ada 188 ek Marga yang tersebar di wilayah Propinsi Sumatera Selatan. Dan ini semuanya memiliki adat istiadat beragam ragam mulai dari awal kehidupan manusia, berkeluarga sampai meninggal ada prosesi adat istiadatnya.

Terlepas dari fakta di lapangan tersebut, dirasakan sangat minim untuk di gali nilai nilai yang terkandung di dalamnya. Padahal Soekarno dulu saat menjelang 18 tahun sebelum Proklamasi telah mulai merumuskan dasar dan ideologi negara yang akhirnya menjadi sila sila Pancasila (dimana beliau sebagai PENGGALI Pancasila) lihat pidato beliau tanggal 1 Juni 1945 di muka BPUPK dan pidato nya saat menerima gelar Doktor Honoris Causa dari Universitas Gajahmada Yogyakarta.

Kalau juga kita mengutip pendapat Prof. Dr. Soeripto SH, Guru Besar ilmu Hukum Adat dan Pancasila di Universitas Negeri Djember Malang , dalam pidato pengukuhan sebagai guru besar mengatakan bahwa Hukum Adat merupakan sumber pengenal kenbron dari Pancasila sebagai sumber kelahiran welbron. Jadi artinya bicara adat istiadat adalah juga bicara Pancasila. Sehingga perlu di gali nilai nilai yang hidup dalam masyarakat, yang menopang kemajuan peradaban dan zaman yang sifatnya dinamis dan plastis.

Adat merupakan hasil Budi dan Daya Manusia untuk menghadapi tantangan alam dan zaman (Ki Hadjar Dewantara).

Salah satunya kita membaca Pasal 597 Kitab Undang Undang Hukum Pidana yang baru (Undang Undang Nomor 1 tahun 2023 yang akan berlaku Januari 2026). Di sana jelas jelas mengakui hukum yang hidup dalam masyarakat. Cuma karena harus punya dasar formal maka terlebih dahulu harus memiliki dasar hukum yaitu berupa PERDA (Peraturan Daerah Kabupaten) agar bisa dijadikan rujukan di pengadilan negara. (Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung) Serta di Mahkamah Konstitusi, khusus mengenai status legal standing suatu masyarakat yang membela atas pelanggan hak asasi manusia sebagai komunitas masyarakat hukum.

Sehingga semua itu tentu tidak mungkin dapat terwujud atau pun teraplikasi dalam berkehidupan berbangsa dan bernegara kalau saja tidak melibatkan kajian kajian yang dilakukan oleh perseorangan dan atau kelompok masyarakat peduli dengan adat istiadat sebagai warisan nenek moyang kita dulu. Yang tentunya di dasar pada kajian yang menggunakan metode ilmiah (objektif, sistematis dan dapat diuji) sehingga perlu menghasilkan analisis yang tajam.

Untuk itu mudah mudahan akan muncul pusat pusat studi kajian hukum adat dimaksud.

Salah satunya akan hadir Pusat Kajian Adat Sumatera Selatan.

Kita lihat saja bentuk dan jenis ragam tutup kepala dari komunitas masyarakat hukum adat yang ada di Nusantara bermacam ragam baik warna maupun pakem nya yang lain memiliki nilai dan philosofi yang unik dan dalam. Hal hal demikian bukan saja di pancarkan dalam budaya berwujud benda tapi juga budaya berupa bahasa tutur. Misalnya yang kita lihat dan dapat baca di dalam Gurindam 12 karya Raja Ali Haji ibni Raja Haji Ahmad ibni Raja Haji Fisabilillah sangat dalam maknanya sebagai manusia dan mahluk lain mulai aturan nasihat berhubungan dengan Pencipta ataupun berkaitan dengan hubungan sesama manusia serta tugas dan fungsi sebagai Khalifah di bumi. Dan sebagainya. 

Di suku atau etnis juga ada misalnya Gurindam Minangkabau.

Di Minanga Ogan Komering ulu misalnya berwujud Ringgok ringgok, yang diucapkan saat menerima mantu dan lain sebagainya.

Pemberian gelar adat yang disebut Golar / jajuluk dan adok disebut oleh orang suku Komuring ini penuh filosofi yang harus diangkat, untuk dijadikan pedoman hidup bermasyarakat berbangsa dan bernegara.***

*) Penulis adalah Ketua Lembaga Adat Melayu Sumatera Selatan.